Foto Thogu Manihuruk |
Dampak Penebangan Kayu di Bangun Purba
HARANGGAOL- Pemkab
Simalungun dan masyarakat diharapkan belajar dari musibah longsor yang
menimpa Haranggaol beberapa waktu lalu. Penebangan kayu yang berlangsung
di Bangun Purba akan berdampak buruk terhadap lingkungan dan ancaman
terjadinya longsor di Haranggaol.
Demikian dikatakan pemerhati lingkungan Danau Toba Hermawan Saragih,
kepada METRO. Hermawan mengungkapkan, akibat longsor
beberapa waktu lalu mengakibatkan dua rumah warga rusak berat dan Aula
Sigumba-gumba Cottage hancur berantakan.
Kemudian dampak lain dari longsor itu jalan yang menghubungkan
Haranggaol-Purba Horisan sempat terputus beberapa hari. Bahu jalan
tertutupi material lumpur. Bahkan tidak sedikit batu-batu berukuran
besar menutupi bahu jalan.
“Saat itu kalau tidak salah ingat, Camat Haranggaol Horison adalah
Kepala Dinas Kehutanan sekarang Ruslan Sitepu. Bahkan Ruslan Sitepu,
ketika itu harus bersusah payah menurunkan alat berat berupa beko,”
ungkap Hermawan.
Oleh sebab itu, dia mengajak seluruh masyarakat di Kecamatan
Haranggaol Horison agar mencintai lingkungan dan tetap menjaga agar
pinus-pinus yang ada di lereng bukit yang mengelilingi Kecamatan
Haranggaol. Menurut dia, tidak memudah untuk melakukan reboisasi di
perbukitan Haranggaol, selain karena kemiringannya mencapai 70-80
derajat, area perbukitan juga penuh bebatuan.
Di samping itu, pohon pinus dan kayu alam yang tumbuh di perbukitan
Haranggaol sangat berpengaruh sekali untuk melindungi Haranggaol
sekitarnya dari bahaya longsor.
Salahseorang warga Bangun Purba, Nagori Purba Horisan Haranggaol,
bermarga Saragih, menuturkan bahwa sekitar tahun 1959 hampir seluruh
perbukitan di sekitar Haranggaol ditanami kayu, namun tak banyak yang
tumbuh besar seperti sekarang ini. Menurut dia, penyebabnya adalah
kekeringan, apalagi kondisi perbukitan penuh batu. Kendala lainnya
adalah faktor kebakaran. “Jadi sangat sulit melakukan penghijauan di
bukit Haranggaol ini,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya bahwa di Bangun Purba, Nagori Purba Horisan
terjadi penebangan pinus besar-besaran. Pinus-pinus yang ditanami
sekitar tahun 1959 itu rata-rata berdiameter antara 50 cm sampai dengan
70 cm. Pangulu Nagori Purba Horisan Rasmadi Simarmata, ketika
disinggung soal izin mengatakan, tak perlu izin penebangan dari Dinas
Kehutanan karena lokasi penebangan adalah lahan masyarakat.
Rasmadi sendiri mengaku telah mengeluarkan Surat Keterangan Tanah
(SKT) untuk kegiatan tersebut. Namun yang heranya, dia sendiri tak
mengingat siapa pemilik dan berapa luas lahan tersebut sebagaimana
tertera di SKT yang ia terbitkan. (sp)
0 Comments