Merry Riyana |
Oleh: Jannerson Girsang
Di akhir 2015 saya menonton film Merry Riyana Mimpi Sejuta Dolar.
Sebuah film yang mengisahkan perjuangan seorang wanita Indonesia di
Singapura, dimana di usianya ke 26 tahun mampu meraih penghasilan sejuta
Dolar Singapura.
Sejak mencapai mimpinya meraih penghasilan pertama sejuta Dolar pada
2006 itu, prestasi wanita kelahiran Jakarta 29 Mei 1980 ini cukup
menarik publik, media baik di Singapura dan Indonesia karena
menginspirasi banyak orang.
Proses perjalanan hidupnya berjuang sejak 1998 di Singapura Merry
membuahkan keteladanan hidup yang menyemangati banyak orang. Hal
menarik, menurutnya prestasinya itu hanya sebuah capaian (achievement)
dan Merry ingin menabur dampak positif keberhasilannya bagi 1 juta orang
saat dia berusia 40 tahun, sebuah fullfilment, hal yang membuat
hidupnya lebih berarti.
Di tengah negeri korup yang banyak orang menghalalkan segala cara
meraih uang sebanyak-banyaknya, kisah ibu dari dua anak Alvernia Mary
Liu, Alvian Mark Liu ini menjadi inspirasi bagi pembaca memasuki 2016.
Mimpi Sejuta Dolar
Film Mimpi Sejuta Dolar itu menggambarkan semua berawal dari
kerusuhan Mei 1988. Saat itu dia baru lulus dari SMA. Cita-citanya
kuliah di Jurusan Teknik Elektro Universitas Trisakti mentok, karena
peristiwa itu.
Kedua orang Merry Riana, ayahnya Ir. Suanto Sosrosaputro dan ibunya
bernama Lynda Sanian tidak pernah bercita-cita mengirimkan putrinya
sekolah di luar negeri. Mereka adalah keluarga sederhana, berbisnis
barang eletronik di Jakarta dengan tiga orang anak.
Sebuah peristiwa memang bisa menyedihkan, tetapi justru haris
disyukuri, karena sebuah rencana di luar dugaan bisa terjadi. Karena
alasan keamanan, orangtuanya mengirimkan Merry ke Singapura. “Saat itu
suasananya sangat mencekam,” kata Merry.
Menurut orang tuanya, Singapura kala itu merupakan sebuah pilihan
yang paling masuk akal karena jaraknya yang relatif dekat, lingkungan
yang aman dan sistem pendidikannya yang bagus.
Pada tahun 1988, Merry mulai belajar di bangku kuliah di jurusan
Electrical and Electronics Engineering (EEE) di Nanyang Technological
University (NTU). Pemilihan jurusan ini berkaitan dengan latar belakang
ayahnya, seorang insinyur dan berbisnis barang-barang elektronik di
Jakarta.
Tanpa persiapan yang memadai untuk kuliah di luar negeri, konon Merry
sempat gagal dalam tes bahasa Inggris di Nanyang Technological
University. Disamping, persiapan belajar, Merry juga kurang persiapan
bekal dana.
Situasi ini memaksa Merry harus meminjam dana bea siswa dari
Pemerintah Singapura melalui Bank Pemerintah Singapura sebesar $40.000
dan harus dilunasi setelah ia lulus kuliah dan bekerja.
Walau angka itu terlihat besar, kalau dirupiahkan bisa mencapai
ratusan juta, namun dana tersebut sangatlah minim dengan kondisi
Singapura , karena setelah dikurangi biaya-buaya sekolahnya, Merry hanya
bisa mangantungi $10 selama seminggu. Angka yang sangat minim untuk
kebutuhan sehari-harinya di Singapura.
Merry harus berhemat, dengan hanya makan mie instant di pagi
hari,makan siang dengan 2 lembar roti tanpa selai, ikut seminar dan
perkumpulan di malam hari demi makan gratis, bahkan untuk minumpun ia
mengambil dari air keran/tap water di kampusnya.
Kehidupan yang pahit memang memaksa seseorang lebih kreatif, sabar
dan gigih. Film itu menggambarkan, kehidupan yang sangat memprihatinkan
itu, mendorong Merry mencari penghasilan diluar. Dari mulai membagikan
pamflet/brosur di jalan,menjadi penjaga toko bunga,dan menjadi pelayan
Banquet di hotel.
Kenikmatan dan penderitaan hanya sementara. Jangan terhanyut oleh
kenikmatan sementara jangan menyerah karena penderitaan sementara,” kata
Merry Riyana.
Dalam sebuah video presentasinya Merry mengatakan untuk mencapai
cita-cita haruslah selalu memperhatikan empat kata kunci yang
disingkatnya dengan satu kata DUIT: Dedikasi, Usaha, Inisiatif dan
Tuhan. Prinsip inilah yang selalu dia tanamkan dalam dirinya, sehingga
kegagalan-kegagalan dapat dievaluasi dan kemudian mengubah strategi
yang harus diterapkannya.
Ketika menyadari hidupnya tak berubah meski sudah menjalani bisnis
yang beberapa kai gagal saat memasuki tahun kedua kuliah, Merry mulai
membangun mimpinya.
”Saya membuat resolusi ketika ulang tahun ke-20. Saya harus punya
kebebasan finansial sebelum usia 30. Dengan kata lain, harus jadi orang
sukses. The lowest point in my life membuat saya ingin mewujudkan mimpi
tersebut, ujar Merry Riana.
Merry bukanlah seorang yang punya latar belakang pendidikan dan
pengalaman bisnis. Dia mengumpulkan informasi dengan mengikuti berbagai
seminar dan melibatkan diri dalam organisasi kemahasiswaan yang
berhubungan dengan dunia bisnis.
Akhirnya Merry sukses sebagai Financial Consultant yang menjual
produk-produk keuangan dan perbankan misalnya asuransi, kartu kredit,
deposito,tabungan. Dalam enam bulan pertama karirnya di Prudential,
Merry berhasil melunasi utangnya sebesar 40 ribu dolar Singapura, dan
tepat satu tahun pertamanya ia berhasil mendapatkan penghasilan sebesar
200 Ribu Dolar Singapura atau sektar 1,5 Milyar Rupiah. Merry Riana
kemudian dianugrahi Penghargaan Penasihat Baru Teratas yang
diidam-idamkan banyak orang yang menekuni profesi penasihat keuangan
pada tahun 2003.
Dalam buku Mimpi Sejuta Dolar, diungkapkan bahwa pada tahun 2004,
prestasi Merry yang cemerlang membuatnya dipromosikan sebagai manajer.
Merry lalu memulai bisnisnya sendiri setelah diangkat menjadi manajer
dengan menyewa kantor dan memiliki karyawan sendiri kemudian ia
mendirikan MRO (Merry Riana Organization) sebuah perusahaan jasa
keuangan, serta mendirikan MRO Consultancy yang bergerak di bidang
pelatihan, motvasi serta percetakan buku yang berbasis di Singapura.
Bersama timnya di MRO, Merry memiliki program pemberdayaan perempuan
dan anak-anak muda. Anggota timnya di lembaga ini bahkan tergolong muda,
berusia 20-30 tahun. Dia ingin menampung orang muda yang punya ambisi
dan semangat seperti dirinya.
Singkat cerita istri dari Alva Christopher Tjenderasa ini kemudian
meraih sukses dan mampu mencetak penghasilan satu juta Dolar Singapura
di usia 26 tahun, tentunya jauh dari sekedar mampu melunasi hutangnya ke
Pemerintah Singapura yang dipinjamnya saat kuliah.
Beberapa tahun kemudian, omset perusahaannya sudah mencapai 3 juta
Dolar Singapura setahun, dan memiliki perusahaan dengan staf sekitar 50
orang.
Menciptakan Dampak Positif Bagi 1 Juta Orang
Berhasil meraih penghasilan yang mapan, Merry Riyana tidak berhenti
hanya sekedar pengumpul uang. Sekedar menjadi orang terkaya, bukanlah
cita-cita akhirnya. “Uang memang penting, sangat penting. Tapi uang
bukan segalanya. Aku bisa menjadi orang paling kaya di dunia ini. Tetapi
tetap nggak ada gunanya kalau tidak ada orang yang selalu menyayangi
aku,” kata Merry Riyana.
Uang tidak pernah bisa membeli kebahagiaan!.
Sukses secara financial di Singapura, tidak ingin dinikmatinya
sendiri dan tidak menghilangkan kecintaannya pada negerinya Indonesia.
Di Ulang Tahunnya ke 30, 29 Mei 2010, Merry Riyana membuat sebuah
resolusi baru.
“Dalam jangka waktu 10 tahun, sebelum saya merayakan ulang tahun saya
yang ke-40, saya ingin menciptakan dampak positif di dalam kehidupan
paling sedikit 1 juta orang di Asia, terutama di Indonesia,” seperti
dikutip Kompas.com, 22 Pebruari 2012.
Merry mengatakan bahwa sukses bukan sekedar memiliki uang banyak.
Tapi sukses adalah ketika kita mampu membuat orang lain punya harapan.
Dari sana, kebahagiaan bisa kita dapatkan. “Sukses bukan tujuan tetapi
hanya sebuah perjalanan (journey), karena sukses itu juga dari segi
spiritual, cara berfikir kita” kata Merry dalam sebuah video yang
direkam beberapa waktu lalu.
Kemapanan bisnis yang dibangunnya di Singapura dimaknainya hanya
sebagai sebuah achievment (pencapaian), mendapatkan penghargaan,
dihormati, dihargai orang di Singapuran, namun Merry ingin pencapaian
itu dilengkapi fulfilment, apa yang membuat hidup kita lebih berarti.
“Achivement dan fullfilment adalah dua hal yang berbeda,”kata Merry
Riyana.
“Apa yang saya capai di Singapura itu hanya sebuah achievement,
tetapi itu tidak cukup. Kemudian ada yang disebut fullfilment, yakni apa
yang membuat hidup kita lebih berarti,” kata Merry Riyana dalam
wawancaranya dengan Bisnis Indonesia TV.
“Mimpi sejuta dollar itu tidak berarti hanya meraih berujuta-juta
dollar lagi ke depan, tetapi memberikan dampak positif bagi setidaknya 1
juta orang,” tambahnya.
Sejak beberapa tahun lalu Merry kembali ke Indonesia. Dia membangun
PT Merry Riyana Indonesia yang bergerak di bidang inspirasi yang berbeda
dengan perusahaannya di Singapura yang bergerak di bidang jasa
keuangan.
Merry menularkan dampak positif pencapaiannya melalui seminar, buku,
TV Show, Radio Show, media sosial, film, komunitas belajar dan
lain-lain. Merry juga membangun MRCA (Merry Riyana Campus Ambassador),
dimana Merry dan suaminya Alfa mementor 60 mahasiswa terpilih dari
ribuan yang lulus tes. Mereka didik gratis selama setahun.
Merry Riyana kini aktif menaburkan dampak positif dari
keberhasilannya dan mewujudkan mimpinya menularkan dampak positif bagi
sedikitnya satu juta orang dalam sepuluh tahun.
Semoga insiprasi yang terbangun dari keberhasilan Merry dapat
tertular kepada bangsa ini. Video-video motivasi Merry Riyana kini
dapat diakses dengan bebas di youtube. Kisahnya sudah diangkat ke layar
lebar dan masyarakat bisa menikmatinya melalui youtube.
Selain itu, Merry berpesan sukses tidak boleh mengurangi kecintaan terhadap negeri kita dilahirkan dan dibesarkan.
Negeri Indonesia, tempat Merry Riyana dilahirkan dan dibesarkan tidak
begitu saja hapus oleh kenikmatan sukses yang diraihnya. Kompas.com
mencatat dalam wawancara khusus dengan Merry, Pemerintah Singapura
bahkan sudah beberapa kali mengundangnya untuk mengubah
kewarganegaraannya menjadi warga negara Singapura saja. Tapi Merry tidak
mau dan tetap memilih menjadi warga negara Indonesia.
“You can take me out from Indonesia, but you can never take Indonesia
out from me.’ (Anda bisa membawa saya keluar dari Indonesia, tetapi
Anda tidak akan pernah mengembil (rasa) Indonesia dari saya”.
Selamat Tahun Baru 1 Januari 2016. Semoga semangat Merry Riyana
menginspirasi kita memasuki tahun 2016. “Kenikmatan dan penderitaan
hanya sementara. Jangan terhanyut oleh kenikmatan sementara jangan
menyerah karena penderitaan sementara”. ***
Penulis adalah pengamat sosial dan penulis biografi. (Dikutip dari: http://analisadaily.com)
0 Comments