IST |
BERITASIMALUNGUN.COM, Simalungun-Tiga bulan
sudah, Sapna Sitopu dan Ocha bertanding dalam kompetisi tarik suara di
Mamamia Indosiar, berhadapan dengan peserta terbaik hasil audisi di
seluruh nusantara, kini berhasil menembus Grand Final untuk meraih juara
1.
Hari Jumat, 16 Januari 2011 pukul 18.00 merupakan penentuan,
apakah penyanyi Simalungun ini mampu menentukan dirinya sebagai
pemenang. Ia meraih pooling sms tertinggi dibandingkan finalis lainnya,
tentu tak luput soal kualitas yang sudah teruji di depan dewan juri
seperti Vina Panduwinata, Armand Maulana, Cakra Khan, Ivan Gunawan,
Ferry Salim dll. Perihal dukungan, kita dapat mengirim sms segera dengan
: Ketik MAMAMIA OCHA kirim ke 7288.
Berikut wawancara dengan Sapna Sitopu perihal latar belakangnya :
Sejak kapan belajar menyanyi ?
Aku lahir 10 April 1971 di Pakaloban, keluarga kami pindah ke desa Pagar manik, Kec. Silindak – Bangun Purba, Kab. Serdang Bedagai. Ayah, Sabar Sitopu selain bertani juga pemimpin orkes musik tradisional Simalungun yang selalu mendapat permintaan tampil untuk berbagai acara panggung, pesta pernikahan maupun adat kematian. Orkes musik tersebut dalam bahasa daerah dipanggil dengan parlata lata, terdiri dari pemain gitar, gonrang, drum modifikasi dan krincingan tanpa keyboard.
Aku mulai
menyanyi sejak berusia 4 tahun dengan cara martakap baba (lisan) dari
ibu, Lina boru Purba Pak Pak. Sejak kecil, hampir setiap hari aku selalu
mendengar ibu menyanyikan lagu tradisional simalungun sambil mengasuh
kami, ketika bekerja di ladang, atau memasak di dapur, perjalanan ke
pasar hingga mengikuti show berbagai daerah.
Amangboru (saudara
perempuan ayah) juga penyanyi parlata lata, cukup mendengar dua tiga
kali, sebuah lagu langsung bisa kubawakan, sudah hapal melodi nya. Lalu,
aku menjadi penyanyi parlata lata mulai duduk di bangku sekolah dasar
hingga SMP.
Lagu yang kunyanyikan pada waktu itu, taur taur simbandar,
lagu Bolon, Misir Ma Ham Botou, Deideng Bittang, Deideng apuy ni par
sini silou, Odak odak dan lagu rakyat simalungun lainnya yang sarat
dengan inggou (cengkok khas simalungun). Terampil di atas panggung, aku
meraih juara pada berbagai perlombaan tarik suara tingkat sekolah.
Setia
Dermawan Purba, teman ayah, melihat bakat lalu memberi saran agar
Sapna melanjutkan sekolah musik. Aku mendaftar dan melanjutkan studi di
Sekolah Menengah Musik Medan jalan Perintis Kemerdekaan, jurusan vocal.
Bertemu dengan Juliana Hutagalung, guru sekolah yang menggembleng
bagaimana memperdalam teknik vokal secara mendasar, belajar teknik
pernapasan, cara memproduksi suara, membuat notasi balok, menyanyikan
lagu seriosa, keroncong, lagu klasik barat seperti klasik jerman hingga
klasik itali.
Di luar lingkungan sekolah, Sapna ikut belajar
menyanyi dengan Tante Vera yang memandu program siaran anak anak di TVRI
serta lomba bintang Radio RRI. Aku belajar sikap bagaimana memilki
keberanian dan proses menjadi seorang entertainer yang kuat.
Keempat
fase ini lah yang membentuk karakter dan kekuatanku sekarang, sejak
penyanyi otodidak masa kanak kanak dengan keluarga, belajar dari Juliana
Hutagalung di Sekolah Menengah Musik, Tante Vera dengan lingkungan TVRI
dan RRI, hingga belajar improvisasi Jazz bersama Bill Saragih.
Tapi
karena bawaan dan karakter dasar memiliki inggou (cengkok khas
simalungun), lagu jazz yang kutampilkan tak luput dari improvisasi
inggou sehingga menjadi berbeda dengan penyanyi jazz lain. Penyanyi
etnik simalungun, itu lah ciri khas dan jati diri ku.
Punya pengalaman dengan musisi Bill Saragih ?
Bekal kemampuan menyanyi secara otodidak bersama keluarga yang hidup berkesenian sebagai parlata lata (orkes tradisional) serta pembelajar vokal di Sekolah Menengah Musik Medan, membuat ia memiliki teknik pondasi bernyanyi yang kuat. Sapna Sitopu mampu mengimbangi permainan improvisasi Jazz Bill Saragih, guru sekaligus sahabat ketika berada di Jakarta.
“Tidak semua penyanyi mampu mengikuti permainan Jazz,
karena ia harus sanggup memproduksi nada nada improvisasi sesuai
pergeseran irama Jazz. Penyanyi tersebut akan frustasi bila teknik
vokalnya tidak memadai atau tidak bisa sampai pada putaran nada yang
diberikan pemain Jazz” tegasnya ketika berbicara dengan penulis dalam
sebuah wawancara pekan lalu.
Pernah menjadi juara lomba ?
Pada masa itu lah, aku meraih juara dua Lomba Seriosa TVRI – RRI tingkat Sumatera Utara, juara 1 lomba Lagu Pop PRSU, juara 1 lomba lagu Karo se Sumatera Utara dan berbagai lomba lainnya. Jika dihitung, ada 94 piala yang dapat dikumpulkan sekarang. Tapi karena pola hidup ku tinggal dan berpindah kost selalu, hampir semua piala tidak terurus dengan baik. Aku mulai masuk dapur rekaman, diawali duet dengan Lamser Girsang dalam album “Horas bani Himapsi” tahun 1988. Selanjutnya banyak berdatangan pihak lain untuk membuat album bersama.
Apa pengalaman pahit selama menyanyi ?
Semasa hidup sekolah dulu, Ibu kost pernah mengusir aku karena memiliki kebiasaan menyanyi sambil teriak pagi pagi untuk latihan vokal. Ternyata tetangga tidak suka semua, mereka mengadu, aku dibilang ribut tiap jam lima pagi, teriak teriak sehingga mengganggu kenyamanan mereka tidur. Keesokan harinya, tiba tiba semua pakaian dan tas sudah keluar dari kamar.
Iya, pindahlah kau dari sini, kata ibu kost. Lalu aku menangis ke
gereja, mengadu, langkah baik pengelola gereja memberi tempat di sana,
agar aku bisa teriak teriak menyanyi setiap pagi. Kebiasaan menyanyi
kapan saja dan dimana saja sebenarnya sudah ada sejak kecil, kulakukan
sambil memanjat pohon, menyanyi entah lagu apa saja. Di sawah sambil
mengusir burung aku terus menyanyi, kadang dianggap orang gila. Padahal,
tabiat ku tak bisa diam, terkadang juga seperti menyanyi begitu saja
tidak sadar.
Apakah bisa hidup sejahtera dari penyanyi ?
Tidak, pasar dan ekonomi tidak berpihak, kalau penyanyi simalungun mau mengharapkan penghasilan dari menyanyi di atas panggung dan penjualan kaset album, takkan pernah bisa beli rumah, kendaraan, bahkan membiayai kebutuhan hidup sehari hari pun sulit.
Aku dapat menutupi
kebutuhan hidup sehari hari dari bisnis, bukan dari menyanyi. Belajar
dari teman yang berprofesi sebagai pengusaha hotel, akhirnya aku memulai
bisnis kost kost an, membuka usaha di pasar pringgan, kantin, sekaligus
mengajar vocal di sekolah musik. Pendeknya, kita harus bikin cadangan
untuk menyiasati ekonomi sekaligus mampu menghasilkan karya terus
menerus.
Sapna Aria Sitopu kini menjadi staf pengajar di
etnomusikologi USU, khusus vocal. Ia melanjutkan studi Strata Dua (S2)
berkaitan dengan upaya penyelamatan seni tradisi, nyanyian simalungun
yang sudah banyak dilupakan orang seperti taur taur, tangis tangis, urdo
urdo, tihtah (nyanyian anak senda gurau), mang mang (mantra), inggou
turi turian (cerita rakyat dengan bernyanyi), nyanyian panen padi dan
ragam jenis lainnya. Tidak hanya dikenal sebagai penyanyi etnik
Simalungun, ia adalah seorang pendidik dan pengajar.(Penulis : Sultan Saragih)
0 Comments