DIMANAKAH LETAK KUBURAN RAJA PEMATANG SIANTAR?
Pada beberapa tahun yang lalu, tepatnya bulan Maret 1994, saya melakukan sebuah perjalanan ke daerah kodya Pematang Siantar, Sumatera Utara, dan untuk mengisi waktu. Saya menelusuri sejarah ataupun hal-hal yang menyangkut perkembangan suatu daerah.
Dan dengan bantuan Bapak Penilik kebudayaan kecamatan Bangkos, saya mendapat Surat Mandat No 0306/109/5/3/Y9-1994 yang ditanda tangani oleh Kakandepdikbud Kecamatan Bangko, Bangansiapi-api. Setelah sampai di Pematang Siantar , surat yang saya bawa itu oleh bapak Kepala Kantor Depdikbud Kodya Siantar dikeluarkan pula sebuah surat edaran No. 1572/105.4/J/1994 (surat terlampir).
Selama saya di daerah Pematang Siantar, saya melakukan penelitian dan observasi mengenai hal tersebut dan termasuk adat istiadat dan kebudayaan , dan ketika saya dengan bantuan teman saya Neny Ch pergi ke museum Simalungun dan di sini kami mendapat input mengenai Raja Siantar XIV, yaitu Sang Nauwaluh Damanik, yang menurut Kepala Museum Simalungun , kalau saya tak salah Bapak Lingga (?) . bahwa raja tersebut pada tahun 1906 diasingkan ke Pulau Bengkalis , Riau , oleh Pemerintah Belanda bahkan hingga beliau wafat pada tahun 1914 di pulau Bengkalis.
Setelah kami menyelesaikan tugas di Museum , kami melanjutkan data-data di Perpustakaan Sintong Binge, dan di sini saya mendapat pertanyaan yang bertubi-tubi mengenai tempat makam raja mereka yang terakhir itu. Tentu saya dan teman tersebut kikuk kerena kendati Bengkalis itu pusat kabupaten kami, namun saya sendiri tak pernah ke Bengkalis.
Karena itu saya dalam menyiapkan buku mengenai situs dan galian sejarah tentang Raja Siantar wafat di Bengkalis mohon bantuan orang-orang Tapanuli Simalungun (Siantar)_ serta bapak-bapak yang membidangi masalah kebudayaan dan juga tokoh-tokoh petua yang mengetahui makam Raja Siantar ini. Ini agar terwujudnya pembukuan tersebut dan menambah khazanah kebudayaan bangsa dan negara kita Indonesia ini.
Sebagai tamabahan, sewaktu saya kembali ke Bagan Siapi-api juga telah memberikan laporan ringkas dan sudah diterima oleh penilik Kebudayaan Pematang Siantar.
Sekai lagi saya mohon kepada pembaca Harian pagi RIAU POS yang mengetahui hal ini ataupun yang merasa ingin membantu saya, maka sangat saya harapkan sekali bantuannya, terutama anak-anak cucu keturunan dari Simalungun tersebut serta pihak-pihak lainnya.
Dan saya bersedia menerima keterangan-keterangan dari pembaca melalui ruang “surat Pembaca” ataupun langsung menyurati saya ke alamat saya. Oh, ya , khusus masyarakat Bagansiapi-api dan sekitarnya juga saya juga pernah menggalli khasanah Budaya Bango serta tempat-tempat yang bersejarah di masa lalunya. ( Yan Faizal Ba).
TENTANG MAKAM
RAJA SIANTAR XIV
Berkenan dengan maksud Sdr Yan Faizal di rubric “surat pembaca” Harian Pagi RIAU POS tanggal 29 April 1994, sekedar membantu dan meluruskan beberapa hal, disampaikan sebagai berikut:
1. Raja Pematang Siantar dimaksud, Raja Siantar XIV Tuan Sang Naualuh (bukan Nawaluh), lahir pada tahun 1854 dan dinobatkan sebagai raja tahun 1882 Masehi. Daerah Siantar dalam struktur pemerintahan Hindia Belanda saat itu dibawah Controleur Batubara. Karena raja menentang dan tidak tunduk, serta turut menyebarkan agama Islam yang dapat mengoyahkan kekuasaan kolonial. Maka berdalij regering reglement (pR Pasal 47) dengan permintaan residen , maka Gubernur General Batavia menerbitkan Besluit GG No 1 Tahun 1906, tertanggal 24 April 1906. Raja Sang Naualuh dan kerabat istana ditangkap, dan pada bulan Juli 1906 di bawa ke Batubara dan untuk menerima Belanda menunjuk dua orang Mangkubumi.
Setelah hampir dua tahun ditahan dengan Besluit GG No 57 tahun 1908, tanggal 22 Januari 1908, raja diasingkan (internering, buangan politik) ke Bengkalis, dibawa dari Batubara pertengahan tahun 1908. Pada saat pengasingan ini, putra tertua Raja Tuan Riah Kadim karena masih dibawah umur tidak turut serta dan dititipkan Belanda di sekolah zending . Putra kedua lahir di pengasingan tahun 1910 dan diberi nama Tuan Sarmahata dan dibawa kembali ke PematangSiantar setelah raja meninggal pada tahun 1914 karena sakit dalam usia sekitar 58 tahun.
Lokasi makam pada tanah bekas ladang Syahbudin di Senggora (dh Jalan Bantam), Bengkalis , oleh penduduk sekitar yang mengetahui makam dianggap keramat dan dikenal sebagai makam Raja Batak (lihat buku Sejarah Perjuangan Kebangkitan Bangsa Indonesia, Raja Sang Nauluhm, susunan Jahutar Damanik, Medan, 1987).
1. Pada bagian lain suratnya, seolah-olah Raja Siantar XIV adalah raja terakhir. Hal ini tidak benar, karena setelah dewasa, putra Raja Riah Kadim Damanik dinobatkan sebagai raja Siantar XV pada tahun 1916. Dalam memerintah Raja Siantar XV juga menentang dan tidak mau bekerjasama dengan Belanda. Akibatnya Raja difitnah dan ditekan , kemudian dijatuhkan dari tahtanya tahun 1924, kemudian seorang kerabat istana Tuan Sauddin Damanik ditunjuk Belanda Sebagai warnemen ( pejabat sementara). Hingga jatuhnya Pemerintah Kolonial setelah masuknya mileter Jepang tahun 1942.
2. Anak kedua Raja Sang Naualuh ( lahir di pengasingan) Tuan Sarmahata Damanik, pensiun pamong/wedana , terakhir berdomisili di Medan dan meninggal dunia tahun 1960-an. Tuan Sarmahata dikebumikan di komplek Rumah Bolon (istana Pematang Siantar), anak beliau Tuan Syah Alam Damanik purnawirawan perwira tinggi ABRI dengan keluarganya sekarang berdiam di Jakarta.
Demikian sekedar Penjelasan dan semoga bermanfaat terutama dalam penyusunan buku Sdr Yan Faizal.
Catatan: Tahun 1994 makam Raja Naualuh belum dibangun……..(sumber: Bpk Hotman Butar-Butar, berdomisili di Riau,,,,Bengakalis)
Koleksi: Hotman Butar-Butar
Koleksi: Hotman Butar-Butar
Data dan photo di atas merupakan kiriman Bapak Hotman Butar-Butar-via pos (Beliau merupakan Kerabat Raja Naualuh dari pihak boru). Tulisan ini telah di muat dalam HARIAN PAGI RIAU POS pada tahun 1994, kemudian saya sadur ulang….. MAuliate ma TULANG Hotman Butar-butar……..tambah arsip Untuk Simalungun…. Thanks juga buku ni HAM……..berguna bagiku tuk menempa ILMU. (Sumber Posting FB Freddy Purba)
0 Comments