Kebakaran di kawasan hutan dan lahan gambut di Rimbo Panjang, Kampar, Riau. (ANTARA/Ronny Muharram)
Jakarta-Api berkobar-kobar tak terkendali, menjulang ke
langit. Lidah api mahadahsyat itu tak padam meski telah dijatuhi bom air
dari pesawat terbang. Pemandangan mengerikan itu dilihat langsung oleh
Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan,
saat meninjau kebakaran hutan menggunakan helikopter di Ogan Komering
Ilir, Sumatra Selatan.
Luhut saat itu bersama Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar. Menurut Siti, kondisinya memang
amat berat. Ia menggambarkan api terus bergerak dari bawah ke atas,
menghasilkan asap yang bergulung-gulung tebal ke udara.
“Kebakaran terjadi sangat masif dan api begitu tinggi,” kata Luhut, memberikan deskripsi yang kompak dengan Siti.
Rasa
pesimistis langsung meruap. "Saya melihat upaya pemadaman tidak akan
selesai tanpa turun hujan," kata Luhut di Jakarta, Rabu (21/10).
Kebakaran
hutan ini pun membuat frustasi. Siti menceritakan betapa cepat titik
api bertambah. Titik api yang pada Senin pagi awal pekan ini berjumlah
352 di seluruh Indonesia, sore harinya mendadak bertambah drastis
menjadi 2.438 titik api.
Titik api pada hari ini bahkan bertambah banyak, total menjadi 3.226
titik dengan sebaran meluas hingga Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Kebakaran hutan sungguh membuat Indonesia membara dari barat sampai ke
timur.
Luhut pun memanggil kembali Malaysia untuk membantu
pemadaman api. Pesawat pengebom air akan ditambah. Dengan bantuan armada
negara-negara sahabat, pemerintah Indonesia mencoba menjaga harapan
agar kobaran api dapat diredam.
Wajib ada anggaran khusus
Presiden
Jokowi, di hadapan para kepala daerah se-Indonesia siang ini di Istana
Negara, memerintahkan kepada daerah-daerah yang memiliki potensi dilanda
kebakaran hutan agar mengalokasikan anggaran pencegahan dan penanganan
bencana kebakaran hutan.
“Saya lihat di wilayah-wilayah yang
terbakar sekarang ini, tidak ada anggaran untuk penanganan asap,” kata
Jokowi. Pencegahan pun, kata dia, nihil.
Padahal, kata Jokowi,
pemerintah daerah setempat bisa membuat embung atau kolam penampung air
di dekat hutan. Dengan demikian jika terjadi kebakaran hutan, mudah
mencari air untuk memadamkan api.
Presiden pun memerintahkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk bergerak lebih cepat pada musim kemarau berikutnya.
Soal anggaran pencegahan dan penanganan kebakaran hutan serta kabut asap
terlihat amat disoroti Jokowi. “Saya ke daerah, saya tanya, katanya
tidak ada anggaran itu. Intinya enggak ada anggaran untuk penanganan
asap di daerah yang sekarang terdampak,” ujarnya.
Tak heran bila
Jokowi berang. Sumber CNN Indonesia menyatakan, saat meninjau kebakaran
hutan di Sumatra pada awal September, Jokowi mendapati fakta yang
mengejutkan sekaligus membuatnya marah.
“Saat Jokowi tiba di
lokasi kebakaran, tempat itu penuh dengan pejabat daerah dan mobil
pemadam. Semua sibuk memadamkan api. Setelah melihat-lihat, Jokowi lalu
pergi. Tapi sejam kemudian, Jokowi ingin kembali ke lokasi itu. Mobil
yang ia tumpangi putar balik, dan di sana sudah kosong. Api dibiarkan
berkobar, tak ada upaya pemadaman. Kesibukan di awal hanya untuk
menyambut Jokowi,” kata sumber itu.
Jokowi lantas memanggil
pejabat daerah setempat dan bertanya kenapa api dibiarkan. Ia mendapat
jawaban: tak ada anggaran untuk memadamkan api. Bertahun-tahun yang
terjadi selama ini, kebakaran hutan diabaikan hingga padam sendiri oleh
datangnya musim hujan.
Saat itu pula, kata si sumber, Jokowi
mengatakan hal tersebut tak bisa dibiarkan begitu saja. Jokowi
mengeluarkan instruksi: tiap tahun harus ada anggaran penanganan
kebakaran hutan, tak boleh tidak.
Luhut mengatakan kebakaran hutan akibat dampak El Nino tahun ini adalah
yang terparah sepanjang sejarah Indonesia. Namun ia menolak apabila
pemerintah disebut tak berbuat apa-apa untuk mengatasinya.
“Kami
menangani bencana asap secara terpadu. Saya bahkan naik helikopter
dengan para jenderal dan Menteri Siti (untuk meninjau langsung),” kata
Luhut di Istana Negara.
Sementara itu, rakyat korban kabut asap
terus menjerit mengemukakan kekecewaan mereka. Enam bulan mereka mesti
bergelut dengan asap.
“Tuan Presiden, tidak banyak yang kami
minta di satu tahun pemerintahanmu. Cuma satu permintaan: kembalikan
langit biru Indonesia!” kata Iwan, seorang warga Sumatra.
Kebakaran
hutan menjelma menjadi persoalan terbesar Jokowi di setahun
pemerintahannya. Rakyat menanti tindakannya untuk mengakhiri bencana
ini. (Anggi Kusumadewi & Resty Armenia, CNN Indonesia)
0 Comments