Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Tanaman Kopi “Sigalar Utang” Jadi Andalan Ekonomi Warga Simalungun

 
Jemur Kopi Ateng : Ny T Sinaga boru Sitorus tengah menjemur kopi ateng di Desa Sipoldas, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun. Harga kopi ateng ditingkat petani kini dipatok Rp 20.000 per kilogram. Foto asenk lee saragih
BERITASIMALUNGUN.COM, Simalungun-Kopi lintong atau dikenal dengan kopi ateng kurun waktu lima tahun cukup terkenal di Kabupaten Simalungun. Warga yang mayoritas berprofesi petani, banyak berharap pada kopi ini untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Kopi ateng juga mempunyai julukan baru sebagai kopi “sigalar utang” atau kopi untuk membayar utang. Istilah kopi “sigalar utang” ini muncul karena kopi ini hanya bulanan sudah bias panen.

Tanaman kopi ateng kini menjadi andalan pertanian warga Simalungun termasuk di Kecamatan Panei Tongah, Kabupaten Simalungun dan juga desa pesisir Danau Toba, Simalungun. Tanaman kopi ateng kini mampu menghidupi ekonomi warga selain tanaman padi sawah. Kini harga kopi (kering) ateng ditingkat petani mencapai Rp 20.000 per kilogram.

Sejumlah desa yang kini fokus dalam pertanian kopi yakni Desa Sipoldas, Bangun Jawa, Kampung Jawa, Gunung Mariah, Batu Duapuluh, Bagadu, Simantin, Sirpang Sigodang, Kabupaten Simalungun. Sementara di pesisir Danau Toba seperti Haranggaol, Nagori, Binangara, Sihalpe, Gaol, Nagori Purba dan Desa Hutaimbaru.

Sejumlah desa itu kini memanfaatkan ladang mereka jadi tanaman kopi ateng. Warga kini sudah menikmati hasil panen kopi ateng yang dalam waktu enam bulan sudah dapat dipanen. Kopi jenis ini juga setiap minggu dapat dipanen.

Marlina br Damanik (43), warga Desa Bagadu, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, saat ditemui BS di kediamannya mengatakan, belakangan ini warga banyak menanam kopi ateng dan hasilnya bagus.

Sebelumnya warga hanya berfokus pada tanaman padi sawah dan coklat. Tanaman kopi milik Marlina kini sedang berbuah. Saat berbuah kini dia bisa memetik hasilnya dua minggu sekali selama tiga sampai lima bulan. Dirinya juga tak sulit untuk memasarkan kopinya karena pembeli datang sendiri ke rumahnya.

“Harga satu muk ukuran (dua liter) biji kopi yang sudah dijemur kering, saya bisa jual Rp 25.000 sampai Rp 30.000. Kini harga kopi lumayan menjanjikan,” katanya.

Kini Marlina lebih memperluas tanaman kopi daripada tomat atau padi dan cabei. Menanam kopi, jauh lebih praktis daripada menanam tomat atau cabei. Dirinya hanya memerlukan pupuk dan membersihkan gulma di sekitar tanaman.

Saur berkeinginan menambah lahan kopinya yang kini seluas empat rante atau setara dengan 1.600 meter persegi. Warga sekitar juga banyak yang menanam kopi ateng. Selain di desanya, daerah Sipitu-pitu, Kabupaten Simalungun, dekat Desa Tigaras, juga dikenal sebagai penghasil kopi.

Hal senada juga dikatakan Tonny Sinaga (34) warga Desa Sipoldas, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun. Menurutnya, rezeki dari tanaman kopi ateng dapat dia rasakan dari orangtuanya.

Keluarganya kini lebih banyak menggantungkan hasil kopi ateng daripada padi sawah atau tanaman lainnya. Pertanian kopi ateng di Kabupaten Simalungun kini cukup luas.

Menurut data dari Dinas Perkebunan Kabupaten Simalungun, tanaman kopi di Simalungun terdapat di 18 kecamatan. Sebagai sentra produksi terdapat di Kecamatan  Raya, Panei, Sidamanik, Dolok Pardamean, Silimakuta, Jorlang Hataran, Dolok Silau, Purba, GS Bolon dan Kecamatan Dolog Panribuan.

Setiap kecamatan tersebut telah mengusahakan tanaman kopi ratusan hektar. Delapan kecamatan lainnya mengusahakan tanaman kopi masih dalam puluhan hektar. Produktifitas tanaman kopi ateng dikatakan rata–rata 250 kaleng/hektar per–tahun.

Luas tanaman kopi jenis robusta dan ateng di Kabupaten Simalungun dikatakan lebih kurang 10.000 Ha di antaranya 6.677 Ha tanaman kopi ateng. Produksi kopi asal Kabupaten Simalungun dari dua jenis tersebut mencapai 9.000 ton per–tahun. (Lee)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments