JR Saragih disambut pendukungnya saat membawa salinan Penetapan PT TUN Medan Nomor 16/ G/ PILKADA/2015/ PT.TUN.MDN tanggal 8 Desember 2015.IST
BERITASIMALUNGUN.COM-Semua pasangan calon kepala daerah, boleh berperkara. Berperkara dengan
penyelenggara pilkada tentunya, KPU. Tapi, tentu saja ada aturannya.
Artinya, berperkara ya berperkara. Tapi berperkara harus dengan aturan
yang diatur dalam peraturan perundangan. Di luar itu, nggak boleh.
Perkaranya bisa dianggap illegal bahkan haram.
Keq mana cara
berperkaranya ? Ya lapor kepada Panwaslih. Sampaikan apa yang tak enak
yang dilakukan KPU terhadapnya. Lantas kalau hal-hal yang disampainya
dilengkapi dengan sayarat-syarat berperkara, Panwaslih akan melakukan
sidang yang disebut dengan istilah Sidang Sengketa Pilkada. (Baca Juga: Tim JR Saragih Kelabui PT TUN Medan Dengan Surat Panwaslih Palsu )
Keputusan
Sidang Sengketa Pilkada ini bisa memuaskan pasangan calon tadi, tapi
juga tentu saja bisa mengecewakan mereka. Artinya, usai Sidang Sengketa
Pilkada pasangan calon kepala daerah bisa puas tapi juga bisa tidak
puas. Dan Panwaslih memang, bukan alat pemuas.
Sesuai aturan, kalau
pasangan calon kepala daerah tadi puas atas putusan Panwaslih, KPU tak
bisa bilang apa. Laksanakan, habis perkara. Sebab, putusan Panwaslih
adalah final dan mengikat. Ibaratnya, Panwaslih itu adalah tuhan bagi
KPU.
Panwaslih bilang hitam, ya KPU harus mengikutinya. Tapi kalau
Panwaslih bilang putih, kenapa rupanya. KPU juga harus mengikutinya.
Sebaliknya, kalau pasangan calon kepala daerah tidak puas atau kecewa,
mereka boleh menyampaikan persoalannya ke PT TUN (Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara) Tapi tentu saja, pihak PT TUN tidak sembarang melakukan
persidangan atas perkara yang disampaikan oleh pasangan calon kepala
daerah.
Mereka (PT TUN), harus memeriksa kelengkapan administrasi yang
disampaikan oleh pasangan calon. Antara lain, Putusan Panwaslih yang
sebelumnya menyidangkan perkara itu.
Kalau ternyata ada, berkas berkara
dinyatakan lengkap dan Sidang pun dilakukan. Kalau tak lengkap, antara
lain misalnya tak ada Putusan Panwaslih, tentu saja PT TUN tak bisa
menyidangkan perkara itu.
Lantas, ketika pasangan JR Saragih dan
Amran Sinaga berperkara di PT TUN Medan pada 8 Desember lalu, keduanya
tidak melengkapi berkas perkara mereka. Apa ? Putusan Panwaslih terhadap
perkara mereka sebelumnya.
Tentu saja Putusan Panwaslih Simalungun yang
dipimpin Ulamatuah Saragih ini tidak ada mereka sampai kepada PT TUN.
Itu karena sebelumnya memang, JR - Amran tidak pernah memperkarakan KPU
Simalungun di Panwaslih Simalungun. Putusan apa yang dibuat sedang
perkara tidak ada, bukan ?
Maka menjadi anehlah Sidang perkara
JR-Amran versus KPU Simalungun yang didaftarkan pada 8 Desember lalu,
disidangkan pada 8 Desember lalu, lalu ditetapkan Putusan Sela juga pada
8 Desember lalu itu.
Menjadi aneh karena sesungguhnya Sidang itu tidak
bisa dilakukan karena tak ada Putusan Panwaslih terhadap perkara yang
disidangkan. Artinya, tidak ada kelengkapan administrasinya sehingga
perkara itu sebenarnya tidak bisa disidangkan (oleh PT TUN Medan).
Tapi negeri ini memang penuh keanehan. Kalau tak aneh, bukan negeri
kita. Maka dalam Penetapannya, PT TUN Medan memutuskan untuk
memerintahkan kepada KPU Simalungun untuk menunda pelaksanaan pembatalan
pasangan calon Bupati dan Calon Bupati Simalungun 2015 nomor urut 4
atas nama JR Saragih dan Amran Sinaga sebagai peserta pemilihan bupati
dan Wakil Bupati Simalungun 2015. Ya, menunda pelaksanaan pembatalan
keduanya sebagai peserta pilkada Simalungun 2015.
Menunda
Pelaksanaan ini agaknya perlu dicatat dan digarisbawahi, supaya tidak
terjadi kesimpangsiuran pengertian. Artinya, dengan Penetapan PT TUN
Medan tadi bukan artinya JR - Amran ditetapkan sebagai Calon Bupati/
Wakil Bupati Simalungun (lagi) Artinya lagi, PT TUN tidak memerintahkan
KPU Simalungun untuk menetapkan (kembali) JR-Amran sebagai calon
Bupati-Wakil Bupati Simalungun.
Tetapi, PT TUN Medan memerintahkan KPU
Simalungun agar menunda pelaksanaan pembatalan JR Saragih-Amran sebagai
calon Bupati-Wakil Bupati Simalungun 2015.
Lebih tegas lagi : PT
TUN MEDAN MEMERINTAHKAN KPU SIMALUNGUN UNTUK MENUNDA PELAKSANAAN
KEPUTUSAN KPU SIMALUNGUN NOMOR 79/kpts/KPU-Sim/002.434769/XII/2015
TENTANG PEMBATALAN PASANGAN CALON BUPATI DAN CALON WAKIL BUPATI
SIMALUNGUN TAHUN 2015 NOMOR URUT 4 ATAS NAMA JR SARAGIH DAN AMRAN
SINAGA SEBAGAI PESERTA PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI 2015.
Penetapan PT TUN Medan inilah yang saya anggap sebagai dosa PT TUN Medan
tapi sekaligus noda bagi KPU Pusat. Akibat Penetapan ini, KPU Pusat pun
ikut marlapu-lapu dengan memutuskan untuk menunda pilkada Simalungun
2015. Semuanya pun jadi marsamburetan.
Oh ya, tidak untuk membela
kawan-kawan saya di KPU Simalungun, saya melihat penundaan pilkada
Simalungun bukan merupakan dosa KPU Simalungun. Tapi seperti yang sudah
saya katakan, adalah dosa PT TUN Medan sekaligus noda bagi KPU Pusat.
Sebab, KPU Pusatlah yang memerintahkan KPU Simalungun untuk menunda
pilkada Simalungun. Bukan kehendak KPU Simalungun.
Begitu pun, kawan saya Marim Purba pasti bisa menjelaskan persoalan ini secara terang benderang dan cemerlang. (Ramlo R Hutabarat)
0 Comments