Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Menyimak Makna Kekayaan Zuckerberg

Mark Zuckerberg.Foto Google.
Oleh: Jannerson Girsang.

Minggu ini, masyarakat Indonesia disibukkan dengan kasus “Papa Minta Saham”. Kasus yang mengungkap bagaimana orang-orang kaya, pejabat, politisi kita melakukan pengumpulan kekayaan. Sakitnya tak seberapa, tapi malunya ini!.

Artikel ini mengajak kaum muda bercermin dari cara Marck Zucker­berg, pendiri dan pemilik saham ma­yoritas Facebook memperoleh keka­yaan, dan bagaimana dia meng­gu­nakan kekayaan yang diperoleh­nya.

1 Desember lalu, Mark Zuckerberg mengumumkan untuk mengalihkan saham yang dimilikinya di Facebook bagi kegiatan sosial yang bertujuan mulia. Mark, orang kaya ke tujuh dunia itu, sebelumnya juga dikenal melakukan donasi-donasi bagi kegiatan sosial yang berjumlah miliaran dollar.

Mencari Uang dengan Mencerdaskan Dunia

Orang Indonesia tidak dilarang menjadi orang kaya. Kita sangat bersyu­kur kalau banyak orang kaya. Masalah­nya, bagaimana cara menjadi kaya.

Korupsi, Kolusi, Nepotisme, bukanlah cara yang dibenarkan secara hukum bagi seseorang mengum­pulkan kekayaan, menjadikan sese­orang kaya. Undang-undang mela­rangnya dan kalau ada yang melaku­kannya akan dikejar-kejar KPK. Lagi pula, seseorang yang korupsi akan berbohong seumur hidup kepada anak, istri dan lingkungannya.

Generasi muda bangsa ini perlu sadar, mencari kekayaan dengan cara korupsi akan menjebak anda dalam kehidupan yang penuh kebohongan dan tidak akan pernah menghargai kerja keras, kreativitas, dan cenderung tidak suka hal-hal yang teratur.

Di usia muda seseorang tidak dilarang menjadi orang kaya. Tetapi bukan kaya mendadak, kecuali kalau dia memiliki warisan besar dari orang tuanya.

Bagi orang-orang yang kehidup­annya biasa-biasa saja, bukan mendapat warisan, baiklah menyimak pengalaman Mark Zuckerberg.

Saat berusia 19 tahun, Zuckerberg mendirikan jaringan sosial pada tahun 2004, setelah drop out dari Harvard dan bekerja di perusahaan untuk Silicon Valley.

Lima tahun setelah mendirikan Facebook, di usia muda, yakni 24 tahun majalah Forbes menobat­kannya sebagai selfmade billionare termuda sepanjang sejarah dengan nilai aset mencapai $ US 1,5 miliar.

Bandingkan orang muda yang hebat seperti Merry Riana—prem­puan Indonesia yang mencetak keber­hasilannya di Singapura berhasil mengumpulkan kekayaan $ US 1 juta pada usia 26 tahun (Merry Riana sudah kembali ke Indonesia dan banyak mengajarkan motivasi kepasa bangsa ini).

Tentu tidak usah dibandingkan dengan kekayaan Gayus Tambunan atau koruptor-koruptor muda lainnya yang kini sedang meringkuk di penjara.

Tapi, Caranya Bagaimana?

Menurut buku Sukses Finansial lewat Astrologi dan Peta Kehidupan, Mark Zuckerberg menjadi kaya bukan karena kecelakaan atau kebe­tulan, apalagi KKN atau men­dapat fasilitas karena orang tuanya pejabat.

Dalam buku itu disebutkan bahwa Zuckerberg memang memiliki lucky, dan mempunyai semua aspek yang lengkap menjadi seorang miliarder: luck/drive-ambisi, dan intelektualitas plus kreativitas.

Kunci keberhasilannya adalah: “cintai pekerjaan, totalitas dan terus kreatif” seperti ditulis dalam buku The Drop Out Billionare, Cara Menjual Ide Ala Mark Zuckerberg.

Kini, lebih dari 1 miliar orang di seluruh dunia sekarang menggunakan Facebook setiap hari, dan rata-rata melihat video lebih dari 8 miliar kali sehari . Dia berhasil menggeser iklan ke iklan mobile dan mendorong kenaikan pendapatan jaringan sosial.

Zuckerberg bersama timnya terus berinovasi menyemupurnakan Face­book dengan hal-hal yang baru. Menu­rut laporan majalah Forbes, Facebook telah membeli realitas startup maya Oculus, dan mengu­mum­kan mengu­mum­kan akan me­mu­lai pengiriman headset Rift VR pada awal 2016. Face­book terus mencari inovasi-inovasi baru se­hingga penggunanya makin memi­natinya.

Semua ini membantu mendorong keberuntungan pendiri Mark Zucker­berg naik hampir $ 13.000.000.000 sampai saat ini di tahun 2015.

Di usia 32 tahun, Marck Zukerberg menjadi seorang pengusaha muda dan menempatkan dirinya sebagai orang ketujuh terkaya di dunia dengan total kekayaannya mencapai $ US 46.4 miliar (Forbes’ Real Time Billionaires ranking, Forbes 12 April 2015).

Orang terkaya di dunia masing-masing menurut urutannya adalah Biill Gates ($ US 79..7 miliar), Amancio Ortega ($ US 75.7), Warren Buffet ($ US 64 miliar), Jeff Bezos ($ US 58.9 miliar), Chalos Slim Helu ($ US 57.8 miliar) dan Larry Ellison ($ US 48.8 miliar).

Catatan Forbes selanjutnya me­nyebut Zuckerberg adalah orang berusia di bawah 40-an yang terkaya di Amerika tahun ini. Kekayaan Untuk Apa?
Kekayaan untuk Apa?

Saat ini di negeri kita sedang semakin meningkat keyakinan ma­sya­rakat bahwa Presiden, Guber­nur, bupati, walikota, anggota parlemen adalah “cara” yang dipa­hami menjadi bidang pekerjaan untuk mengumpul kekayaaan. Luar biasa!

Padahal, menjadi birokrat atau anggota parlemen adalah pelayan rakyat. Namanya pelayan rakyat kan makan gaji. Tetapi, anehnya dari data yang tersedia, puluhan gubernur, ratusan bupati kini menjadi pesakitan karena korupsi, memperkaya diri dari pekerjaannya sebagai pelayan rakyat.

Anehnya, kekayaan itu kembali dibagi-bagi kepada masyarakat saat pemilu legislatif, dan Pilpres atau Pilkada melalui “saweran” atau “serangan fajar”. 

Kekayaan bukan ditabur untuk mencari kekuasaan dan kemudian mengeruk lagi hak-hak yang seharusnya diberikan kepada rakyat. Kekayaan itu harus disalurkan ke yang memerlukan, yang akan membuat masyarakat cerdas, bukan ketergantungan terus menerus.

Apa yang menarik dari pria kelahiran White Plains, New York, 14 Mei 1984 ini?

Saat Mark Zuckerberg, mengu­mum­kan kelahiran putri pertamanya, Max, hasil pernikahannya dengan Pricilla Chan, 1 Desember lalu, Mark melakukan sesuatu yang sangat jarang terjadi di kalangan pengusaha. Peristiwa ini diliput media-media asing dan diberitakan di hampir seluruh media-media utama nasional kita.

Pengumuman itu dibarengi dengan pengalihan harta kekayaannya senilai $ US 45 juta (Rp 618,2 triliun) ke Chan Zuckerberg Initiative, LLC, sebuah badan sosial yang bertujuan untuk “memajukan potensi manusia dan mempromosikan kesetaraan bagi semua anak pada generasi mendatang.”

Memang belum disebutkan jangka waktu pelimpahan saham yang dimiliki Zuckerberg di perusahaan Facebook. Pa­ling tidak pengumuman ini memberi makna arti kekayaan bagi Marck Zuckerberg.

Media-media internasional menyebutkan lima tahun lalu, Zuckerberg menyumbang $ US 100 juta untuk pembangunan ke sekolah di Newark. Tahun lalu Zuc­ker­berg dan istrinya Pricilla mengumumkan bantuan $ US 120 juta untuk peningkatan pendi­dikan di San Fransisco, serta donasi-donasi yang lain.

Kekayaan adalah pemberian Tuhan yang harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia di dunia, tidak hanya untuk keluarga, kelompok atau bangsa. Bukan hanya gagah-gagahan, apalagi kekayaan digunakan untuk membeli “kekuasaan” yang ujung-ujungnya juga mencip­takan kolusi, korupsi dan nepotisme.

Perenungan

Manusia harus bekerja keras untuk memperoleh kekayaan. Kaum muda Indonesia harus belajar dengan tekun, menguasai teknologi dan memiliki kreativitas. Kekayaan tidak diperoleh dengan cara-cara yang tidak benar.

Kekayaan adalah pemberian sang Pencipta dan harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia, bukan untuk berfoya-fo­ya, apalagi digunakan untuk mengejar ke­kuasaan yang ujung-ujungnya korupsi.

Permainan para elit-elit negeri ini, khu­susnya yang terjadi akhir-akhir di Freeport, bukan sesuatu yang perlu ditiru kaula muda negeri ini. 

Belajar sungguh-sungguh, memiliki intelektualitas dan kreativitas yang positif, kemudian mencintai pekerjaan, fo­kus, mengembangkan kreativitas. Hanya de­ngan demikian bangsa kita bisa keluar dari kebiasaan “korup” yang sudah merasuk ke semua sendi kehidupan bangsa kita.

Ingat kembali apa yang dikatakan Bung Karno. “… Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”(Soekarno). Jadilah 10 pemuda impian Bung Karno yang merubah negeri ini, dunia ini.

Masa depan bangsa ini ada di tangan ka­um muda. Bersiaplah untuk tidak meniru hal-hal buruk yang dilakukan para pendahulu Anda, tirulah prestasi yang dicapai kaula-kaula muda yang kaya dan berjiwa sosial.

Keyakinan bahwa tanpa “korupsi” tidak bisa hidup, harus lenyap, kalau bangsa ini masih mau berdiri teguh. ***
Penulis pengamat sosial masyarakat dan penulis Biografi, berdomisili di Medan. (Jannerson Girsang/Rubrik Opini, Analisa, 10 Desember 2015)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments