Info Terkini

10/recent/ticker-posts

ILUH SARAGIH SOAL SARAGIH RAS PART VII

Inilah Aramging Elias Saragih Ras.
Saya percaya dengan grup tercinta ini. Jika bisa jangan didonlot karena belum seizin Bang Iluh. Biarlah pajangan foto ini untuk kita saja dulu. Jika nanti sudah diizinkan, saya akan kasih foto yang lain lagi.
Anak saya pernah menyampaikan pada saya tulisan di internet soal bapak saya. Sampai saya dibelikan rokok agar tenang membaca sambil ngebul. Setelah saya baca saya balik bertanya. Bagaimana perasaanmu?

"Tidak apa-apa, biasa saja." Demikian anaknya menjawab.

Biasa bagaimana? Persepsi yang muncul adalah, keadaan alam telah membawa sejarah yang demikian. Itu dipersepsikan sebagai alur sejarah yang dengan sendirinya terjadi berdasarkan kausalitas. Intinya, perbaikan tatanan pemerintahan adalah sesuatu yang akan terjadi secara alamiah jika tatanan itu tidak pas lagi dan tidak mengena seiring dengan terjadinya pergantian zaman.

Meski demikian, ada nuansa kekejaman di balik revos, apapun alasannya. Paling tidak, demikian ditangkap segelintir orang, yang menilai hal itu sebaiknya tidak terjadi. Bisa saja sebagian menganggap itu keadaan alam yang tak terhindarkan tetapi sebagian lagi pasti tidak bisa menerimanya.

Keluarga ini tidak menepis sudut pandang yang demikian. Kelyarga ini menerima berbagai sudut pandang. Namun demikian keluarga sedikit terpana bahkan mungkin terkaget-kaget. Bagaimana bisa revsos itu seolah-olah ulah Saragih Ras semata?

Mereka menantikan cerita-cerita pendukung, obyektif dan tak emosional, serta tidak berdasarkan aneka kaca mata, yang intinya melulu membuat Saragih Ras terdakwa inti secara sosial, walau tak ada putusan hukum yang eksis memvonisnya terkait revsos.

Tinggallah keluarga ini hidup dengan kenyataan seperti itu, seperti terdakwa tunggal abadi dan tanpa ujung seperti sekarang. Kenyataan seperti ini menjadi bagian hidup, yang mau tak mau sudah terasa dalam kehidupan mereka.

Namun disayangkan, tidak ada cerita pembanding, apalagi counter termasuk dari Brigjen Marjan Saraggih yang sudah almarhum. Tidak ada juga cerita dari Lorimba yang sudah almarhum. Tidak ada satupun cerita dari para dedengkot BHL yang lain.


* AE Saragih Ras Punya Diari Lengkap. Fotonya pun Ada.

Ketika saya mendatangi langsung rumah Bang Iluh Saragih Ras di Perumnas Siantar, saya sengaja membawa anak istri. Ini untuk menunjukkan sisi kekeluargaan di balik kedatangan saya. Dan memang saya datang atas keinginan informal Simalungun. Begitu dalam benak saya.

Ini relatif berhasil sebagai pertemuan pertama walau Bang Iluh terkesan mencurigai. Ini terbaca dari kalimat, "Entah siapa pun kau ini yang sekarang datang ini, saya siap bicara. Pegangan saya, tidak mungkin ada yang berniat mengurai hal pelik jika tidak didasari niat yang baik."

Pernah ada wartawan yang datang kepadana tetapi ditolak. Alasannya, tidak pada momentum yang tepat. Mengapa? Tidak dijelaskan lebih jauh.

Ini saya jawab langsung dengan mengutarakan siapa saya secara apa adanya.
Akan tetapi saya memakain pendekatan primordialisme. "Saya katakan, saya eks Seminari dan dulu calon Pastor." He he he he.

Saya katakan bahwa Pastor Paroki mereka adalah Pastor Fridolin Simanjorang, Paroki Batu Lima, Siantar.

Lalu dia katakan bahwa dua putranya pernah juga bersekolah di Seminari. Lalu saya minta Bang Iluh ini menelepon dua putranya, bahwa mereka pasti kenal dengan saya.

Lalu diteleponlah salah satu putranya, bahwa dia sedang bersama saya. Lalu nada pembicaraan mereka bernada positif dan menjelaskan siapa saya.

Jadilah pertemuan tiga hari kemudian seperti saudara, lepas dari ketidaksukaan saya soal tragedi Revsos dan lepas dari siapa pelakunya.

Berkembang ke suasana enak, Bang Iluh menjanjikan akan membawakan diari atau catatan lengkap Saragih Ras saat dia berkunjung ke Jakarta Oktober - November mendatang.

Saya akan menjadi supir pribadi Abang ini selama dia di Jakarta. Kedatangannya adalah untuk menghadiri perkawinan keluarga dari Gempar Turnip, yang sudah almarhum.

