Info Terkini

10/recent/ticker-posts

BAGAIMANA ALM TARALAMSYAH TERBENTUK MENJADI MUSISI?

Taralamsyah bersama Istri. Dok Simon Saragih

* Di Usia 15 Tahun Sudah Bisa Menotasi Musik-Musik Simalungun Lawas
... Dari generasinya dan dari lingkungannya, Taralamsyah adalah satu-satunya yang paling profesional dan konsisten melanjutkan bakat alamiah yang terus diasah dan dilatih. Dia adalah musisi dan budayawan yang paling memahami bakat dan profesinya
.
Sembari bermusik para anak-anak raja juga diajari soal kebudayaan, adat istiadat serta tata karma. Ini karena seni musik yang mereka kuasai bukan saja bertujuan sebagai hiburan tetapi merupakan simbol tentang banyak hal, terutama pranata di kerajaan.

Periode pertama pembentukan dirinya menjadi musisi berlangsung selama periode 1926 – 1930. Dia usia delapan tahun Taralamsyah sudah dicekoki musik, khususnya “manggual”. Ini adalah istilah untuk memukul gendang dalam bahasa Simalungun.

Ketukan, nada, gendang beserta gong dikombinasikan dengan serunai (sarune) menjadi santapan setiap hari. Karena terus menerus dilatih soal hal serupa mungkin para anak raja akan merasa bosan dan jenuh. Ini karena jumlah musik gonrang tidak banyak.

Menurut Taralamsyah sendiri sebelum revolusi sosial 1946 hanya ada sekitar 200 seni musik untuk jenis hiburan, sakral dan lagu rakyat. Belajar hal yang sama selama empat tahun atau selama kurang lebih 1.500 hari membuat Taralamsyah sangat paham semua jenis hiburan itu termasuk pola ketukan dan nada gonrang.
Diajari sejak usia muda membuat Taralamsyah hafal luar kepala semuanya tentang musik gonrang. “Semua ada di sini,” kata Taralamsyah menunjuk kepalanya tentang seni budaya masa lampau Simalungun. Hal itu dia utarakan ketika ada seruan putranya tentang cara merestorasi semua arsip seni musik Simalungun yang telah hangus terbakar.

Di usia delapan hingga dua belas tahun itu Taralamsyah juga diajari tentang makna dan fungsi setiap musik gonrang. Taralamsyah ibaratnya hanya mirip dengan minum air putih jika setiap kali dia diminta memainkan musik gonrang. Baginya, juga seperti minum air dingin saja ketika diminta memberi pemahaman soal musik gonrang.

Daya ingatnya sangat kuat. Mungkin ini diperkuat dengan daya intelektualnya yang dikategorikan sebagai jenius oleh keponakannya, Djawasmen Purba. “Dalam pandangan saya dia seorang jeniusnya di dunia musik,” kata Djawasmen yang berusia 79 tahun pada Januari 2014.

Beranjak remaja dunia musik terus menarik minatnya. Bisa dikatakan dia telah mematrikan cita-citanya pada musik dan seni budaya. Pada periode 1930-1933 Taralamsyah melanjutkan pelajaran musik dengan mempelajari not-not dan biola. Gurunya adalah abangnya sendiri, Jan Kaduk.

Kepiawaiannya kembali dia perlihatkan. Selama periode ini, menurut Taralamsyah sendiri dalam riwayatnya, dia telah menotasi lagu-lagu dan musik gonrang. Dari nada yang dia dengar, Taralamsyah langsung bisa melakukan notasi termasuk solmisasi. Bayangkan saja, hal seperti ini sudah bisa dia lakukan di usia 15 tahun.

Latihan notasi inilah yang kemudian turut membentuknya menjadi komponis dan pencipta lagu. Latihan padanya yang diberikan Jan Kaduk untuk menotasi musik-musik Simalungun telah melatih dirinya menjadi seorang pelamun tentang lagu, yang kemudian menerjemahkannya menjadi melodi dengan not.
Melodi-melodi yang tercipta dan kemudian dia notasikan dilengkapi dengan penulisan lirik-lirik.

Tradisi di kerajaan terkait seni musik dan budaya, tidak hanya mengajarkan tentang musik dan instrumen. Taralamsyah juga diajari soal kosa kata Simalungun. Lebih dari itu, kerajaan juga memiliki kebiasaan untuk mengekspresikan sesuatu lewat peribahasa, ungkapan, serta pantun.

Simalungun juga memiliki hal serupa itu, termasuk yang disebut sebagai “umpasa”, semacam pantun. Pelajaran dan pelatihan tentang “umpasa” membuat Taralamnsyah memiliki perbendaharaan kata dan kalimat yang membuatnya paham menempatkan lirik lagu sesuai melodi yang tercipta.

Kata-kata dan kalimat-kalimat dalam setiap acara adat di kerajaan memiliki strata tinggi dengan bunyi dan makna yang luhur. Dari sini berkembang sendiri pemahaman dan kemampuan Taralamsyah menyusun lirik-lirik lagu yang tergolong maju pada zamannya. Bahkan hingga kini lirik-lirik lagunya tetap dirasakan meresap dan memesona.

Jadilah Taralamsyah sebagai seorang yang tidak saja piawai soal melodi musik, tetapi juga membuatnya sebagai musisi yang dikagumi karena kalimat-kalimat yang enak dibaca dalam setiap syair lagunya.

Dalam perjalanan karirnya di zaman itu musik gonrang sedang jaya-jayanya. Karena itu Taralamsyah juga tetap tampil sebagai pemain music gonrang dalam acara kerajaan. “Saya ikut terlibat sebagai pemain dan menyaksikan sendiri acara penobatan raja yang tak lepas dari iringan musik gonrang,” kata Taralamsyah.

Di usia 15 tahun dia tidak saja paham musik gonrang tetapi juga musik-musik biasa. Dia tahap ini dia tidak saja bisa “manggual” tetapi juga memainkan aneka jenis instrumen musik serta sudah mulai menggubah lagu.

Kehebatannya di segala aspek musik dan budaya membuat Taralamsyah terus mengasah pengalaman. Kemudian dia beranjak lebih lanjut dan mencoba menjadikan musik sebagai jalur hidup untuk mendukung penghasilan.

Taralamsyah sendiri menuliskan bahwa periode 1934 – 1936 dia telah membentuk kumpulan seni musik modern. Di samping itu dia juga melakoni drama musikal. Dia sekaligus membentuk tim musik sendiri. Saat ini tak ubahnya dia sudah seperti pemusik belia di usia yang sangat muda, yakni pada usia enam belas tahun.

Kemudian Taralamsyah beranjak menjadi pelatih musik. Ini dia lakukan di samping mengelola sebuah grup musik untuk sarana pertunjukan, dengan mengambil nama Siantar Hawaian Band.(Simon Saragih)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments