|  | 
| GUBERNUR Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho dan istri mudanya, Evy Susanti ditahan penyidik KPK. Mereka berdua ditahan setelah menjalani pemeriksaan selama 9 jam lebih. | 
BERITASIMALUNGUN.COM-Hari ini (Senin 3 Agustus 2015), saya  menyaksikan peristiwa yang cukup dramatis di televisi. 
Gatot Pujo Nugrogo dan istrinya ditahan setelah KPK memeriksa keduanya 
sebagai tersangka dalam kasus suap hakim PTUN Medan.
 H. Gatot 
Pujo Nugroho, A.Md., S.T., M.Si. (lahir di Magelang, Jawa Tengah, 11 
Juni 1962; umur 53 tahun) adalah Gubernur Sumatera Utara sejak 14 Maret 
2013. Sebelumnya, Gatot merupakan Plt. Gubernur Sumatera Utara 
sejak 2011 hingga 2013 menggantikan Syamsul Arifin yang terjerat kasus 
korupsi. Gatot , berduet dengan Syamsul Arifin pada Pemilukada Sumatera 
Utara 2008 dengan tagline Syampurno.
 Dalam Pilkada Sumut 2013, ia
 maju dan menggandeng Bupati Serdang Bedagai, H.T. Erry Nuradi sebagai 
wakilnya. Sesuai hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei, pasangan 
nomor urut 5 yang membawa tagline Ganteng ini memenangkan pilkada satu 
putaran di angka 32,05%. Saya sangat prihatin, setelah membaca 
profil Gatot di Wikipedia!. Khususnya mempelajari masa kecilnya, hingga 
menjadi instruktur Politeknik USU, Medan.
 Sebelum menjadi 
gubernur Gatot dikenal sebagai orang yang bersahaja.  Gatot dengan latar
 belakang kehidupan anak tentara dan lingkungan yang agamis,  justru di 
masa tuanya, saat puncak kariernya harus berurusan dengan KPK. Apa yang salah di negeriku ini, apa yang salah dengan Gatot? Gatot adalah buah dari lingkungan negeriku, lingkungan kita. 
 Gatot yang merupakan anak kedua dari lima bersaudara ini lahir di 
Magelang, Jawa Tengah, pada 11 Juni 1962 lalu. Ayahnya Juli Tjokro 
Wardoyo adalah seorang purnawirawan TNI Angkatan Darat (AD) dengan 
pangkat terakhir Pembantu Letnan Satu (Peltu). Ibunya, Sulastri adalah 
seorang ibu rumah tangga yang dikenal sebagai ketua pengajian kaum ibu 
di lingkungannya.
 Gatot tumbuh besar di komplek prajurit TNI di 
Magelang. Selain terbiasa dididik dengan disiplin tinggi khas keluarga 
tentara, Gatot dan saudara-saudaranya juga tumbuh dalam suasana keluarga
 yang religius. Kedua orangtuanya, termasuk kakek nenek dari kedua 
orangtuanya itu, dikenal sebagai tokoh agama dan panutan di 
lingkungannya masing-masing.
 Suasana keagamaan cukup kental itu 
yang membuat Gatot sejak kecil dekat dan punya minat tinggi dengan 
Keislaman. Sejak duduk di bangku Sekola Dasar, Gatot sudah terbiasa 
menjaga sholat lima waktunya. Karena kedekatannya dengan hal-hal berbau 
Keislaman itu pula membuatnya digelari ”Kyai” oleh rekan-rekan 
sepermainannya. Julukan ”Kyai” itu masih sering diucapkan teman-temannya
 sampai dia duduk di bangku Sekolah Teknik Menengah (STM).
 Karena
 minatnya yang tinggi terhadap Keislaman membuat Gatot sejak kecil, 
selain bercita-cita jadi tentara, juga berkeinginan menjadi Ulama atau 
Kyai. Tapi karena keterbatasan biaya mengingat ayahnya yang hanya 
parajurit biasa memaksa Gatot mengurungkan niatnya. Dia harus menghapus 
mimpinya untuk melanjutkan pendidikannya ke Pesantren Modern Gontor 
setamat dari Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Magelang.
 
Dengan harapan, nantinya bisa langsung bekerja setamat sekolah, ayahnya 
meminta Gatot melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Teknik Menengah (STM)
 Negeri Magelang. Setelah melewati ujian, Gatot menjadi satu-satunya 
siswa SMP Negeri 1 Magelang yang mau bersekolah di STM Negeri Magelang 
yang oleh warga Magelang dianggap tidak favorit.
 Menjelang tamat 
STM, Gatot yang juga punya keinginan besar untuk menjadi tentara itu 
berniat mengikuti test Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia 
(Akabri). Namun karena keterbatasan biaya, lagi-lagi Gatot harus 
mengurungkan niatnya. Ayahnya berharap besar dia langsung bekerja 
setamat dari STM agar bisa meringankan beban ekonomi keluarga.
 
Lulus STM, Gatot langsung pun diterima bekerja sebagai tenaga lapangan 
di salah satu perusahaan kontraktor. Dia pun akrab dengan pekerjaan 
kasar, bersentuan dengan batu, semen, pasir dan lainnya. Kulit kakinya 
yang kasar dan berlubang-lubang karena pekerjaan kasar yang ditekuninya 
itu membuatnya harus tersingkir di test bidang kesehatan saat mencoba 
melamar untuk Sekolah Calon Bintara (Secaba) Angkatan Darat (AD).
 Setahun bekerja sebagai tenaga lapangan kontraktor, Gatot mendapat info
 adanya program beasiswa penuh pendidikan D3 Institut Teknologi Bandung 
(ITB) untuk instruktur di Politeknik yang akan didirikan di berbagai 
daerah di Indonesia.
 Karena tak akan dipungut biaya pendidikan, 
Gatot ikut test dan akhirnya dinyatakan lulus. Kelak setamat mengikuti 
program D3 ITB tersebut, Gatot ditempatkan sebagai staf pengajar di 
Politeknik Universitas Sumatera Utara (USU) sejak 1986. Bersamaan dengan
 penempatannya di Medan itu lah, Gatot pindah ke Medan sampai saat ini.
 Sebelum jadi gubernur dia dikenal baik, tetapi jabatan gubernurnya 
justru membawanya ke jurang kehancuran. Jauh dari harapan kita pemimpin 
yang negarawan.  
 Mari belajar, mengapa Gatot sampai pada keputusan yang "konyol" ini. 
 Biarlah Pengadilan yang menghakimi beliau, kita tidak berhak. Mari belajar dari pengalaman buruk beliau!
 Note: Mohon komentar tidak berbau SARA!. kita prihatin dengan kehidupan
 Gatot. Kita harus belajar mengapa dia sampai terjebak dalam korupsi, 
padahal kehidupan masa kecilnya hingga beliau jadi instruktur 
Politeknik, bersahaja. Biarlah Pengadilan yang menghakimi Gatot, Kita harus banyak belajar dari kasus ini. (Jannerson Girsang)
 



0 Komentar