Info Terkini

10/recent/ticker-posts

DRAF FINAL Simalungun Gagal “Mengembalikan” Taralamsyah

KINERJA Taralamsyah yang mendongkrak budaya Jambi sontak membuka mata dan pikiran para elite Simalungun dekade 1970-an. Lalu muncullah diskusi di antara para elite. Intinya, ada niat mendatangkan Taralamsyah. 

Rencana dekade 1970-an ini dimotori salah satunya oleh DR Cosmas Batubara, saat menjabat sebagai Menteri Negara untuk urusan pembangunan perumahan rakyat.
Dia bersama beberapa orang Simalungun pernah berniat memanggil almarhum Taralamsyah untuk berkarya di Jakarta demi pengembangan budaya Simalungun.

Tujuannya adalah mengembangkan budaya Simalungun dengan markas di Jakarta. Ini dipicu keberadaan anjungan Sumut di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Di dalamnya ada rumah khusus untuk aktivitas budaya Simalungun.

DR Cosmas pun memanggil Taralamsyah ke Jakarta. "Ai mase lang seni Simalungun-lah ibahen hita maju, anggo boi do hita maju, mase ikkon seni ni halak ipamaju?" demikianlah kurang lebih isi perbincangan antara DR Cosmas (saat itu Menteri Perumahan) dan Taralamsyah di Jakarta, dekade 1970-an lalu.
Untuk rencana ini dilakukalah serangkaian rapat di Markas Polisi di Jalan MT Haryono Jakarta. Taralamsyah pun pernah turut hadir dalam beberapa rapat. Intinya dirancanglah upaya mendatangkan Taralamsyah.

Namun niat ini tak jadi diwujudkan.
“Menna, ai lang saut au na hu Jakarta ai da nang,” demikian isi korespondensi bernada curahan hati antara Taralamsyah dengan Menna Purba. Artinya, “Menna, saya gak jadi ya ke Jakarta.”

Taralamsyah adalah Tulang kandungnya Menna karena merupakan saudara dari Ibundanya Menna. Taralamsyah dan Menna pernah eksis di Orkes Nalaingan bersama para personel lainnya. Walau mereka sudah beda lokasi, Taralamsyah di Jambi dan Menna di Jakarta, hubungan kekeluargaan tak pernah putus.

Mengapa Taralamsyah dulu tidak jadi ke Jakarta demi Simalungun?
Terdengar, rencana itu karena karena Taralamsyah dihambat.

Menurut Lenny Garingging Haloho, yang juga ikut rapat, kegagalan itu bukan karena Taralamsyah dijegal. “Ya begitulah kita Simalungun ini, memang kuranglah... Tidak ada yang mau berkorban untuk merealisasikan kedatangan dan perpindahannya ke Jakarta.”

“Dan saya sendiri memang berkata pada Bapanggian Taralamsyah. Panggi, tidak usahlah ke sini, ke Jakarta. Kasian aku nanti lihat Panggi. Di Jambi kan Panggi sudah dapat rumah dan dapat honor dari Pemda Jambi. Kalau panggi lepas dukungan Pemda Jambi, 
sementara dukungan di Jakarta belum pasti, nanti panggi pasti kecewa. Jika panggi ke Jakarta dan dukungan belum pasti, akan sulit pula panggi kembali ke Jambi karena sudah melepas dan sudah kehilangan dukungan Pemda Jambi.”
Hubungan Taralamnsyah dengan Lenny juga tetap dekat hingga menjelang akhir hayat Taralamsyah.
Pernyataan Lenny kurang lebih senada dengan jawaban Cosmas. "Hita Simalungun kurang mau berkorban bersama. Hal yang ada adalah mate-mate sada."
Cosmas tidak merinci lebih jauh.
Mungkin hal yang terjadi adalah sebagai berikut ini. Ketika membicarakan sesuatu, selalu ada antusiasme. Namun ketika tiba pada tuntutan pengorbanan, katakanlah pengeluaran uang, itu relative sulit diwujudkan. 

Dalam pertemuan di MT Haryono itu, semua mendadak diam ketika tiba pada pertanyaan, "Sadia han bam, han hanima, han ho?"

Artinya, berapa kesanggupan para hadirin untuk mendukung kehidupan Taralamsyah di Jakarta.
Tampaknya saat-saat seperti itu, suasana senyap. Gagallah Taralamsyah hijrah ke Jakarta.
Terdengar Taralamsyah menuntut banyak hal. “Bapak saya hanya minta disediakan tempat tinggal biasa dan nafkah demi dapur ngebul saja. Tuntutan bapak tidak berlebihan,” kata Edy Taralamsyah.(Simon Saragih)


Taralamsyah Saragih

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments