Batarayani Damanik |
Wanita berdarah Indo – Australia ini tampak bersemangat ketika di
ajak berbicara tentang spiritualitas. Rambut nya yang berwarna pirang
keemasan tampak tergerai hingga bahu, terkadang di ikat ke atas agar
lebih semangat membahas tentang kearifan lokal dan ritual yang menjadi
sumber energi hidup sebuah etnik bangsa.
Penulis berkesempatan mengunjungi rumah nya di desa Canggu, Bali.
Tampak rumah sederhana berwarna kuning dengan latar belakang hamparan
sawah dengan aliran sungai kecil yang selalu terdengar gemericik membuat
penghuni atau siapa saja merasa sejuk dan teduh di dalam nya.
Cahaya
matahari sangat banyak masuk ke dalam rumah, aliran udara ada di mana
saja sehingga memiliki kesan bersih dan bebas, sangat menyatu dengan
alam. Belum lagi bila terdengar kicauan burung dan layang layang Bali
mengambang di langit, surga untuk istirahat melepaskan penat.
“Berkomunikasi dan bersahabat dengan alam menjadi salah satu bagian
dari perjalanan spiritual bertemu dengan Sang Pencipta” ujar nya. Maka,
ia menganjurkan generasi muda memulai kebiasaan kembali mandi di bawah
pancuran air alami yang ada di desa desa.
“Re-charge and Cleansing, air
dari pancuran alami mengandung energi melimpah yang dapat di serap
oleh tubuh. Jumlah dan serapan energy air ini telah diteliti, jauh lebih
besar energi yang di terima dibandingkan bila sesorang mandi melalui
air yang dialirkan pipa ledeng di perumahan ” tegas nya.
Dalam kesempatan lain, penulis mencoba melakukan “Re-charge and
Cleansing” tersebut bersama pemuda di mata air Bah Kayungan, Hapoltakan,
Pematang Raya – Simalungun. Kami duduk bersila dan merasakan air yang
jatuh terus menerus melalui kepala, sangat terasa besaran energi
mengalir tidak habis habisnya, napas tertahan satu dua, membuat megap
untuk menampung nya. Tapi setelah itu, badan kembali lebih kuat dan
segar.
“Mengapa energi sangat dibutuhkan ? Mind, Body and Soul membutuhkan
kesatuan yang selaras. Badan yang sehat dengan energi vitalitas tinggi
menjadi sumber bagi tumbuh kembang jiwa” jelas owner perusahaan di
bidang clothing tersebut.
Meski ia sudah tinggal di Bali selama 15 tahun, Batarayani Damanik
tidak pernah lupa dengan kampung halaman nya, di Sondi Raya, hanya
berjarak 5 km dari Pematang Raya, Ibukota Kab. Simalungun. Ia selalu
teringat masa kecilnya dengan bukit bukit yang menjadi tempat leluhur
di Gunung Huluan, mata air jernih dan alami di Bah Kayungan, serta rumah
adat leluhur Saragih Dasalak di Sopou Hapoltakan. Ibu nya, Leoni
Saragih Dasalak (70 tahun) berkebangsaan Australia sudah memperkenalkan
diri nya dengan tanah simalungun sejak dalam kandungan.
Pada masa itu, Leoni Saragih Dasalak sudah melakukan meditasi di
tempat leluhur Sopou Hapoltakan. Perjumpaan dengan leluhur yang disebut
dengan “Opung Guru” dalam meditasi membawa banyak pesan spiritualitas,
tentang sikap dan hakekat hidup simalungun. “Satu jalan yang tidak bisa
saya tempuh, ketika hendak memasuki ruang obat obatan yang di jaga oleh
orang yang paling saya benci. Saya tidak mau masuk ke dalam ruang itu.”
tambah Leoni. Sebuah ujian spiritualitas bagi nya.
Ayahnya, Almarhum Berlin Ratiman Damanik (putera kelima dari Tuan
Madjim Damanik, hasusuran dari Opung Sohadat – Sosiarmangula Damanik
Tomok) juga adalah adalah sosok yang kuat dalammenanamkan danmencintai
nilai nilai luhur simalungun.
Salah satu nya dengan memperlihatkan keyakinan “Na Si Opung
(leluhur)”, di mana setiap hendak mulai melakukan kegiatan dan bekerja
selalu menyapa “Na Si Opung” dalam hati, begitu keluar dari pintu rumah
sebagai tata cara penghormatan dan keselarasan.
“Jika kita hendak kembali menjalankan ritual simalungun seperti
dahulu, esensinya adalah ucapan terima kasih kepada alam, keseimbangan
intuisi batin sebagai upaya keselarasan dalam menjalankan kegiatan
sehari hari.” Ungkapnya. Hal itu tidak bersebrangan dengan keyakinan
agama sebagaimana banyak pandangan negatif yang diberikan orang selama
ini.
Kebiasaan “Maranggir” (mandi dengan jeruk purut) bagi orang
simalungun berdasarkan penelitian, sangat baik dan di anjurkan. Jeruk
purut merupakan antiseptic terbaik, meningkatkan daya immun bagi tubuh
jauh lebih berkhasiat dibandingkan pemberian Vitamin C dan Echinacea,
juga sangat baik untuk kesehatan kulit.
Batarayani Damanik kini mulai banyak melakukan pengkajian tentang
tradisi simalungun agar dapat d pahami dalam bahasa logika dan ilmu
pengetahuan serta aplikasi hidup sehari hari. Tujuannya agar kekayaan
dan kearifan lokal tidak ditinggalakn begitu saja sebab salah tafsir
atau salah arti, selalu dianggap sebagai kegaitan klenik atau mistik.
Selama seminggu, ia melakukan perjalanan ziarah spiritual di kampung
halaman, Simalungun. Penghormatan pertama pada makam orang tua, generasi
leluhur di atasnya, bahkan menyambangi leluhur Batak lain nya seperti
Pusuk Buhit – Danau Toba, Rumah Bolon Pematang Purba, Palas Sipitu Ruang
Ajinembah. Bersama spiritualis Bali, Batarayani melakukan gerakan
kesadaran budaya.
Mereka hendak memperlihatkan kekuatan tradisi
nusantara sebagai daya hidup bangsa. Generasi dan trend zaman lebih
banyak mengabaikan kekuatan tradisional yang seharus nya menjadi
penopang dan penyeimbang hidup. Semoga !(!Penulis : Sultan Saragih, bekerja di Kajian Budaya Rayantara)
0 Comments