Asenk Lee Saragih |
SIMALUNGUN- Buku untuk
tahun ajaran baru yang dijual pihak SMAN 1 Tiga Dolok dikembalikan oleh
orangtua siswa. Pasalnya, harga buku ini sangat mahal, sementara buku
yang sama bisa didapatkan di pasar loak atau dari kakak kelas mereka.
Kepada METRO, Jumat (10/8/12) sejumlah orangtua siswa menyebutkan,
mereka harus mengeluarkan uang sebesar Rp800 ribu untuk membeli 8 sampai
16 buah buku. Karenanya, kata mereka, setelah buku itu dibagi pihak
sekolah, orangtua siswa langsung mendatangi sekolah guna mengembalikan
buku tersebut.
Sebelum aksi protes ini berlangsung, awalnya komite dan pihak sekolah
lebih dulu melaksanakan rapat untuk membahas soal buku tahun ajaran
baru ini. Dalam rapat itu, komite meminta kepada kepala sekolah untuk
tidak memaksa siswa membeli buku dari sekolah. Artinya, siswa dibebaskan
untuk mendapatkan buku dari mana saja, baik itu dari pasar loak atau
dari kakak kelas.
Sekretaris Komite Marohot Silaban kepada METRO menuturkan, rapat awal
dilakanakan pada Mei kemarin, agenda isi rapat itu adalah memberi
kebebasan kepada siswa untuk mencari buku pelajaran dari mana saja.
Namun jika didapati siswa tidak memiliki buku pelajaran, pihak sekolah
diberi kewenagan untuk menindak siswa itu dengan mengeluarkannya dari
ruangan kelas dan tidak diperbolehkan mengikuti mata pelajaran.
“Sebelum memasuki ajaran baru, kami dari komite sudah lebih dulu
membahas soal buku pelajaran siswa. Namun tanpa ada koordinasi dengan
komite pihak SMAN 1 Tiga Dolok menjual buku pelajaran yang harganya
sangat membebankan orangtua siswa,” kata Marohot.
Masih kata Marohot, komite mendapat informasi dari orangtua siswa
bahwa harga buku pelajaran yang dijual kepada siswa sangat mahal, yakni
mencapai Rp800 ribu. Dari informasi itu, Marihot sebagai Sekretaris
Komite SMAN 1 Tiga Dolok langsung menemui Kelapa SMAN 1 Tiga Dolok
Donaria br Manurung untuk merangakan bahwa orangtua siswa tidak mampu
membayar uang buku yang telah ditetapkan pihak sekolah.
“Keluhan orangtua siswa sudah saya sampaikan kepada Donaria dan saya
mengatakan buku yang telah dibagi itu akan dikembalikan lagi kerena
mereka tidak mampu untuk membayarnya,” ujarnya. Sementara, saat orangtua
siswa mengembalikan buku itu, sempat terjadi keributan karena kepala
sekolah tidak menerima seluruhnya buku tersebut.
Kepala sekolah memilih buku-buku tersebut, mana yang bisa diterima
mana yang sudah rusak dan berlipat. Donaria hanya meminta satu atau dua
buku saja. “Dia beralasan buku yang hendak dikembalikan itu sudah kusam,
berlipat, mengembang, tercoret dan yang lainya,” ujar orangtua siswa
yang minta namanya jangan dikorankan.
Merasa kecewa atas tindakan kepala sokalah, orangtua siswa kembali
menghubungi pihak komite saat proses pengembalian buku berlangsung.
Marohot kembali ke sekolah itu, dan sesampainya di sana, Marohot meminta
kepada kepala sekolah untuk membentuk tim penyeleksi buku yang akan
dikembalikan itu. “Karena buku yang dibagi hanya diterima satu dan dua
buku saja oleh kepala sekolah, saya meminta agar pihak sekolah membentuk
tim untuk menyeleksi buku-buku yang akan dikembalikan itu, namun
Donaria malah menolaknya,” kesal Marohot.
Selain penjualan buku, sejumlah orangtua juga mengeluhkan adanya
pengutipan uang untuk membayar lembar kerja siswa (LKS) sebanyak10 buku
dengan harga seluruhnya Rp120 ribu. Namun, saat hal ini hendak
dikonfirmasi kepada kepala sekolah, yang bersangkutan tidak berada di
kantornya. Seorang pegawai mengaku bahwa kepala sekolah sudah pulang. (mag-4/ara)
0 Comments