Gempar Turnip ini adalah Abang kandungnya yang lahir pada 1946, saat Simalungun sedang gempar.

Hanya dua mereka putra lelaki Saragih Ras, satu lagi yakni Bang Iluh Saragih.
"Hubaen pe goranmu Iluh Bakti Alam amang, alani dalam keadaan tariluh-iluh do au dalam berjuang sesuai perintah alam. Saya berbakti atas keadaan alam," demikian salah satu catatan harian Saragih Ras.

Di dalam catatan harian ini, lengkap terurai peran Soekarno, yang kemudian telah membuatnya seperti diperdaya.
Semoga semuanya lancar adanya.

ILUH SARAGIH SOAL SARAGIH RAS PART IX
 
* Soal Rekonsiliasi
Saya menjemput Bang Iluh Saragih di depan "Kedai Sedap" Jalan Soetomo Pematang Siantar, 6 Juli. Tempat wawancara belum ditentukan tetapi saya terus berjalan. Sengaja saya ambil rute ke Jalan Sudirman karena saya berniat membawa abang ini makan siang di sebuah restoran di Jalan Kolonel Simbolon.

Di Jalan Sudirman itu, ada kedai milik Tuan Kamen, keturunan Raja Pane. Saya memiliki sebuah niat, bagaimana jika keduanya bertemu di kedai itu. "Ra do ham i kode an hita mangan, Mang?"

"Jangan, kita berdua saja dulu. Saya tidak ada masalah dengan dia tetapi saya mau fokus bercerita."

Setelah di restoran itu, mengucurlah semua kisah yang telah ditulis sebelumnya.
Lalu balik ke niat mempertemukan keluarga yang telah dipecah oleh kisah revsos. "Saya tidak masalah," kata Iluh.

Hanya saja, biasakah suasana cair? Bisakah terjadi perbincangan tanpa suasana emosi, apalagi kemudian saling tuding dan saling menyalahkan?

"Masalahnya kan, saya punya pendapat dan orang lain juga bisa punya pendapat. Nah, jika terjadi argumentasi dan lebih jauh jika terjadi emosi dan sikap membenarkan sisi sendiri, itulah yang saya jaga."

Lalu bagaimana selama ini Bang? Abang kan Tondong dari keturunan Raja Pane? Tuan Kamen adalah boru ni Turnip.

"Ya selama ini tidak ada saling undang jika ada pesta. Saya tidak diundang dan saya pun tidak mengundang."

Lalu bagaimana biar terjadi pertemuan?
Ya kembali ke itu tadi. Bisakah saling menerima dan tanpa emosi?
Jika bisa, Abang siap? "Saya siap saja."

ILUH SARAGIH SOAL SARAGIH RAS PART VII

Anak saya pernah menyampaikan pada saya tulisan di internet soal bapak saya. Sampai saya dibelikan rokok agar tenang membaca sambil ngebul. Setelah saya baca saya balik bertanya. Bagaimana perasaanmu?

"Tidak apa-apa, biasa saja." Demikian anaknya menjawab.
Biasa bagaimana? Persepsi yang muncul adalah, keadaan alam telah membawa sejarah yang demikian. Itu dipersepsikan sebagai alur sejarah yang dengan sendirinya terjadi berdasarkan kausalitas. Intinya, perbaikan tatanan pemerintahan adalah sesuatu yang akan terjadi secara alamiah jika tatanan itu tidak pas lagi dan tidak mengena seiring dengan terjadinya pergantian zaman.

Meski demikian, ada nuansa kekejaman di balik revos, apapun alasannya. Paling tidak, demikian ditangkap segelintir orang, yang menilai hal itu sebaiknya tidak terjadi. Bisa saja sebagian menganggap itu keadaan alam yang tak terhindarkan tetapi sebagian lagi pasti tidak bisa menerimanya.

Keluarga ini tidak menepis sudut pandang yang demikian. Kelyarga ini menerima berbagai sudut pandang. Namun demikian keluarga sedikit terpana bahkan mungkin terkaget-kaget. Bagaimana bisa revsos itu seolah-olah ulah Saragih Ras semata?

Mereka menantikan cerita-cerita pendukung, obyektif dan tak emosional, serta tidak berdasarkan aneka kaca mata, yang intinya melulu membuat Saragih Ras terdakwa inti secara sosial, walau tak ada putusan hukum yang eksis memvonisnya terkait revsos.

Tinggallah keluarga ini hidup dengan kenyataan seperti itu, seperti terdakwa tunggal abadi dan tanpa ujung seperti sekarang. Kenyataan seperti ini menjadi bagian hidup, yang mau tak mau sudah terasa dalam kehidupan mereka.

Namun disayangkan, tidak ada cerita pembanding, apalagi counter termasuk dari Brigjen Marjan Saraggih yang sudah almarhum. Tidak ada juga cerita dari Lorimba yang sudah almarhum. Tidak ada satupun cerita dari para dedengkot BHL yang lain.(Simon Saragih)



Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments