Dalam keadaan perang sekalipun, rumah ibadah harus dilindungi, apalagi dalam suasana damai.
Bukankah rumah ibadah itu adalah sumber kebaikan? Jadi, sangat
mengherankan bila masih ada orang yang takut sumber kebaikan dan harus
mencari-cari alasan untuk tega menghancukannya.
Saya senang sekali ketika bisa mengunjungi dan menyaksikan Vihara besar-besar dibangun di kota Medan, di Brastagi, Batam.
Negeriku memiliki variasi bangunan yang memberiku rasa kagum. Saya
senang berfoto di sana, dan menghiasi ruang kerja, atau paling tidak,
dengan melihat foto itu saya terhibur di sela-sela istirahat di kantor.
Vihara-vihara besar setidaknya menjadi salah satu pilihan obyek wisata
bagi keluargaku.
Saya tidak pernah mempersoalkan bangunan itu
memiliki izin atau tidak. Saya memang tidak pernah ditanya apakah saya
setuju atau tidak. Dan yang jelas, seandainya saya ditanya, saya pasti
setuju.
Saya bisa melihat keagungan Tuhan di sana. Saya begitu kagum atas penguasaan teknologi bangunan umat Buddha.
Saya kagum atas kejujuran mereka, kepolosan mereka, keterbukaan mereka
kepada semua tamu yang mengunjungi rumah ibadah mereka. Rumah ibadah
mereka menjadi inspirasi bagi semua pemeluk agama.
Satu
lagi:umat Budha berprinsip rumah Tuhan harus lebih baik dari rumahnya
sendiri. Saya kagum atas kerelaan mereka berkorban demi rumah ibadah.
Hampir saya tidak menemui ada vihara yang reot-reot. Semua bagus-bagus.
Saya mendapat pengetahuan dari mereka. Di satu vihara terbesar
di Batam, saya membaca tulisan yang sangat mengesankan saya: "Sebutir
nasi sejuta keringat," sebuah peringatan pentingnya menghargai berkat
Tuhan.
Saya senang melihat mesjid Istiqlal yang megah di
pusat kota Jakarta. Setiap mengunjungi kompleks ini saya bangga,
Indonesia punya bangunan megah seperti itu. Ciri khas yang tidak
dimiliki bangsa mananpun di dunia ini.
Saya senang bunyi azan
dari mesjid mesjid di sekitar rumah saya. Bunyi itu merupakan petunjuk
waktu, membangunkan saya setiap pagi.
Saya tidak pernah
mempersoalkan apakah mesjid di sekitar saya punya izin atau tidak, dan
bagi saya itu tidak perlu. Sayapun tidak pernah ditanya apakah saya
setuju mesjid berdiri di sana. Dan kalaupun ditanya, saya pasti setuju.
Semua rumah ibadah adalah sumber kebaikan, tempat orang belajar kebaikan.
.
Saya senang melihat saudara-saudaraku keluar dari mesjid, berpakaian
rapi, dengan wajah, jiwa,dan pikiran jernih, berbaris, saling menyapa.
Tetangga-tetangga yang taat beragama berbeda dengan saya, umumnya
baik-baik. Di depan, samping kiri, samping kanan rumah saya semuanya
muslim.
Kami tidak pernah bermasalah selama puluhan tahun,
karena kami tidak pernah mempersoalkan perbedaan. Kami mengusahakan
kehidupan yang harmonis, saling tergantung satu dengan yang lain.
Mereka sangat menghormati, menghargai cucuku dengan sapaan dan juga pemberian. Sama seperti penganut agama yang lain juga.
Jadi, tidak ada penganut agama yang istrmewa. Tidak ada satu agamapun
di Indonesia ini yang menjamin umatnya tidak korupsi.
Semua sama.
Keistimewaan mereka adalah kalau berbuat banyak kebaikan kepada
sekitarnya! Orang tidak dilihat istimewa karena agamanya, tetapi dari
sumbangan kebaikan yang diberikannya kepada bangsa ini.
Mari saudara-saudaraku, sadarlah!.
Mari berlomba menabur kebaikan. Bukan berlomba-lomba mencari kelemahan
agama orang lain, mengatakan agamanya paling hebat. Ini seperti menabur
bibit kebencian dan kecemburuan. Siapa yang mau agamanya lebih rendah
dari agama orang lain?
Parahnya lagi, kalau sampai mengarahkan
perbedaan menjadi ancaman bagi lingkungan, dan kemudian memprovokasi
supaya saling bermusuhan.
Jangan mencari hal-hal buruk pada
saudara kita, carilah hal-hal baik sekecil apapun itu untuk kebaikan
bersama. Ceritakanlah hal-hal yang baik itu di rumah tangga, di
lingkungan kita.
Jangalah pekerjaan kita hanya mencari-cari data
rumah-rumah ibadah yang tak punya izin. Berapa ribu rumah ibadah di
Indonesia yang tidak memiliki izin?. Mau dirubuhkan semua?. Jangan
melakukan hal yang bodoh.
Perbuatan merusak rumah ibadah
agama apapun, itu pekerjaan setan. Tidak ada hukum agama apapun yang
mengajarkan umatnya merusak rumah ibadah. Semua agama menebar kebaikan
dan kedamaian.
Kita berbeda karena Tuhan ingin kita berbeda.
Bertambahnya penduduk akan menambah rumah-rumah ibadah. Kalau kita
memelihara kebencian, maka setiap rumah ibadah berdiri, maka kita akan
selalu ingin merusaknya. Capek amat sih?
Tugas kita adalah
menghargai satu dengan yang lain, menerima perbedaan sebagai sebuah
berkat, bukan ancaman. Sehingga kita tidak lagi takut rumah-rumah ibadah
yang baru, tidak perlu mempersolkan izin. Bersyukurlah kita memiliki
banyak rumah ibadah, karena makin bertambah sumber kebaikan bagi bangsa
ini.
.
Jangan lanjutkan lagi merusak rumah-ruma ibadah,
sumber kebaikan bagi bangsa kita. Malu dong menghambat orang berbuat
kebaikan.
Aneh bin ajaib, kalau di Republik Indonesia yang sudah berusia 70 tahun ini, masih ada orang yang suka merusak rumah ibadah!
Tak ada alasan yang bisa ditolerir bagi perusak rumah ibadah agama apapun. UUD kita menjamin kebebasan beribadah. (St Jannerson Girsang )
0 Comments