![]() |
KABUT ASAP DI KOTA JAMBI MINGGU 25 OKTOBER 2015. FOTO LEE |
Keluar rumah, dan menoleh ke
kejauhan, pandangan mata terhalang oleh asap. Menara di sekitar Jalan
Jamin Ginting tidak terlihat karena tertutup asap.
Dari
celah-celah jendela, hanya beberapa puluh meter ke depan, selimut putih
melingkupi rumah-rumah, dan pepohonan tidak lagi hijau. Pohon-pohon
berselimut jubah putih tipis.
Sinar matahari yang kurindukan belum juga berhasil menghantarkan panasnya, sinar ultra violetnya ke bumi.
Ketika saya masih sekolah dasar guru mengajarkan bahwa sinar ultra violet sangat bagus untuk pertumbuhan tulang anak-anak.
Saya teringat ibu-ibu yang melahirkan di kampung, setiap hari menjemur
bayinya di panas matahari pagi. Berjemur di pagi hari bagi bayi adalah
kebiasaan di kampung yang membuat tulang-tulang lebih kuat.
Tentu mereka yang melakukan kebiasaan itu akan kehilangan kesempatan minggu-minggu belakangan ini.
Ketika saya kuliah di IPB Bogor, dosen Fisiologi Tumbuhan mengajarkan
kami bahwa sinar matahari membantu proses pembentukan klorofil yang
menghasilkan karbohidrat.
Katanya, laju fotosintesis dan
kandungan klorofil adalah tolok ukur pertumbuhan yang berkaitan dengan
produksi tanaman. Kalau sinar matahari tertutup seperti asap sekarang,
maka maka laju fotosintesis akan menurun.
Bayangkan berapa
kerugian yang diderita negeri ini dengan terganggunya proses
fotosintesis.Sayuran, buah akan menurun produksinya. Inilah yang tidak
pernah dibayangkan para pembakar hutan.
Saya tidak berani
melakukan olah raga pagi di luar rumah. Udara katanya sudah di atas
ambang batas bahaya untuk kesehatan. Kolam renang, lapangan bola,
lapangan terbuka lainnya tidak bisa digunakan saat asap begini, kecuali
menggunakan masker khusus. Ngeri kan?
Penerbangan masih
terganggu asap. Keluarga yang bepergian dengan pesawat masih sering
tertunda bahkan batal. Harus kembali ke rumah, menunggu besok hari, atau
memilih jalan darat yang melelahkan.
Saya teringat minggu lalu
Kebaktian Minggu di HKBP Garuda Sakti, Kampar, Riau. Gereja yang belum
memiliki AC, terbuka, tiba-tiba kemasukan asap pekat. Wow!.
Tidak ada yang memakai masker, tidak ada orang yang peduli, kalau asap itu berbahaya.
Saya membayangkan suasana seperti di Riau, Minggu lalu, sedikit banyak
akan mewarnai kebaktian-kebaktian Minggu di Sumatera Utara, hari ini.
Di berbagai tempat gereja itu terbuka dan asap bebas masuk, karena langit biru kian akrab dengan asap putih. Beruntungnya, di Medan, gereja kami sudah memiliki AC untuk kebaktian dewasa.
Tadi pagi hujan turun!. Tetapi benar seperti dikatakan saudaraku Anto Purba, hujan tidak banyak mengusir asap.
Pagi ini asap tetap saja enggan keluar dari langit di sekitar rumah kami, meski sudah diguyur hujan.
karena itu, kita jangan lupa mendoakan agar titik api di kejauhan padam, supaya kiriman asapnya terhenti.
Cucuku Andra,berusia dua tahun, masih tidur di kamar. Tadi malam dia
tidur nyenyak, setelah malam sebelumnya dalam pemulihan karena demam.
Kemaren Kepala Dinas Pendidikan meliburkan semua sekolah, karena udara Kota Medan dinyatakan berada di atas ambang normal.
Peringatan Kepala Dinas Pendidikan ini kumaknai bahwa anak-anak sekolah
saja tidak boleh ke luar rumah, apalagi cucuku yang baru berusia dua
tahun.
Hari ini hari Minggu, dia seharusnya sekolah Minggu. Tapi
karena badannya masih dalam pemulihan, dan masih tidur, kuurungkan
mebangunkannya.
Memang guru-guru sekolah Minggu tidak
memberitahu libur sekolah Minggu, karena mereka cukup yakin, kebaktian
yang sebagian dilaksanakan di ruang AC, tidak berbahaya bagi anak-anak.
Atau mungkin mereka belum tau apa bahaya asap, karena belum ada sosialiasi dari pihak berwenang.
Mengapa sekolah diliburkan, tidak ada penjelasan lebih detil. Tidak
sekolah, kalau anak-anak berkeliaran di luar rumah juga tidak ada
manfaatnya.
Selamat hari Minggu, selamat menikmati asap kiriman
dan jangan lupa menggunakan masker saat berada di luar ruangan.
(Persediaan masker di rumah-rumah[un cukup minim, serta pemilihan jenis
masker yang sesuai. Dinas Kesehatan perlu melakukan soialiasi)
Semoga paru-paru kita makin kebal mengolah udara berasap sehingga tidak membahayakan tubuh.
Selamat menikmati ibadah Minggu bagi umat Kristen. Semoga
kebaktian-kebaktian hari ini, tidak lupa membawakan masalah kebakaran
hutan dan asap dalam pokok-pokok doa mereka. Semoga titik-titik api di
kejauhan cepat padam.
Para pembakar hutan kembali menyadari bahwa perbuatan mereka sungguh membahayakan sesamanya, dan sangat memalukan negeri ini.
Kebakaran hutan, asap jangan dianggap sepele. Kita sudah menderita
selama 18 tahun, tetapi tidak pernah belajar. Kerugian yang timbul dari
kebakaran dan asap cukup besar, baik dari segi materi maupun kualitas
hidup warga.
Sayangnya, setiap kali kebakaran dan asap menyelimuti langit biru kita, semua mencari kambing hitam, bukan kambing putih.
Semoga ke depan masing-masing melakukan fungsinya masing-masing. Rakyat
yang jadi korban memang kerjanya mengeluh. Jangan salahkan mereka.
Pejabat yang tidak boleh mengeluh. Mereka harus menjadi pembawa solusi.
Para pejabat (Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota/Camat,
Lurah), wakil rakyat, dan mereka yang menyatakan diri sebagai penyelamat
lingkungan, Tim SAR, Badan Penanggulangan Bencana Nasional dan
Daerahlah yang seharusnya bergerak, memobilisasi semua kekuatan.
Semoga para pengelola negeri ini, rakyat negeri ini menyadarinya.
Medan, 25 Oktober 2015. Diana Elisabeth SiallaganSimanjuntak, Fronner Simanjuntak. Jangan bermimpi mengungsi dari Pekanbaru ke Medan. Udara kita sudah sama buruknya. (St Jannerson Girsang)
0 Comments