Info Terkini

10/recent/ticker-posts

KOMENTAR PARA PENYANYI NA LAINGAN

Marienta Saragih

• Kerinduan Pada Masa Lalu Membuat Personel Menangis
Baru saja beberapa menit berbicara air matanya menetes. Mengapa? Marienta terbawa nostalgia masa lalu. Nama lengkapnya Marienta Saragih kelahiran 1941. Dia salah seorang penyanyi Na Laingan dan sengaja ditemui di rumahnya di Sondi Raya.

Menangis karena dilupakan atau ada alasan lain? “Ingin rasanya kembali tampil seperti masa lalu tetapi sudah tidak mungkin. Non ma goluh, ai ma. Iluh malas ni uhur do ai, seng dong dia-dia, biasa do ai. Halani malas ni uhur pe boi do roh iluh,” kata Marienta.

Dia pun bercerita tentang kebesaran Na Laingan, orkes Simalungun yang sangat terkenal pada zamannya. Disambut meriah, pergi ke berbagai kota di Sumut, tampil di hajatan orang-orang besar dan keramaian umum. Ke rumah Jamin Ginting, tokoh masa lalu yang terkenal dari suku Karo, juga mereka pergi karena diundang.

Banyak orkes tetapi tidak semua mendapatkan antusiasme luar biasa, yang mengharukan para personel Na Laingan hingga sekarang. Itulah buah karya Na Laingan yang unik, berkualitas dan menghibur hingga terkenang-kenang. “Jika kami hendak tampil di panggung, para penonton sudah menyambut dengan tepuk tangan yang sangat meriah,” katanya.

Jika mereka berhenti sejenak karena jeda, penonton tidak sabaran. “Sambung, sambung,” demikian massa menuntut mereka untuk terus menghibur dan menghibur dari panggung.

Marienta sejak SD sudah memperlihatkan bakat besar sebagai penyanyi. Karena merupakan warga biasa dan kurang mampu Marienta tidak bersekolah lebih lanjut. Karena itu sejak lulus SD dia pergi ke Medan dan tinggal di rumah kakaknya.

Di usia remajanya kebetulan Na Laingan berdiri. Orkses ini butuh penyanyi handal. Tak pelak lagi Marienta diingat. Dia dipanggil sebagai personel Na Laingan sebagai penyanyi utama. Kebetulan dia juga merupakan bagian dari keluarganya Djawalim, pimpinan orkses Na Laingan dan juga bagian dari keluarga Menna Purba Sigumonrong, istri Djawalim yang juga penyanyi nada kedua di Na Laingan.

Kualitas suara, bakat besar dan latihan disiplin kuat kaliber Taralamsyah membuat orkes ini selalu tampil prima. Marienta tidak luput bercerita soal Taralamsyah. Hampir semua lagu-lagu yang dibawakan Na Laingan merupakan buah tangan Taralamsyah. “Memang hebat kok Taralamsyah. Dia membuat segalanya menjadi mudah dan mungkin.”

Contoh, Taralamsyah menyusun not untuk setiap lagu. Dan untuk setiap lagu dia susun sendiri not untuk nada satu, nada dua dan nada ketiga. “Jadi dengan demikian kami para penyanyi dibuat mudah saat berlatih, yang kadang berlangsung sampai larut malam.”

Taralamsyah juga menjadi pelatih tari, pengatur musik sehingga Na Laingan tampil lengkap, bukan hanya dengan vokal. “Orang juga sangat baik,” kata Marienta tentang Taralamsyah.

Taralamsyah juga bekerja tanpa pamrih. Pahit katanya, Taralamsyah tidak melulu memikirkan uang dari hasil honor. Taralamsyah bekerja bukan demi honor tetapi demi pengembangan Simalungun itu sendiri. Hal seperti inilah yang membuat Na Laingan menjadi besar dan kukuh.

Ada orkes lain yang juga eksis di Medan saat Na Laingan muncul. Akan tetapi Na Laingan adalah kelompok yang paling terkenal. Kehadiran mereka dan kualitas mereka membuat nama orkes lain seperti tampil dalam bayang-bayang Na Laingan.

Hingga di hari tuanya, rekan seusia Marienta pun masih mengingatnya. “Saya masih suka disapa karena masih ada yang mengingat ketenaran masa lalu Na Laingan,” kata Marienta yang tampil bersahaja. Nada bicaranya memperlihatkan dia adalah orang yang kalem, tenang, dan relatif rendah hati.

Bukti kebesaran Na Laingan merembet hingga urusan asmara tetapi ini juga didorong keharuman dan ketenaran Na Laingan. Marienta adalah perempuan idola di mata penggemarnya. Dia adalah seorang diva di Sumut saat itu. Suaranya yang merdu bak buluh perindu membuatnya dikejar-kejar para pria. Ini merupakan efek ketenarannya yang membuat banyak pria ingin menjadi suaminya.

“Saya pernah mendapatkan lemparan batu ukuran kecil dari para penonton pria. Serasa mereka ingin memberi sinyal asmara pada saya. Seolah-olah mereka tidak ingin saya tampil sebagai penyanyi tetapi ingin hanya bersama saya,” kata Marienta sembari tersenyum mengenang masa lalunya.

“Hingga pernah, setelah saya bersuami pun masih ada yang mengejar hingga saya sangat ketakutan dan tentu saja saya menolak itu semua,” katanya.

Itulah bagian dari pengalamannya sebagai penyanyi dari sebuah grup musik terkenal Simalungun di masa lalu. Na Laingan di zaman dulu benar-benar menjadi ikon musik lintas suku. Mereka para personilnya menjadi idola bagi banyak orang.

Bagaimana pandangannya dengan musik Simalungun sekarang? Satu dua lagu masih terbilang yahud dan indah. Selebihnya lagu-lagu Simalungun sudah limbung dan tanpa arah lagi. “Jujur, saya tidak senang dengan lagu-lagu Simalungun kebanyakan sekarang ini. Pada umumnya lagu-lagu itu sudah meninggalkan kekhasan inggou yang menjadi warna utama Simnalungun.”

“Sekarang banyak lagu Simalungun yang sudah dibawakan secara dangdut. Tidak sreg lagi telinga saya mendengarnya. Namun ya begitulah, zaman telah berubah dan rasanya sudah susah membawa lagu-lagu Simalungun ke akar aslinya seperti sedia kala saat Na Laingan Berjaya,” kata Marienta.(Simon Saragih)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments