MEDAN-BS- PT Allegerindo Nusantara (AN)
turut berkontribusi dalam pencemaran Danau Toba, Sumatera Utara. Perusahaan
yang bergerak dibidang peternakan babi itu sudah 20 tahun melakukan pencemaran
Danau Toba karena diduga kuat membuang limbah cair ke saluran air langsung ke
Danau Toba di Desa Salbe, Kabupaten Simalungun.
Ternak Babi di Simalungun.Foto Asenk Lee Saragih |
Daya tampung beban pencemaran air
di Danau Toba, Sumatera Utara (Sumut) sudah melebihi kapasitasnya. Sebagaimana
diketahui, dasar penetapan daya tampung beban ialah UU Nomor 32 tahun 2009
tentang Lingkungan Hidup dan Permen Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003.
“Pemanfaatan sumber daya alam (SDA)
dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan tampung lingkungan hidup. Kalau daya
tampung sudah melebihi itu artinya perlu ada pengurangan beban dan juga
penghentian altivitas pemanfaatan sumber daya alam,”kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumut, Hidayati
kepada wartawan, Sabtu (5/10/13).
Berdasarkan kajian tim BLH Provsu
sumber pencemar air di Danau Toba terdiri dari beberapa jenis yakni limbah
domestik dari tujuh kabupaten yang berada dikawasan Danau Toba, limbah dari
berbagai jenis pemanfaatan lahan, limbah peternakan dan limbah dari budi daya
ikan.
Terkait itu, Hidayati menjelaskan
dari keempat sumber pencemar tersebut terdapat perbandingan yang mencolok
antara limbah perikanan dengan tiga sumber limbah lainnya. “Perbandingan
keduanya 39 persen berbanding 61 persen, artinya budi daya perikanan
mendominasi,” jelasnya.
Limbah perikanan tersebut berasal
dari 8428 unit keramba jaring apung ( KJA) milik masyarakat dengan total limbah
nitrogen sebesar 1.163,3 ton/tahun dan fosfor 409,5 ton/tahun. Sedang untuk
korporasi yakni milik PT Aqua Farm terdapat 484 KJA tetapi menghasilkan jumlah
limbah yang lebih besar pertahunnya 1910,6 ton/tahun untuk nitrogen dan 672
ton/tahun untuk fosfor.
Sehingga dari data tersebut
dirinya menegaskan PT Aqua Farm dan PT Allegerindo Nusantara turut
berkontribusi dalam pencemaran Danau Toba. PT AN sudah beroperasi 20 tahun
lebih beroperasi dan diduga kuat mencemari Danau Toba lewat limbahnya.
Beban daya tampung berdasarkan
metode penghitungan yang diatur dalam Permen Lingkungan Hidup Nomor 28/2009
tentang daya tampung beban pencemar iar danau atau waduk harus dikurangi sebesar
43 persen untuk kawasan DTA dan 44 persen dari sektor budi daya perikanan.
Dikonfirmasi terkait upaya yang
sudah dilakukan BLH Provsu terhadap tindakan pencemaran, Hidayati mengatakan
hal tersebut merupakan kewenangan pusat, mengingat Danau Toba sudah ditetapkan
menjadi Kawasan Strategis Nasional. Tambahnya lagi ,hal tersebut juga terkait
persoalan Penanaman Modal asing. “Ada regulasi yang kursus menghadapi
perusahaan PMA,”katanya
Terkait Raker antara komisi VII
DPR RI dan Kemen LH serta stake holder lainnya menyangkut perlindungan
kelestarian Danau Toba, dirinya merespon positif hal tersebut.
“Awalnya saya heran pasalnya
hingga saat ini belum ada baku mutu kerusakan lingkungan hidup tetapi kita
tunggu sajalah tim audit lingkungan hidup bekerja. Aktivitas PT GDS bukan
pencemaran tetapi pengrusakan. Sedangkan PT Allegrindo Nusantara masuk
pencemaran. Pencemaran itu berbeda dengan kerusakan, tetapi keduanya merupakan
tindakan melawan hukum dalam UU Perlindungan Lingkungan Hidup,”katanya.
Mengupayakan pengurangan beban
pencemaran air, BLH Provsu merekomendasikan untuk membangun suatu alat
pengolahan air limbah yakni tehnologi bioremediasi. Selain itu harus ada
pengendalian aktivitas budi daya ikan. Kedua hal tersebut ditunjang oleh
pengadaan kapal keruk sampah diskitar perairan. Serta implementasi Perda Provinsi
Sumut Nomor 1 tahun 1999 yakni penetapan 50-100 m dari bibir danau menjadi
kawasan lindung. ( Sumber : Sib Edisi 7 Oktober 2013 Hal 1/Asenk Lee Saragih).
0 Comments