Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Kepala Sekolah di Kabupaten Simalungun Jadi Korban Pungli

 
Ilustrasi: Kondisi Jalan Gunung Meriah - Saran padang Kab Simalungun tidak terjamah pembangunan sudah 2 generasi.Foto Damares Purba
BERITASIMALUNGUN.COM, Simalungun-Sejumlah Kelapa Sekolah di Kabupaten Simalungun mengaku gerah atas kebijakan yang dilakukan Dinas Pendidikan dengan berbagai praktik indikasi pungutan liar (pungli) terhadap sekolah-sekolah. Setiap sekolah dikutip Rp300 ribu.

Meski tidak berani berbicara terang-terangan, namun para Kasek dengan tegas mengatakan keberatan atas kutipan tersebut. “Sebenarnya sudah biasa ada kutipan-kutipan dari Dinas Pendidikan. Untuk foto Presiden dan Wakil Presiden saja dikutip Rp300 ribu per sekolah,” kata salah seorang Kepala SD di Kecamatan Panei.

Menurut Kasek yang tidak ingin namanya dipublikasikan itu, dirinya tidak berani melakukan protes bahkan angkat bicara karena takut kehilangan jabatannya. “Tak mungkin kita protes. Tidak logis juga hanya gara-gara hal sekecil ini, jabatan saya sebagai kepala sekolah harus dicopot. Itu namanya konyol. Tapi itu kenyataannya,” akunya.

Hal itu diamini salah seorang Kepala SD dari Kecamatan Dolok Panribuan. Dia mengatakan, pihaknya telah membayar Rp300 ribu untuk foto presiden dan wakil presiden yang dibagikan langsung Dinas Pendidikan Simalungun.

“Sudahlah. Kepala sekolah juga tinggal memilih mau angkat bicara atau dicopot. Dan siapa orang yang mau dicopot gara-gara Rp100 ribu. Tapi memang jika dikalkulasi dengan jumlah sekolah se-Simalungun, jumlahnya sangat besar,” jelasnnya.

Terpisah, salah seorang pengawas SD di salah satu kecamatan mengaku, dirinya tidak bisa berbuat banyak atas kutipan yang dilakukan Dinas Pendidikan Simalungun.  “Jangankan untuk foto presiden yang harganya Rp300 ribu, untuk fotocopi saja kepala sekolah kadang harus membayar Rp200 ribu. Itu hanya mengandalkan stempel basah. Tapi saya juga tidak berani bicara blak-blakan karena bisa-bisa saya kehilangan jabatan saya. Kita berharap hal ini harus disikapi secara bersama jika ingin membangun pendidikan di Simalungun,” harapnya.

Ramon Purba (42), salah seorang pedagang perlengkapan kantor di Pasar Horas mengaku, dirinya biasa menjual gambar presiden dan wakil presiden di kisaran Rp150 ribu hingga Rp200 ribu. “Harga Rp200 ribu untuk keduanya itu sudah dengan bingkai dan kaca,” ucapnya singkat.

Berbeda dikatakan salah seorang Kepala SMK di Simalungun yang juga tidak bersedia disebut namanya mengatakan, gerah dengan berbagai praktik pungli di Dinas Pendidikan.

“Misalnya saja untuk Gebyar SMK yang digelar beberapa waktu lalu itu justru dikutip dari masing-masing sekolah sebesar Rp5 juta. Padahal dana itu sebenarnya sudah ditampung di APBD sebesar Rp300 juta. Belum lagi masing-masing sekolah harus membayar stand pameran,” jelasnya.

Selain itu, menurut guru PNS tersebut, sama halnya dengan pelatihan kurikulum 2013. Untuk guru memang tidak membayar, tetapi pihak sekolah yang harus menyetor ke Dinas Pendidikan.

“Di APBD itu ditampung pelatihan penyusunan kurikulum SD/SMP Rp500 juta dan SMA/SMK Rp250 juta. Tetapi justru sekolah diwajibkan membayar. Belum lagi jika berbicara pengurusan sertifikasi guru, setiap guru harus menyetor Rp500 ribu hingga Rp1 juta sehingga tetap tercatat sebagai penerima sertifikasi berikutnya,” jelasnya.

Koordinator Lembaga Pemerhati Anggaran dan Kebijakan Pemerintah Petra Institute Kelvin Pasaribu, akhir bulan lalu (29/12) mengatakan, pihaknya sudah mendengar keluhan guru dan Kepsek terkait dugaan pungli tersebut. “Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja atau dipandang sebelah mata,” tegas Kelvin.

Menurutnya, untuk kasus foto presiden misalnya. Jika perhitungan kasar dimana untuk satu sekolah harus membayar Rp300 ribu, sementara harga sebenarnya hanya sekitar Rp200 ribu.
“SD ada 773 sekolah, SMP 55 sekolah, SMA 52 sekolah, SMK 40 sekolah. Maka total sekolah ada 920 sekolah. Artinya untuk masalah sekecil ini saja ada kutipan sekitar Rp92 juta (920 x Rp100 ribu= Rp92 juta). Dan hal seperti ini sudah sering terjadi. Namun sulit dibuktikan dan guru jarang melakukan protes karena nilai kutipan sangat kecil. Tetapi dalam penjumlahan seluruh sekolah, nilai sangat besar sehingga perlu disikapi,” tegasnya.

Kelvin menambahkan, keluhan ini perlu ditelusuri karena bukti-bukti ini ada di lapangan. Artinya, secara logika, tidak mungkin seorang guru atau kepsek angkat bicara secara blak-blakan karena dapat mengancam jabatan mereka. “Disinilah peran DPRD sebagai fungsi pengawasan dan wakil rakyat. Kita mempertanyakan fungsi DPRD jika mengaku tidak pernah mendengar berbagai keluhan itu,” ucapnya.

Guru dan Kepsek Diimbau Melapor

DPRD Simalungun sebelumnya sudah mendesak Kepala Dinas Pendidikan Simalungun Wasin Sinaga untuk menyelesaikan permasalahan pungli yang marak di instansi tempat ia bertugas.

Ketua Komisi IV DPRD Simalungun Histony Sijabat mengatakan, maraknya isu pungli tersebut, pihaknya sudah memanggil Kadisdik. “Kita sudah panggil kepala dinasnya agar masalah kutipan ini ditelusuri,” katanya.

Pihaknya juga sudah menelusuri maraknya pungli di Dinas Pendidikan Simalungun. Namun, dari hasil penelusuran mereka di lapangan, pihaknya tidak menemukan adanya pungli. Meski demikian, pihaknya masih mencari informasi dugaan pungli tersebut.

“Bila kita temukan maka akan ada tindakan-tindakan dari DPRD dan melaporkan ke inspektorat maupun kepala daerah,” tegasnya.

Dia berharap agar semua pihak yang menjadi korban atau yang mengetahui adanya pungli yang dilakukan oknum-oknum di Dinas Pendidikan agar melaporkan ke Komisi IV sebagai pengawas kinerja pendidikan di daerah itu.

“Kalau ada yang merasa keberatan atau merasa dirugikan sebaiknya laporkan ke kita dan kita akan menindaklanjutinya,” imbaunya.

Dalam rekaman video yang dipegang sejumlah wartawan di Siantar Simalungun terkait adanya pungli tersebut, salah seorang pengawas di salah satu kecamatan mengatakan, Disdik melakukan kutipan Rp300 ribu untuk foto presiden dan wakil presiden beberapa waktu lalu.

Pria yang mengenakan pakaian safari itu juga mengatakan, tidak hanya kutipan untuk foto presiden, tetapi biaya-biaya yang dikeluarkan nilainya juga berpariasi. “Fotocopy  saja kepala sekolah harus membayar Rp200 ribu. Itu hanya mengandalkan stempel basah. Kita berharap hal ini disikapi jika ingin membangun pendidikan di Simalungun,” imbaunya. 

Sayang, Kepala Dinas Pendidikan Simalungun Wasin Sinaga dikonfirmasi melalui telepon selulernya tidak bersedia meberikan keterangan karena teleponnya yang aktif tidak kunjung diangkat dan juga SMS yang dilayangkan wartawan tidak mendapat balasan.

Sementara Kadis Perhubungan Komunikasi Informasi Simalungun Jhoni Saragih melalui telepon selulernya mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Dinas Pendidikan Simalungun terkait masalah ini. “Hal  ini akan kita koordinasikan dulu dengan Dinas Pendidikan,” ucapnya singkat. (MSC)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments