Info Terkini

10/recent/ticker-posts

MERAJUT KESADARAN SIMALUNGUN









* Ekstraksi Wawancara
Beruntung saya berkesempatan menemui banyak orang Simalungun, eks ningrat maupun non-ningrat dalam rangka penulisan buku ini. Ratusan atau mungkin ribuan Simalungun telah maju. Belum termasuk daftar pembayar pajak terbesar tetapi berada di atas rata-rata pendapatan per kapita Indonesia.
Semua ningrat yang saya temui mapan.

Juga pengalaman 25 tahun wartawan membuat saya bertemu banyak Simalungun non-ningrat yang juga lumayan. Mereka bangkit dari nol sama seperti para keluarga ningrat yang juga bangkit dari nol.
Simalungun ini ada dimana-mana, pejabat, swasta. Profesi pun beraneka ragam. Ahli teologia Katolik, Protestan hingga Islam pun ada. Luar biasalah Simalungun ini.

Saya berkesimpulan, sumber daya Simalungun benar-benar di atas memadai. Mungkin tidak sehebat Minang, Karo atau Toba tetapi Simalungun itu berjaya dan besar. Simalungun itu tidak bisa diabaikan. Simalungun sebuah kekuatan besar.

Lalu bisakah Simalungun memperkuat diri? Bisa bahkan sangat bisa. Jika mau, sangat bisa.
Lalu bagaimana merajutnya? Sejujurnya, masih agak susah. Mungkin bisa dikatakan, masih panjang jalan bagi Simalungun untuk eksis dengan kekuatan sinergi walau dia punya dan mampu jika mau.
Lalu apa letak sulitnya?

Ekstraksi dari wawancara saya.
1. Satya Girsang (Medan): Anggo domma adong na bayak otik, lang be idingat asal ni. Dia memberi saya contoh nama, yang tidak usah disebutkan di sini.

2. Lenny Girsang:
A. Kurang menghargai sejarah - Contoh, Kerajaan saja kita seolah-olah ingin memupusnya walau dia sudah tinggal sejarah. Ini terjadi, walau segelintir tetap ingat sejarah.
B. Kurang menghargai karya orang - Contoh, jika ada orang sukses, kadang muncul kalimat, "si anu ai, parjuma hinan do ai".
C. Ada apatisme atau katakanlah sikap tak mau menerima kelebihan orang. Contoh, sonon do dalan ni ai ase maju ai...
D. Keakuan yang kuat (ego) - Aku Simalungun tapi nanti dulu jika harus terlibat haroan bolon bolon Simalungun. Aku SImalungun tetapi, nasiam ma lah lobei, tonggo ma han au.
Catatan saya pribadi soal nomor 2 ini: Loja ma ho mangurusi Simalungun i?
Reaksi saya: Saya tidak loja, dan saya tidak merasa rugi. Saya berprinsip, saya Simalungun. Hal yang saya lakukan ini memang tidak ada apa-apanya tetapi saya akan tetap lakukan dan saya beroleh senang soal ini.

3. Prof Boas: Ada kecurigaan sesama. Ini masih ada, seolah-olah zaman lampau dengan kecurigaan tinggi masih melekat. Bisa kita bantah pernyataan ini tetapi ahap seperti ini masih eksis.

4. Rubuhnya fondasi yang harus dibangun lagi akibat revolusi sosial. Ini tidak bisa diabaikan, soal ampak revolusi sosial ini. Elite, jago tor-tor, gonrangm, budaya adalah kaum ningrat. Semuanya mendadak nihil bahkan yang masih bertahan pun ada yang menghilangkan identitas karena ketakutan

5. No Passion. Kurang ada hasrat, antusiasme. Hasrat membuat pekerjaan terasa menyenangkan. Aku punya passion soal penulisan buku ini. Perlu passion yang mewabah bagi Simalungun. Passion ini bagusnya tidak sebbatas "words"tetapi menuntut pengorbanan hingga tingkat tertentu sesuai kemampuan kita.

6. "Mata sada-sada" - Istilah DR CB. Ketika ada satu yang mau, dia hanya dibiarkan mau tetapi kemauannya tidak didukung nyata. Ini terjadi dari waktu ke waktu. Muncullah fenomena mate sada-sada.
Saya pribadi memiliki kesimpulan, masih panjang jalan menuju Simalungun yang benar-benar menyadari kekuatannya.

Lalu bagaimana memulai?
1. Harus ada tokoh heroik Simalungun yang konstan memikirkan Simalungun. Keteladanan almarhum Birjen Marjan TS Saragih adalah yang dikenang dan layak ditiru.
Tokoh-tokoh Simalungun yang ada sebenarnya layak dari segi kekuatan ekonomi dan pamor pribadi. Namun elite Simalungun yang layak ini sibuk masih pada aktualisasi diri yang lain, pada profesinya, belum mengarah pada aktualisasi demi komunitasnya. Aktualisasi masih sebatas pada kepuasan diri. Mungkin tahapan aktualisasi diri bisa diperluas lagi.

Catatan: Ada yang heroik, bahkan jibaku seperti Sultan Saragih dengan semangat soal peninggalan artefak Simalungun. Namun orang seperti ini dibiarkan sendiri dan hanya sekadar dikagum belum level dukungan nyata. Terjadi pola "free rider".

2. Harus ada organisasi yang representatif. Apakah Partua Maujana Simalungun (PMS) bisa? Saya tidak tahu. Ada pelesetan almarhum Bill Saragih pada PMS ini, yang tidak enak dituliskan di sini tetapi kalau mau tahu, bioleh inbox saya jika penasaran.

3. Harus ada yang konstan dengan kesadaran konstan untuk terus mengingatkan soal SImalungun (pesan DR Cosma Batrubara).
Opini pribadi:

- Pemangku organisasi wajib merangkul, rendah hati, siap capek, dan menerima siapa saja apa adanya. Contoh, lihatlah Simalungun apa adanya, bukan karena status sosial ekonominya. Melihat sesama SImalungun dari status sosial ekonominya, masih merupakan gejala umum.
Lihatlah keturunan para ningrat sekarang sebagai kerabat, bukan terus terbawa suasana lama.

Lihatlah Simalungun kaya dan juga papa, karena dia adalah sama-sama Simalungun. Jangan remehkan Simalungun papa, karena dunia ini 24 jam berputar konstan. Papa bisa menjadi kaya. Pupuk dan bina relasi sejak dia papa, hingga emosinya terikat kuat pada Simalungun ketika si papa jadi si kaya.
Mungkin benar kata Probosutedjo, yakni berlaku istilah "Mikul dhuwur". Atau "Situnjang nagadap, sitogu na tindang". Ini sebaiknya dihindari.

Itulah sekelumit pengamatan saya pribadi. Namun optimiskah kita soal Simalungun? Saya pribadi optimis. Dari semua yang saya wawancarai, tidak ada yang menolak kebersamaan SImalungun.

Aku melihat celah walau baru setitik. Panitia konser merupakan salah satu harapan saya akan Simalungun, walau masih harus dibuktikan. Belum teruji, tetapi saya melihat antusiasme para anggota panitia. Diharapkan hal seperti ini semakin menguat dan semakin menyebar. Ada Pardomuan Purba, ada Rossa Annie Osda Sinaga dan lainnya.
Sonaima...(Simon Saragih)


  • Simon Saragih Sejujurnya, saya bisa membuatkan komparasi antara pelaksanaan opera Sisingamangaraja XII dan Pembuatan Buku Oppung Dolok dengan penyusunan Buku Taralamsyah.

    A. Opera Sisingamangaraja XII oleh SMA Seminari. Hampir semua alumnus Seminari bahu membahu wa
    lau beda kota. Group FB Sisingamaradja dan BBM Group Sisingamangaraja aktif. Ada kebersamaan yang kuat. Ini didorong ikatan alumnus SMA Seminari Siantar, dimana saya salah satu alumnusnya. Uang, waktu, tenaga, berdatangan. Di event ini, ada Sultan Saragih dan ada Arie Saragih, walau tokohnya adalah Sisingamangaraja XII.

    B. Pembuatan Buku Oppung Dolok (Elpidius Van DUijnhoven). Ada 61 stasi gereja Katolik Paroki Saribudolok. Hampir setiap sudut stasi memasok saya bahan tulisan, dari Islam, GKPS, apalagi Katolik itu sendiri. Ada peran umat Toba, Karo, apalagi Simalungun itu sendiri. Di sini ada Nikolas Saragih Munthe, Andersius Ginting yang paling menonjol. Mereka memungkinkan semua ini terwujud.

    Bagaimana dengan Buku Taralamsyah?
    1. Luar biasa juga walau saya rasakan tidak atau belum seantusias opera atau buku Oppung Dolok. Sejauh ini, saya tidak menemukan kesulitan memang walau harus saya katakan, antusiasme tidak seluar biasa dua di atas.

    Akan tetapi, saya terdorong kuat oleh Tulang Sarmedi Purba, Lawei Enrond Damanik, Tulang Setia Darmawan Purba, Jaya Purba (Gunung), Henry Leonard. Ada James yang sudah ke Jambi dan ke Siantar.

    Bagi saya, ini sudah modal awal yang kuat dan juga pertanda Simalungun itu bisa dan sangat bisa. Ada Rikardson Jutamardi, Ada Darman Purba, John E Saragih, ada nanggi Menna Saragih Boru Purba, Arthy Domuriani. Ada Normasyah, Masniari, Bang Edy Taralamsyah Saragih Garingging. Ada Lawei Edwin, David Ezhar. Ada Lawei Frans Purba yang rutin memberi masukan.

    Ini sudah luar biasa. Serius, luar biasa dan ini memberi saya peluru semangat untuk menulis. AKu optimis. Saya berkesimpulan, Simalungun itu bisa kok.

  • Simon Saragih Ha ha ha.. Mekkel sandiri au, lalap jamjamon au

  • Erond L Damanik Palimg tidak....upaya menulis buku akan diingat orang dari generasi ke generasi. Bravo....

  • Purba Simalungun Domma i dilo dilo tulang SS on ganupan da..... Etah etah... We have to build Simalungun na bayu....

  • Rikanson Jutamardi Purba "Kipas" ham ma torus, Ompung SS!

  • Simon Saragih "Kipas" , tottu maksud ni mambahen dear do kan? Au das biar da ambia, go na lahoi mambahen parbadaan da. He he he.

    Han SD nari sampe sonari, lang ongga au marbada. He he he

  • Rikanson Jutamardi Purba Ai ma ge, Pung! "Kipas" mambaen dear. Sikap songon na ibaen ham on maningon torus igelorahon. Sipata, ra do songon na "kesepian" (main sendiri, kurang kebersamaan) diri marsimalungun, tapi memang domma jadi smcm takdir ai, ai goranni pe Simalungun (lungun = sepi). Gas hita ma toyus, suyuk..., suyuk...! Jadi taringat au tingki manawar becak, ai sonon nini parbecak ai: "Boleh Bang segitu ongkosnya, tapi nggak pake rem. Gimana...?" Bois....!

  • Simon Saragih Au da ambia, memang pas ma hatamai da ambiaku. Lungunan do au halani sahalak au Simalungun i kantor.

    Lungunan do au halani sahalak au Simalungun hela ni SImatuaku.


    Lungunan do au, halani sahalak au hassa i kompleks hon. Uttung adong sada Garingging.

    Naipe, doding pakon inggou Simalungun ai, untung ma adong ai. Niputor ma lalap inggou ai, mambahen siholan diri tong mulak bani SImalungun na loppou jenges...
  • Dori Alam Girsang dah saatnya kita begerak, udah jemu dengan sikap2 simalungun yg tertulis diatas, hampir2 saja aku ndak suka lagi membahas simalungun, karena cintanya sama simalungun, membut web simalungunonline.com ku pala2i, aku berharap besar kala itu ada org2 simalungun yg mau ikut sumbang artikel atw apalah demi berkembangnya web tsb, ternyata tak banyak, sekarang aku biarkan mangkrak, engga ada tim di daerah, ndak ada apa2, kerja sendiri rasa2nya tak memungkinkan,yg memungkinkan adalah membiarkannya mangkrak begitu saja...sekiranya ini bisa menjadi momentum, dan saya liat Lawei sudah pas memasukan org2 ke grup ini...sudah cukup ini sja, makin banyak pun nanti makin marsamburetan

  • Simon Petrus Saragih Dori Alam Girsang: Aku rasakan jeritanmu. Kalau boleh aku sebutkan, ada kesalahan asumsi dalam diri Dori ketika memulai sesuatu soal komunitas. Mungkin ada asumsi, seolah-olah semua otomatis akan datang. Dalam hal ini antusiasme.

    Tidak akan otomatis d
    atang, Lawei. Nah, saat tak datang di situlah kekecewaan datang. Kalau saya, kupegang asumsi, seolah-olah ini adalah tugas pribadi, walau berharap akan ada orang datang.

    Jadi kalau datang dukungan ya syukur, ngak ya syukur.

    SOnai do ambia. He he he.

    ETa, eta lanjuthon hita ma da

  • Erond L Damanik Setuju. Anggap saja tugas pribadi...siapa yg datang membantu kita terima. Kalauoun tidak....ya silahkan sajs. Jd...kuta tidak terbeban....

  • Simon Petrus Saragih Tapi nean, pasti do roh. Lang ragu au ai. Alani buku bapa Alm Taralamsyah on ge, jadi nitandaan ma buei halak Simalungun han Sabang das hu Merauke. Nitandaan ma homa ge Lawei Erond L Damanik. Ha ha ha ha

  • Erond L Damanik Hehehe....ham nian lawei

  • Simon Petrus Saragih Jiah, anggo lang halani buku on, idia nitandaan ham Lawei. Nitandaan ma homa Kak Normasyah, Medan Merindal. Jadi hubotoh homa adong Medan Merindal. He he

  • Simon Petrus Saragih Han buku on ma lambin tambah pamotohku, buei do hape ni Simalungun na pistar. Tongon, lang sihata-hata ai da Lawei

  • Erond L Damanik Ya memang lawei....paling tidak domma buei orsim jd profesor dan doktor.....

  • Dori Alam Girsang luar bias...mari kita lanjutkan


Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments