Buah Simalakama Kemenangan JR Saragih-Amran Sinaga |
BERITASIMALUNGUN.COM, Jakarta-Kasus Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Simalungun benar-benar unik.
Pasalnya, setelah sempat dicoret dan pemungutan suara akhirnya
dilaksanakan, tetap masih tersisa satu persoalan meski hasilnya
diketahui pasangan JR Saragih-Amran Sinaga meraih suara terbanyak.
Pemerintah menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo,
tidak dapat melantik pasangan yang terbukti berstatus sebagai terpidana.
Apalagi Amran diketahui telah berstatus terpidana jauh sebelum proses
pemungutan suara dilakukan.
“Jadi kalau sudah terpidana, status hukumnya final dan mengikat, itu
tidak bisa dilantik. Kalau sebelumnya (saat proses pemilihan,red) masih
terdakwa itu masih memungkinkan. Karena putusan hukumnya belum
berkekuatan hukum final,” ujar Mendagri Tjahjo Kumolo di Serang, Banten,
Senin (15/2/2016).
Menurut Tjahjo, kasus Simalungun berbeda dengan kasus kepala daerah
terpilih Tomohon, Sulawesi Utara beberapa waktu lalu. Bedanya, Amran
tetap maju sebagai calon wakil berpasangan dengan JR Saragih, meski
sejak awal telah ditetapkan sebagai terpidana. Sementara pada kasus
Tomohon, kepala daerah terpilih masih berstatus terdakwa.
“Jadi kasusnya berbeda, kalau dulu pernah dilantik di penjara, itu
karena belum ada kekuatan hukum tetap. Kalau ini sudah final. Ini jadi
pertanyaan, kenapa dulu bisa lolos (maju sebagai pasangan calon,red),”
ujarnya.
Sayangnya mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini belum memberi
keterangan solusi apa yang dapat dilakukan menghadapi kondisi hasil
Pilkada Simalungun. Ia hanya menyatakan dalam hal ini pemerintah tidak
bisa disalahkan, karena demikian peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
“Jadi jangan salahkan pemerintah, salahkan partai pengusungnya dulu.
Kenapa bisa lolos padahal status hukum (calon wakil,red) sudah
berkekuatan hukum final,” ujarnya.
Atas penjelasan Tjahjo, Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan
menanggapinya dengan santai. Petinggi partai pengusung tunggal pasangan
JR-Amran ini mengemukakan, bahwa harus dibedakan antara rezim hukum
pidana yang dialami Amran, dengan rezim hukum pilkada.
“Tidak benar kalau Mendagri mengatakan tak boleh melantik. Justru itu
kewajiban, karena rezim hukum pidana tak bisa digabung dengan rezim
pemilu yang notabene adalah administrasi. Intinya, kalau sudah juara
dalam pilkada, ya harus diserahkan trofinya. Enggak ada alasan
menahan-nahan,” ujar Hinca.
Menurut Hinca, proses pelantikan kepala daerah terpilih merupakan
rangkaian tahapan paling ujung dari pelaksanaan pilkada. Karena itu
kalau sudah ditetapkan pemenangnya dan tidak ada sengketa hasil di
Mahkamah Konstitusi (MK), maka adalah kewajiban pemerintah untuk
melakukan pelantikan. Kecuali ada pasal dari undang-undang yang
menyatakan tidak boleh dilantik.
“Apalagi ini kan MA juga sebelumnya menyatakan mereka berhak menjadi
pasangan calon. Saya rasa keputusan MA tersebut sudah menggambarkan
bahwa akibat Amran berstatus sebagai terpidana, tak bisa lantas
mengakibatkan hak JR menjadi hilang. Apalagi bukan JR pelaku pidananya.
Karena itu hukum pidana mengalah dulu terhadap tahapan pilkada. Tapi
bukan berarti status terpidana Amran menjadi hilang,” ujarnya.
Kalau pemerintah tetap bersikeras tak akan melantik JR-Amran
nantinya, maka kata Hinca, dalam hal ini pemerintah telah melakukan
kesalahan. Sebab pemenang harus menerima trofi. Bahwa kemudian Amran
berstatus terpidana, tetap dapat dieksekusi.
“Memang kalau dipikir-pikir lucu, terpidana kok dilantik. Tapi itulah
hukum kita. Nah sekarang harus dipilah mana hukum pemilu dan mana hukum
pidana. jadi dia (Amran,red) bisa dipinjam sebentar. Selesai dilantik,
bisa dicari penggantinya. Dalam hal ini karena Demokrat yang mengusung,
maka Demokrat yang akan mencari penggantinya (Amran,red),” ujar Hinca.
Terpisah, Ketua Tim Pemenangan pasangan JR-Amran Johalim Purba
mengatakan, pihaknya berpatokan dengan peraturan yang ada. Sesuai dengan
putusan Mahkamah Agung, JR-Amran berhak mengikuti Pilkada Simalungun,
kemudian menjadi pemenang berdasarkan hasil penghitungan suara
sementara.
“JR-Amran memenuhi syarat sebagai calon, tentunya memenuhi syarat
untuk dilantik karena peraih suara terbanyak. Aturannya, itu yang kita
pahami. Jika memang tidak memenuhi syarat, maka tidak akan ditetapkan
sebagai calon,” kata Johalim Purba.
Menanggapi ini, salah seorang masyarakat mengaku bahwa hal ini justru
akan membuat Simalungun tidak kondusif. Seperti pernyataan Edo
Panjaitan yang dimintai komentarnya melalui jejaring sosial Facebook.
“Ini bikin gaduh lagi. Bisa tambah kacau kalau betul omongan Tjahyo
Kumolo itu,” ujarnya.
Pemilik akun lainnya menanggapinya dengan kesan kaget seperti tak percaya. “Ah.. Yang benar,” kata pemilik akun Rudi Sinaga.
17 Februari Pleno Penetapan
KPU Simalungun akan menggelar rapat paripurna dengan agenda penetapan hasil pilkada Kabupaten Simalungun pada Rabu (17/2) nanti.
Ketua KPUD Simalungun Aldebert Damanik bersama Plt Sekertaris Pando
Damanik mengatakan, rencananya rapat akan dilaksanakan selama tiga hari,
yakni Rabu sampai Jumat. Rapat paripurna itu diagendakan dipimpin Ketua
KPU Simalungun Adelbert Damanik didampingi empat komisioner lainnya,
yakni Puji Rahmad Harahap, Rahmadhani Sari Isni Damanik, Abdul Razak
Siregar dan Dadang Yusprianto. Rapat pleno akan diselenggarakan di Aula
KPU Simalungun, Pamatang Raya.
Menurut Adelbert, rapat penetapan dilakukan seiring telah selesainya
seluruh PPK melaksanakan rapat pleno dan logistik pilkada susulan dari
31 kecamatan sudah dikembalikan ke kantor KPU Simalungun. (Sumber: Metrosiantar.com)
0 Comments