Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Arist Merdeka Sirait: Menampar Murid Merupakan Pidana

Arist Merdeka Sirait
Arist Merdeka Sirait
SIMALUNGUN – Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait sangat menyayangkan tindakan Drs Muchson Power, Kepala MIS Yapiszuna Siantar, terhadap anak didiknya berinisial PP (9). Menurut Arist, menampar murid merupakan bentuk pidana kekerasan.

“Fungsi sekolah bukan untuk menghukum tetapi mengubah murid dari yang tidak baik menjadi baik. Oknum kepala sekolah dapat dikenakan pasal 54 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, kepada METRO, Selasa (11/3).

Arist Merdeka menjelaskan, berdasarkan ketentuan Pasal 54 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa setiap anak dalam lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan guru, pengelola sekolah atau teman-teman di sekolah yang bersangkutan.
Dia menjelaskan, tindakan seperti menampar muridnya sampai memar merupakan tindakan kekerasan fisik. Bahkan, mengusir anak untuk tidak melanjutkan sekolah juga merupakan tindak pidana kekerasan.

Dia mengatakan, jika keluarga menempuh jalur hukum, Komnas Perlindungan Anak sebagai lembaga independen di bidang perlindungan anak di Indonesia siap mengawal kasus tersebut.
“Ketika keluarga akan menempuh jalur hukum, maka pihak keluarga akan kita dampingi dan mengawal kasus ini,” tegas Arist Merdeka.

Sementara Kepala MIS Yapiszuna Drs Muchson Power saat ditemui METRO di kantornya, Selasa (11/3), enggan berkomentar banyak terkait laporan muridnya PP. “Tulis saja sesuai dengan yang kau tahu. Sudah kamu tulis penganiayaan, ya udah. Tidak ada penyelesaian,” ujar Muchson dengan nada tinggi.

Ketika ditanya kembali, selain menampar, ia juga menyuruh PP untuk mencari sekolah lain, Muchson lagi-lagi enggan berkomentar lebih jauh. “Gak tahu aku itu,” ujarnya singkat.

Lalu, apa tindakan yang akan dilakukan pihak sekolah dalam persoalan ini, Muchson menegaskan, tidak ada tindakan yang diambil. “Tidak ada tindakan. Tidak ada saya bantah, yang kau tahu buat saja,” kata Muchson ketus.

Sebagaimana diberitakan, seorang murid kelas II MIS Yapiszuna (setara SD) Kecamatan Siantar berinisial PP (9), mengaku dianiaya kepala sekolah karena tuduhan memalak (meminta paksa uang temannya).

Ketika hal ini dipertanyakan, kepala sekolah malah meminta orangtua korban membawa anaknya pulang dan mencari sekolah lain. “Sebagai orangtua, saya sangat menyesalkan sikap kepala sekolah tersebut,” kata M Setiawan, orangtua PP, saat ditemui METRO, Senin (10/3).

Korban berinisial PP, ketika diwawancarai mengaku tidak ada meminta paksa uang temannya. “Saya malah yang mengingatkan teman sebangkuku agar tidak melakukan hal itu tapi saya pula yang ditampar. Kedua kupingku dijewer pak kepala sekolah,” ujar PP polos.

Sebelumnya, seorang Guru SD Negeri 098145 Karang Sari, Kecamatan Gunung Maligas, Simalungun, juga dilaporkan memukul 32 murid kelas III dan beberapa diantaranya mengalami luka.
Salah seorang murid berinisial AA (9) menceritakan, pemukulan terjadi saat jam pelajaran IPS. Saat itu, mereka mengaku ribut di kelas. Tiba-tiba guru kelas masuk dan langsung mengambil bambu sepanjang sekitar 30 centimeter kemudian memukuli para murid.

“Ada pakunya Om, makanya sampai luka kepalaku. Kami dipukul semua, waktu itu ada 32 orang kawanku,” katanya kepada METRO, Selasa (25/2). Adalah Hotmaria Saragih SPd, guru kelas yang disebut para muridnya telah melakukan pemukulan.

Langgar Kode Etik Guru

Menurut sumber METRO, dalam melaksanakan tugas, para Guru harus berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”.

Menurut ajaran Ki Hadjar Dewantara, ing ngarso sung tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang–orang di sekitarnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan.

Ing Madyo Mbangun Karso, adalah seseorang di tengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Karena itu seseorang juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi di lingkungannya dengan menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk keamanan dan kenyamanan.

Demikian pula dengan kata Tut Wuri Handayani, yang artinya seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh orang–orang di sekitar kita menumbuhkan motivasi dan semangat.

Jadi, secara tersirat Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani berarti figur seseorang yang baik adalah disamping menjadi suri tauladan atau panutan, tetapi juga harus mampu menggugah semangat dan memberikan dorongan moral dari belakang agar orang–orang di sekitarnya dapat merasa situasi yang baik dan bersahabat.

Nah, maka dalam menjalankan tugas-tugasnya, guru harus professional sebagaimana amanah Kode Etik Guru di Indonesia. Pada pasal 6 dijelaskan, dalam poin (1), diatur hubungan guru dengan peserta didik: Disebutkan, guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas didik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Guru juga harus mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.

Kemudian, guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.

Nah, kalau ada guru yang melanggar kode etik, maka akan ada sanksi. Dalam pasal 8, poin (2) disebutkan, Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Kemudian mengenai pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam pasal 9 poin (1), hal itu merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia. (rah/dro)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments