Info Terkini

10/recent/ticker-posts

SATU SISI SOAL KERAJAAN RAYA

Ilustrasi : Pdt Defri Judika Purba STh

(Hasil wawancara Erik Sinaga dengan Rintainim Saragih Garingging, yang berusia 90)
"Hurang girah namin revolusi sosial ai. Gijang-gijang uhurni raja," itu lah awal pendapat Rintainim Saragih Garingging mengisahkan mengenai revolusi sosial sekitar 1946 di Simalungun.

Dalam pandangan Rintainim, hampir tidak ada yang bisa dikenang dari raja-raja yang pernah memerintah di Raya semasa ia hidup.

"Bahat hatani, ben domma raja ia hatani dassa tangihononkon. Maningon hauttungan. Maningon dong uttungni. Bendomma raja ia (harosuhni ningon saut). Ailang sip mando rakyat in, padahal lang sosok," nini tua ai.

Rintainim nampaknya memang tidak senang atas perilaku raja. Padahal, dia bukan lah sekedar rakyat semata. Rintainim masih lah kerabat kerajaan karena orang tuanya adalah saudara dari Raja Sumayan, Tuan Hapoltakan. Mereka tinggal di Hapoltakan.

Rintainim lahir dari orang tua bernama Anggara (adik Sumayan) dari istrinya bernama Gunim. Sayang, Rintainim tidak sempat mengenal bapaknya karena Anggara meninggal ketika Rintainim masih berusia dua tahun.

Saya mencoba memancing memori tua mengenai kehidupan para raja-raja dahulu. Semisal mengenai gaya pemerintahan raja dan kemajuan rakyat.

Mengingat umurnya yang sudah uzur, Rintainim sendiri mengaku tidak terlalu banyak lagi mengingatnya dan tidak mau mengingatnya. Dari percakapan kami melalui telpon, setidaknya ada dua hal yang sangat tidak disukai tua dari perilaku-perilaku kerajaan.

Pertama, keluarga raja sesuka hati sendiri mengawini anak gadis orang lain. Menurut tua, inang-inangni raja saat itu sangat banyak. Keinginan raja harus dipenuhi. Siapa yang tidak mau dikawini, hukumannya sangat berat. Dibunuh.

"Bahat do inang-inangni. Segala marga (kecuali botouni). 'Alop ai'. Ialop seng ra, ipaksa. Itarik. (Anggo lang ra) Iboan hu nakka pamunuhan. Paksa ma iirikkon naboru ai. Ailang hataon ma ai ibotoh ho? Baen lang ra ibunuh," nini tua.

(Tentang kisah ini, tua mengaku hanya mendengar cerita tersebut karena tidak pernah langsung menyaksikan para gadis yang dibunuh
Eri K Sinaga:

(Tentang kisah ini, tua mengaku hanya mendengar cerita tersebut karena tidak pernah langsung menyaksikan para gadis yang dibunuh di nakka pamunuhan).

Rintainim pun mengisahkan bahwa ibunya, Gunim, sebenarnya tidak menginginkan Anggara menjadi suaminya. Hanya saja, ancaman dibunuh meluluhkan Gunim.

"Aima hagigi bani sidea bani hanami. Inangku pe seng ra namin. Tapi ipaksa timbang ibunuh ia," nini tua use.

Kedua, raja sering meminta rakyat menggarap ladang namun tidak kebagian hasil. Perilaku ini, kata tua, membuat rakyat geram namun tidak bisa berbuat apa-apa.

"Juma pe nai. Rakyat manghorjahon, ia mandapothon hasilni. Ia do panukkunan ganup," nini.
Masa sih tua lang dong nabujur idingat ham pasal raja ondi?

"Seng dong hubotoh habujuronni sidea. Anggo dalahi seng dong nabujur," nini tua sembari menambahkan bahwa pihak perempuan dari keluarga kerajaan lah sebenarnya yang baik.(Simon Saragih)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments