RUMAH BOLON SIMALUNGUN. FOTO ASENK LEE SARAGIH |
MUNGKIN Anda sudah berkali-kali melintasi jalan arah
Pematangsiantar-Saribudolok atau sebaliknya. Di kilometer 54 dari arah
Pematangsiantar atau sekitar 10 kilometer dari arah Saribudolok terdapat
Desa Pematang Purba, Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.
Dari persimpangan itu Anda hanya masuk sekitar 200 meter dan tiba di
sebuah kompleks istana Raja yang monumental. Itulah Istana Raja Purba
atau dikenal dengan Rumah Bolon Pematang Purba.
Di dalam istana Raja Purba yang dibangun pada abad ke 19 itu
tersimpan sejumlah keunikan baik dari keunikan bangunan, maupun keunikan
kehidupan raja di dalamnya. Mengunjungi istana, seseorang mampu
menyerap sebagian keunikan itu.
Setelah membayar Rp 2500 per orang kepada petugas di sebuah ruang di
areal perparkiran. Dengan menyusuri sebuah tangga yang baru direnovasi,
kami menyusuri jalan setapak menuju sebuah terowongan.
Pengunjung memasuki istana melalui sebuah terowongan sepanjang 10
meter. Inilah satu-satunya jalan masuk ke kompleks istana. Terowongan
yang tampaknya baru ditata terlihat bersih dan rapi, dan pengunjung
merasa nyaman, menyenangkan dan tidak terkesan seram.
Dari tempat kami berdiri, setelah melintasi terowongan, memandang ke
sekeliling istana ternyata kompleks ini dikelilingi lembah. Konon lokasi
seperti ini memiliki tingkat keamanan yang baik, karena hanya perlu
pengawalan dari lokasi tertentu. Dari segi keamanan, lokasi ini memang
cocok untuk sebuah istana raja.
Istana yang terletak jauh dari kebisingan ini memberi kesan menambah
sejuknya hati berada di daerah berketinggian 1400 meter di atas
permukaan laut itu. Angin sepoi yang berhembus membuat tubuh terasa
segar. Pohon-pohon besar tumbuh di sekeliling istana membuat rasa sejuk
dan nyaman mengitarinya.
Pengunjung nyaman berjalan kaki melalui jalan setapak yang dilapisi
beton menyaksikan bangunan-bangunan yang menjadi saksi kehidupan masa
lalu di istana..
Di sudut sebelah kiri menuju bangunan utama Rumah Bolon—tempat
tinggal raja dan permisurinya, terdapat bangunan Uttei Jungga--tempat
tinggal panglima dan keluarganya, disebelahnya terdapat bangunan losung
adalah tempat wanita menumbuk padi.
Bangunan yang pertama kali kami masuki adalah Rumah Bolon. Sebuah
bangunan dengan penyangga yang terbuat dari kayu keras dengan dinding
papan yang unik. Rumah ini ditopang oleh 20 tiang kayu penyangga
bergaris tengah 40 cm dan lantai dengan papan setebal 15 cm.
Ornamen khas Simalungun dengan warna hitam, merah dan putih. Sebuah
simbol kepercayaan nenek moyang yang dahulu percaya kepada dewa Naibata.
Mereka percaya dunia ini terbagi tiga: Nagori Atas, Nagori Tongah dan
Nagori Toru.
Tidak Menggunakan Paku
Sungguh mengagumkan. Bangunan sebesar itu tidak menggunakan paku sama
sekali. Lantai tinggi (1,75 meter) seperti rumah panggung “Konstruksi
kayu bulat sebagai penopang lantai menjadi ciri khas rumah adat
Simalungun,” kata seorang pengamat di blognya. Atap terbuat dari ijuk
dan kayu-kayu untuk bangunannya khas kayu hutan yang kuat.
Lantas, sejenak mata dialihkan ke bangunan tertinggi rumah bolon. Di
puncak bangunan terdapat kepala kerbau dengan tanduk yang terpasang di
atap rumah bagian depan. Tanduk kerbau melambangkan “keberanian dan
kebenaran”.
Satu lagi yang menarik adalah, dari puncak rumah, tergantung dua utas
tali sepanjang dua sampai tiga meter, yang disebut pinar tanjung bara.
Masyarakat Simalungun meyakini tali ini sebagai penangkal petir.
Memasuki Rumah Bolon—tempat tinggal raja, kami menaiki beberapa
tangga mencapai lantai yang cukup tinggi. Tidak ada pagar pengaman di
kiri kanan, tetapi tangan bisa bertumpu pada seutas tali yang terbuat
dari rotan menjuntai dari atas ke bawah. Pengunjung aman naik tangga
dengan tangan berpegang pada tali tersebut.
Pintu rumah yang terbuat dari kayu keras dan cukup tebal itu terbuka.
Melangkah pertama kali ke dalam rumah pengunjung akan menyaksikan
berbagai hal menarik di bagian depan rumah. Di sebelah kiri terdapat
lopou (ruang depan) tempat puang pardahan (istri raja pemasak makanan
tamu), dan puang poso (tempat pemasak nasi raja).
Di sebelah kanan ruang puang poso terdapat kamar tidur raja—rumah
kecil dengan atap, dinding dan pintu. Di kolong ruang tidur raja
terdapat ruang kecil tempat ajudan raja yang sudah dikebiri (ikasih).
Di Rumah Bolon itu kami mendengar dari penjaga istana Jaipin Purba,
sebuah kisah menarik dari raja Purba. Dia bercerita bahwa Raja ke-12
memiliki 24 istri. Wow!. Para istri itu bertempat tinggal di Rumah
Bolon, dan sebagian ditempatkan di kampung-kampun, karena ruang yang
tersedia hanya 12.
Konon sang raja perkasa itu memiliki cara unik untuk berhubungan
intim dengan istri-istrinya. Menurut penjaga istana itu, jika raja ingin
berhubungan intim dengan salah selir atau permaisuri, ajudannya disuruh
mengantar bajut (tempat sirih) kepada yang dikehendakinya. Ajudan itu
akan mengatakan kepada yang ditunjuk raja : “Raja Sihol Mardemban” (Raja
ingin makan sirih). Usai menerima sirih dan sang istri yang ditunjuk
bersiap merias diri supaya menarik.
Kisah menarik itu tidak menghentikan langkah kami untuk mengetahui lebih banyak misteri di dalam istana itu.
Di dinding sebelah kanan terdapat dua ogung (gong) yang berfungsi
sebagai pengumuman kelahiran anak raja yang perempuan, dan di dalam
tersimpan bedil untuk pengumuman kelahiran anak raja laki-laki.
Kalau anak raja yang lahir perempuan maka gong dipukul dengan jumlah
pukulan genap, dan jika yang lahir adalah lak-laki, maka jumlah pukulan
gong adalah bilangan ganjil.
Setelah mengitari ruang depan, pengunjung memasuki ruangan Rumah
Bolon yang terdiri dari 12 ruang. Di sanalah para istri raja tinggal.
Sebelum menelisik lebih jauh ke dalam, mata sedikit menoleh ke kanan. Di
dekat pintu rumah bolon terdapat tiang pan raja tempat peletakan tanduk
kerbau tanda penabalan raja. Di sana tergantung secara berlapis tiga
belas tanduk kerbau menandakan banyaknya raja yang sudah memerintah.
Tabel
Kemudian, kami menelisik Rumah Bolon yang memiliki 12 ruang. Saat
itu, ruangan gelap, sedikit seram, karena tidak ada penerangan listrik.
Susah melihat apa saja yang terdapat di dalam.
Para istri raja tidak tinggal di ruang mewah seperti istri raja pada
umumnya. Setiap istri disediakan ruang tidur di atas tikar, sebuah
tataring (tempat memasak), peralatan dapur dan lain-lain. Ruang-ruang
itu tidak disekat, tetapi bisa tembus pandang antara satu dengan yang
lain.
Ruang inilah tempat para istri raja dengan fungsinya masing-masing.
Misalnya, ada puang parorot (istri raja penjaga anak), puang paninggiran
(istri raja pimpinan upacara kesurupan), puang parnokkot (istri raja
pimpinan upacara memasuki rumah baru), puang siampar apei (istri raja
mengatur ruangan dan memasang tikar), puang siombah bajut (pimpinan
peralatan pembawa sirih), puang bona/puang bolon (permaisuri), puang
panakkut (istri raja bertugas di rumah bolon), puang juma bolak (istri
raja memimpin perladangan).
Dengan bantuan lampu kamera, saya melihat sebuah peti mati di sebuah
ruangan dekat pintu sebelah kiri. Peti mati itu adalah tempat raja
meninggal. “Kalau penggantinya belum ada, maka raja akan tetap berada
dalam peti dan tidak dikuburkan sampai ada pengganti,” kata Jaipin Purba.
Lantas, kami meninggalkan Rumah Bolon dan berkeliling di pekarangan
istana yang asri dan banyak ditanami bunga dan rumput yang hijau.
Di sebelah Selatan Rumah Bolon terdapat Balei Bolon, tempat
mengadakan rapat, Jambur sebagai para tamu menginap; Patanggan Sada,
bangunan tempat permaisuri bertenun dan Balei Buttu, tempat para penjaga
istana.
Kami bisa mengamati makam keturunan raja di dalam kompleks istana, tidak jauh dari Rumah Bolon.
Raja Purba yang terakhir adalah Tuan Mogang yang meninggal dalam masa
Revolusi 1947. Beliau adalah seorang terpelajar dan menurut Jaipin
Purba raja terakhir ini pernah belajar di Leiden, Jerman. Konon, sang
raja meninggal saat revolusi dan mayatnya tidak ditemukan. Jadi monumen
itu hanya sebagai tanda peringatan, mirip dengan Raja Silimakuta yang
mayatnya tidak ditemukan, tetapi monumennya dibangun di desa Nagasaribu,
Kabupaten Simalungun.
Di kompleks makam keluarga ini terdapat makam raja dan keturunannya.
Di sana kami menyaksikan makam beberapa Raja Purba, Tuan Medan Purba,
serta beberapa Puang Bolon (istri-istri Raja Purba) .
Semoga seluruh bangsa ini makin mencintai peninggalan nenek
moyangnya. Belajar dari apa yang baik dari mereka dan menghindari
hal-hal yang buruk. “A people without the knowledge of their past
history, origin and culture is like a tree without roots”. (Marcus Garvey). ***
14 Raja yang Pernah Memerintah
Pangultopultop (1624-1648)
Ranjinman (1648-1649)
Nanggaraja (1670-1692)
Butiran (1692-1717)
Bakkararaja (1738-1738)
Baringin (1738-1769)
Bonabatu (1769-1780)
Raja Ulan (1781-1769)
Atian (1800-1825)
Horma Bulan (1826-1856)
Raondop (1856-1886)
Rahalim (1886-1921)
Karel Tanjung (1821-1931)
Mogang (raja terakhir) (1933-1947). (PENULIS: Jannerson Girsang/Dikutip dari Analisa.com)
Ranjinman (1648-1649)
Nanggaraja (1670-1692)
Butiran (1692-1717)
Bakkararaja (1738-1738)
Baringin (1738-1769)
Bonabatu (1769-1780)
Raja Ulan (1781-1769)
Atian (1800-1825)
Horma Bulan (1826-1856)
Raondop (1856-1886)
Rahalim (1886-1921)
Karel Tanjung (1821-1931)
Mogang (raja terakhir) (1933-1947). (PENULIS: Jannerson Girsang/Dikutip dari Analisa.com)
0 Comments