Info Terkini

10/recent/ticker-posts

BERKUASA: ANTARA NIAT MEMBANGUN DAN NAFSU

Marsuntil. Foto Asenk Lee Saragih
Seseorang yang menduduki kekuasaan atau berusaha merebut kekuasaan selalu berkata “saya mau membangun...saya mau membangun....saya mau berkorban untuk pembangunan...” Bagai manakah kita mengidentifikasi / memeriksa kebenaran pernyataan mulia ini?

Sebagaimana yang dikemukakan Chateaubriand hampir 200 tahun yang lalu: “Manusia tidak akan membiarkan (mengijinkan) dirinya terbunuh untuk kepentingannya; namun mereka akan membiarkan (mengijinkan) dirinya terbunuh untuk nafsunya (passion).” Dengan kata lain: Manusia tidak akan secara sukarela mati untuk hal-hal yang rasional (1994:206).

Pembangunan untuk suatu daerah/ negara adalah kepentingan. Bicara tentang memperbaiki jalan, mengatur penyelenggaraan pendidikan, kesehatan, dst, adalah kepentingan. Masyarakat menyuarakan perbaikan semua itu adalah suara pembangunan menyuarakan kepentingan. 

Dengan demikian jika seseorang hendak berkuasa untuk pembangunan haruslah terbatas sejauh takaran kepentingan. Oleh karena itu jika orang mempertaruhkan segalanya untuk berkuasa, penuh dengan perbuatan-perbuatan yang tidak rasional, melampaui cara-cara yang tidak patut maka itu sdh bukan kepentingan, bukan untuk pembangunan tetapi nafsu. (Kurpan Sinaga)

Narapidana Jadi Cabup, Pilkada Bengkulu Selatan Cacat Hukum

Sengketa Pilkada Bengkulu Selatan di Mahkamah Konstitusi (MK) memasuki babak baru. Apalagi saat ini mulai terkuak adanya penemuan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia nomor : PAS-134.PK.PK.01.05.06 tahun 2013 lalu tentang pembebasan bersyarat Narapidana atas nama H. Dirwan Mahmud,SH,MM  dalam perkara Psikotropika. 
 
Dalam kasus tersebut H. Dirwan Mahmud,SH,MM mendapatkan hukuman 4 tahun 3 bulan dan status bebas bersyaratnya tertanggal 1 Agustus 2013. H. Dirwan Mahmud,SH,MM yang berpasangan dengan Gusnan Mulyadi adalah calon Bupati Bengkulu Selatan yang memperoleh suara terbanyak berdasarkan hasil perhitungan KPUD setempat. 
 
Atas temuan tersebut, Hendra Kusumah, pengacara dari pasangan cabup Reskan Effendi–Rini Susanti menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran berat dalam pilkada Bengkulu Selatan, terbukti dengan adanya SK Menteri Hukum dan HAM pada tahun 2013 lalu. 

Dan ini juga semakin diperkuat dengan adanya Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi – Kemenkumham nomor : PAS 7-PK.01.05.06 –C1, yang memberikan keterangan bahwa Dirwan Mahmud masih berstatus sebagai narapidana dengan status pembebasan bersyarat dan masa percobaannya baru berakhir pada 3 Januari 2016.
 
“Artinya Dirwan ketika mengikuti Pilkada Bengkulu Selatan masih dalam statusnya sebagai seorang napi”, ujar Hendra di MK, Jakarta, Selasa (12/1/2016). 
 
Menurut Hendra, dengan ikut sertanya Dirwan Mahmud dalam pilkada Bengkulu Selatan maka telah terjadi pelanggaran terhadap Peraturan KPU (PKPU) no 12/2015 pada Pasal 4 huruf F dan F1, Pasal 42 ayat 1 huruf K, X dan X1, Pasal 47 dan Pasal 51 A. Oleh karena itu pihak yang bertanggung jawab atas masalah ini adalah KPUD Bengkulu Selatan. 
 
"Lolosnya Dirwan Mahmud apakah kelalaian atau kesengajaan dari KPUD Bengkulu Selatan?," tanya Hendra. 
 
Lebih lanjut Hendra mengatakan, dengan ikutsertanya Dirwan maka bisa dikatakan telah melakukan pembohongan publik selaku peserta pilkada Bengkulu Selatan tahun 2015. Dan apabila ditelusuri lebih lanjut,  besar kemungkinan terdapat tindak pidana pemalsuan surat- surat yang diatur dalam pasal 263 junto  264 KUHP. 
 
Hendra pun menyatakan bahwa selayaknya Pilkada Bengkulu Selatan 2015 telah cacat hukum, sebagaimana yang terjadi pada pilkada 2008. Ketika itu Dirwan berhasil memenangi pilkada, namun karena statusnya sebagai mantan narapidana, kemenangannya dibatalkan oleh MK melalui putusan no 57/2008 pada tanggal 8 Januari 2009.  MK melalui putusannya membatalkan hasil pilkada dan memerintahkan pilkada ulang, dengan ketentuan tidak diikuti oleh Dirwan sebagai Cabup. 
 

Hendra berharap kali ini MK bisa secara jernih melihat permasalahan Pilkada Bengkulu Selatan sebagaimana kasus yang sama pada tahun 2008 lalu. Apalagi persyaratan substantif pilkada telah dilanggar, yakni keabsahan status Dirwan sebagai cabup. Oleh karena itu sudah sepatutnya MK untuk mendalami sengketa pilkada secara menyeluruh dan menyentuh pada substansinya yang akhirnya mampu menguak adanya potensi kecurangan pilkada yang sesungguhnya.  (Harian Terbit) 

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments