IST |
Polisi adalah pengayom, pelindung, pelayaan masyarakat, bukan melakukan
salah tangkap dan memaksa seseorang mengaku, dan menghukum "paksa orang
yang tidak bersalah.
Kebenaran tidak mungkin diungkap dengan
cara yang tidak benar. Cara Polisi memaksa orang mengaku dengan cara
menyiksa para pelaku salah tangkap, sama sekali tidak akan pernah
mengungkap kebenaran.
Kisah Dedi dan Syamsul yang ditayangkan
Metro TV siang ini, usai kebaktian di gereja, membuktikannya. Polisi
tidak akan mampu mengungkap kebenaran kalau hanya pakai "otot", dan
tidak menggunakan "otak".
Jangan ulangi lagi ya Pak Polisi! Kasihanilah kami rakyat kecil.
Semoga kasus Dedi dan Syamsul adalah kisah salah tangkap terakhir Polisi di negeri ini.
Menyaksikan penuturan Dedi dan Nurochman, pasangan suami tangguh di
Metro TV siang ini, muncul rasa kurang percaya bahwa polisi itu
pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat.
Sementara rasa
kagum kusampaikan kepada Dedi, seorang tukang Ojek di sekitar Halim,
Jakarta Timur. Dedi dan istrinya adalah pasangan tangguh, tidak pernah
menyerah dengan kesulitan, tidak mencari jalan pintas sebagaimana
cara-cara oknum polisi yang memaksa Dedi sebagai pelaku penganiayaan.
Dedi ditangkap polisi karena dituduh menjadi salah satu pelaku
pengeroyokan terhadap seorang pengemudi angkot di kawasan PGC Cililitan
pada Kamis malam, 18 September 2014 silam.
Menurut Dedi, dirinya "dipaksa" mengaku oleh polisi sebagai pelakunya. Walau Dedi bukan pelaku yang sebenarnya.
"Saya tidak tahan dipukuli..Pak" jerit Dedi tidak berdaya. Harus mengakui kesalahan yang tidak diperbuatnya.
Kok masih ada oknum Polisi mukul-mukul sih? Katanya sudah reformasi? Mereka dididik dimana Pak Kapolri?
Karena kesalahan tangkap polisi, Dedi harus mendekam di penjara selama
sepuluh bulan. Dia harus menjalani penyidikan, baru proses pengadilan.
Awalnya dia dituntut tujuh tahun penjara, tetapi hakim menghukumnya 2 tahun. Dedi banding, dan akhirnya vonnis bebas.
Sebelum ditahan, Dedi (33 tahun) adalah tulang punggung keluarga. Dari
penghasilan ngojek itulah pasangan satu anak ini menghidupi keluarganya.
Selama Dedi menjalani penahanan di rumah tahanan Cipinang, sejumlah masalah mendera keluarganya.
Adalah Nurochman, seorang istri yang bijak dan tangguh. Putri teladan Indonesia, kalau menurut saya.
Dengan fasilitas sepeda motor yang mereka miliki, tanpa SIM, Nurochim menjadi tukang ojek "dadakan".
"Kalau saya tidak ngojek, kami makan dari mana," katanya memberi alasan
mengapa dia terpaksa jadi tukang ojek. (Untungnya selama sepuluh bulang
ngojek, wanita tangguh ini tidak ditangkap polisi karena nggak punya
SIM)Sudah jatuh ketimpa tangga. Demikianlah nasib keluarga ini.
Istrinya, Nurohman menggantikan Dedi sebagai tukang ojek agar bisa
menafkahi anak semata wayang mereka bernama Ibrahim yang baru berumur
tiga tahun.
Bagaimanalah kalau istri yang biasanya merawat anak, harus meninggalkan anaknya di rumah dan tentunya kurang terurus.
"Bahkan akhirnya Ibrahim pun meninggal dunia karena kurang mendapat asupan gizi yang mencukupi," seperti dikutip Kompas.com.
Suami di penjara, anak semata wayang meninggal! Aduh Tuhan....!.
Hanya wanita tangguh yang mampu bertahan dan terus mencari jalan keluar, tanpa kenal menyerah pada keadaan.
Hingga kemudian, kebenaran akhirnya berpihak ke keluarga Dedi. Karena
memang tidak salah, seorang hakim yang memiliki "nurani" memvonis bebas
Dedi, 31 Juli 2015.
Siang ini Nurochman memakai kerudung dan
Dedi mengenakan T-Shirt dan celana jean warna hitam, tampil di Metro TV.
Kisah di atas bukan fiksi, benar adanya. Pasangan ini menderita berat,
karena korban salah tangkap polisi.
Setelah Dedi dibebaskan, dia akan menata hidupnya lagi. Tidak menjadi tukang ojek, karena sudah trauma.
"Saya akan menggantikan posisi mertua saya sebagai Satpam di sebuah perumahan," kata Dedi penuh optimis.
Semoga Tuhan memberkati keluarga Dedi dan Nurochman. Kami semua
mendoakanmu saudaraku. Kalian adalah pahlawan karena tetap jujur dan
Tuhan melihat semuanya ini.
Adalah pengacara Dedi, Romi Renaldo berhasil mengungkap kebenaran. Salut buat pengacara yang masih mau membela orang lemah.
"Dedi ditangkap hanya dengan seorang saksi,".kata Romi yang turut
mendampingi kliennya di Metro TV. Menurut pengacara "tukang ojek" ini,
sampai hari ini polisi belum mengungkap pengeroyok supir angkot yang
sebenarnya.
"Kita berharap ada perubahan dari pihak kepolisian
agar mencegah salah tangkap. Adanya peraturan penyiksaan-penyiksaan.
Mencegah tindakan penyiksaan. Seringkali kasus salah tangkap. Dia tidak
melakukan hal itu, reaksinya akan dipaksa dan tetap menandatangani BAP
yang salah itu," katanya.
Satu lagi kasus yang mirip Dedi,
adalah Syamsul. Sedih kalau saya menceritakan kembali. Ngeri kali
rupanya cara-cara polisi memaksa seseorang agar mengaku sebagai pelaku,
meski tidak melakukannya.
Pak Polisi, Pak Jaksa dan pak Hakim, kalian sekolah bukan untuk menyiksa rakyatmu.
Kalian dituntut pintar dan bijak dalam melakukan tugas. Rakyat seperti
Dedi, Nurochmanlah, dan jutaan rakyat Indonesia yang menggaji kalian
semua.
Kapolri, kami semua meminta supaya Bapak memberikan santunan kepada Dedi dan Syamsul. Itu kalau Bapak masih punya nurani!
Saya dan jutaan rakyat yang menonton Metro TV siang ini, sedih dan menangis Pak Kapolri mendengar kisah ini.
Keduanya tidak mendapat ganti rugi dari polisi, walau mereka tidak terbukti bersalah, karena hakim memvonis bebas mereka.
Semoga Bapak Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri yang
berpangkat Jenderal) mau melihat dan menjenguk orang kecil seperti Dedi
dan Syamsul. Pahalanya besar Pak!
Lagi pula Bapak sudah kadung mendeklarasikan Polisi mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat.
Saya rasa kalau Pak Kapolri mengunjungi Dedi, memberi penghiburan pasti
kami percaya motto itu. Kalau tidak, yah Bapak sendirilah yang
menjawabnya.
Saya jadi teringat kata-kata Presiden Jokowi.
"Hal-hal yang membuat gaduh sering kita perhatikan, sedangkan
masalah-masalah yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat banyak
terabaikan." kata Jokowi, dalam sebuah wawancara di Metro TV, minggu
lalu.
Beliau berharap Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dapat lebih fokus kepada kepentingan masyarakat banyak. Saya heran, apakah polisi, jaksa, hakim pernah menonton tayangan ini.
Kalau ya, apakah mereka tdak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak ada nurani, kasih lagi?
Saya tidak membaca berita kalau polisi, jaksa, hakim pernah menyambangi
korban-korban tangan mereka. Dimana Revolusi Mentalnya Pak Jokowi?.
]
Mohon teman-teman kalau ada komentar "simpati: dari ketiga penegak hukum kepada Dedi dan Syamsul. (Jannerson Girsang)
0 Comments