Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Catatan Ramlo Hutabarat, Antara Perempuan dan Calon Kepala Daerah


Ramlo R Hutabarat
Bolej jadi, benar juga kata kawanku. Aku sebenarnya tengah mengalami gangguan jiwa. Betapa tidak. Sebab aku suka sekali pada perempuan. Terutama, pada perempuan yang cantik dan menarik. Meski pun kupikir itu syah-syah dan wajar saja. Sebab Mamakku perempuan, istriku juga perempuan, dan putriku pun perempuan. Tidak seperti putri kawanku yang setengah perempuan setengah lelaki. Waria kata orang-orang di kampungku.

Kalau aku melihat perempuan, dimana saja termasuk di gereja, aku selalu senang dan suka. Apalagi, perempuan-perempuan yang berlenggak-lenggok di panggung saat menari dan atau bernyanyi. Aku senang dan suka melihat indah gemulai liuk-liuk tubuhnya saat menari. Melihat jemarinya saja aku suka, juga lengannya, apalagi sorot matanya yang sendu merayu. Pakaiannya ? Apalagi.

Tapi sebaliknya, aku sangat tidak suka bahkan benci kepada siapa saja yang menjadi bakal calon kepala daerah, calon kepala daerah, apalagi kalau dia sudah menjadi kepala daerah. Aku bahkan muak dan hampir muntah pada sikap, tingkah dan polah mereka. Biar siapa pun dia. Kawanku yang akrab denganku saja kalau berambisi menjadi kepala daerah aku berbalik jadi tak suka (padanya) Konon pula kalau sebelumnya calon kepala daerah itu tak kukenal. Marganti Manullang yang sesungguhnya hula-hulaku pun setelah kutahu berambisi menjadi Bupati Humbang Hassundutan, aku jadi tak suka. Termasuk Harry Marbun yang meski pun temanku satu jemaat di GMI (Gereja Methodist Indonesia)

Dua hal di ataslah yang membuatku jadi berpikir bahwa aku memang sedang mengalami gangguan jiwa. Sayang sekali memang, tak ada uangku untuk memeriksakan diriku ke dokter spesialis penyakit jiwa, sekaligus berobat. Kalau uangku cukup, sudah lama aku mengunjungi klinik kesehatan jiwa. Sungguh, aku ingin sembuh dari penyakit jiwa yang kuidap (mungkin)
Kenapa aku tak suka pada bakal calon, calon dan kepala daerah ?

Sepanjang yang kulihat, mereka adalah orang-orang yang tamak, rakus, serakah. Juga parjanji koling, haus kekuasaan dan arogan, mengkedepankan kekuasaan dan selalu menyelesaikan masalah dengan menggunakan uang. Ngomongan mereka sangat tidak sesuai dengan perbuatannya. Ngomongnya ingin mensejahterakan rakyat, tapi nyatanya justru mensejahterakan diri atau kelompoknya dari rakyat. Mereka juga adalah orang-orang yang piktor bahkan munafik (muka nabi pikiran kotor) Dan mengingkari janji bagi mereka tak ada soal, sebab mereka menganut paham janji politik tak ada kewajiban untuk dipenuhi.

Tak mengenal diri, juga ciri khas bakal calon, calon bahkan kepala daerah. Saat jelang pemilukada, mereka datang dan menyatakan sangat mencintai daerahnya dan ingin membangun anak negeri. Berupaya meningkat kehidupan anak negeri dengan cara ini dan cara itu. Mengektifitaskan serta melakukan efiensi anggaran, menempatkan (ASN) Aparatur Sipil Negara di daerahnya secara baik dan benar sesuai dengan latar belakang pendidikan serta pengalamannya. Juga melakukan penghematan anggaran, termasuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

Mereka juga berjanji untuk melakukan penghematan dengan cara memangkas biaya-biaya perjalanan dinas, membatasi fasilitas pejabat, dan lain-lain dan lain. Dan saat menjadi kepala daerah, semuanya ngomong doang dan celakanya mereka tidak merasa apa-apa.

Kalau bakal calon kepala daerah sudah menjadi calon kepala daerah dan akhirnya menjadi kepala daerah, semua yang diucapkannya dan dijanjikannya hanya isapan jempol semata. Omong doang, dan celakanya (sekali lagi), mereka tidak merasa bersalah dan tidak merasa apa-apa. Menelantarkan anak negeri bahkan korupsi dan korupsi melulu. Jangankan generasi muda anak negerinya, guru-guru pun selalu diperas bahkan dizolimi. Ada ASN yang menentang kebijakan sang kepala daerah, segera pindahkan ke daerah terisolir dan kalau perlu dipecat. Tak terbilang pula sekiranya sang ASN tidak loyal dan manut. Nonjobkan. Kenapa rupanya ?

Ketika menempatkan ASN untuk menduduki jabatan struktural, seorang kepala daerah selalu menggunakan seleranya saja berdasarkan suka atau tidak suka. Biar sebelumnya bidan desa atau guru PAUD, bisa saja diangkat sebagai camat apalagi guru SD. Biar guru bidang studi tata busana di sebuah SMK, diangkat saja menjadi Kepala Dinas Tata Kota. Yang penting ada tata-tatanya. Mau jadi Kepala Dinas Tata Kota yang cuma guru tata boga di SMK, kenapa rupanya ? Yang penting (sekali lagi) ada tata-tatanya.

Kelompok, saudara, kerabat, handai tolan atau bahkan tetangga segera dipromosikan untuk menduduki jabatan struktural yang potensial serta strategis, meski pun tidak memenuhi persyaratan. Lihat misal Indra Simaremare yang diangkat Nikson Nababan sebagai Kepala Bappeda Tapanuli Utara. Belum pernah menduduki jabatan eselon II dimana saja, mendadak diangkat menjadi Kepala Bappeda. Makanya tak heran, belum setahun sejak Indra menjadi Kepala Bappeda Tapanuli, sudah diadukan oleh sebuah LSM di daerah itu. Sebaliknya lihat contoh Hulman Sitorus yang Walikota Pematangsiantar. Dia justru mengangkat Renward Simanjuntak menjadi Kepala Bappeda karena Simanjuntak yang satu ini sudah terbilang berpengalaman di beberapa jabatan eselon II lainnya. Makanya, Renward pun mahir dan cerdas melakoni perannya.

Kepala daerah, juga banyak yang mengangkat guru menjadi kepala dinas. Ada guru olahraga yang dipercaya menjadi Kepala Inspektorat. Ada juga guru penjas yang diangkat menjadi Kepala Bappeda. Ada sarjana pertanian yang sebelumnya bertugas di Dinas Sosial tapi belakangan diangkat menjadi pejabat di Dinas Pendidikan yang membidangi sarana dan prasarana. Kalau akhirnya tugas-tugasnya mandeg di bidang itu, siapa yang salah ?

Akh. Terlalu banyak yang bisa saya beri contoh betapa kepala-kepala daerah tak becus mantang-mantang berkuasa penuh di daerahnya melebihi kekuasaan Tuhan Yesus. Kalau mesti saya paparkan disini lengkap dengan contoh-contohnya barangkali tak elok juga bagi saya, sebab banyak di antara mereka yang adalah kawan-kawan saya. Yang patut untuk dicatat disini, tugas-tugas pokok ASN di jajaran pemerintah daerah acapkali mandeg bahkan stagnasi karena pejabatnya justru tidak atau belum mengerti untuk menjalankan atau memerankan. Lihat misal terlambatnya penyaluran Dana BOS di Tapanuli Utara akibat ketidak profesionalan masing-masing staf yang menanganinya.

Tulisan saya ini pun sebenarnya cuma pelipur lara belaka untuk saya renung-renungkan. Dari pada bengong nggak tahu mau kemana pada Sabtu sore hingga malam ini. Dan ini, ada kaitannya dengan uang. Sebab, apa yang dicari orang pagi petang siang malam ? (Kota Pematangsiantar, 23 Mei 2015
Ramlo R Hutabarat).

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments