Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Buah Simalakama Kemenangan JR Saragih-Amran Sinaga

JR Saragih dan Amran Sinaga
Buah Simalakama Kemenangan JR Saragih-Amran Sinaga
BERITASIMALUNGUN.COM, Jakarta-Kasus Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Simalungun benar-benar unik. Pasalnya, setelah sempat dicoret dan pemungutan suara akhirnya dilaksanakan, tetap masih tersisa satu persoalan meski hasilnya diketahui pasangan JR Saragih-Amran Sinaga meraih suara terbanyak.

Pemerintah menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, tidak dapat melantik pasangan yang terbukti berstatus sebagai terpidana. Apalagi Amran diketahui telah berstatus terpidana jauh sebelum proses pemungutan suara dilakukan.

“Jadi kalau sudah terpidana, status hukumnya final dan mengikat, itu tidak bisa dilantik. Kalau sebelumnya (saat proses pemilihan,red) masih terdakwa itu masih memungkinkan. Karena putusan hukumnya belum berkekuatan hukum final,” ujar Mendagri Tjahjo Kumolo di Serang, Banten, Senin (15/2/2016).

Menurut Tjahjo, kasus Simalungun berbeda dengan kasus kepala daerah terpilih Tomohon, Sulawesi Utara beberapa waktu lalu. Bedanya, Amran tetap maju sebagai calon wakil berpasangan dengan JR Saragih, meski sejak awal telah ditetapkan sebagai terpidana. Sementara pada kasus Tomohon, kepala daerah terpilih masih berstatus terdakwa.


“Jadi kasusnya berbeda, kalau dulu pernah dilantik di penjara, itu karena belum ada kekuatan hukum tetap. Kalau ini sudah final. Ini jadi pertanyaan, kenapa dulu bisa lolos (maju sebagai pasangan calon,red),” ujarnya.

Sayangnya mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini belum memberi keterangan solusi apa yang dapat dilakukan menghadapi kondisi hasil Pilkada Simalungun. Ia hanya menyatakan dalam hal ini pemerintah tidak bisa disalahkan, karena demikian peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Jadi jangan salahkan pemerintah, salahkan partai pengusungnya dulu. Kenapa bisa lolos padahal status hukum (calon wakil,red) sudah berkekuatan hukum final,” ujarnya.

Atas penjelasan Tjahjo, Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menanggapinya dengan santai. Petinggi partai pengusung tunggal pasangan JR-Amran ini mengemukakan, bahwa harus dibedakan antara rezim hukum pidana yang dialami Amran, dengan rezim hukum pilkada.

“Tidak benar kalau Mendagri mengatakan tak boleh melantik. Justru itu kewajiban, karena rezim hukum pidana tak bisa digabung dengan rezim pemilu yang notabene adalah administrasi. Intinya, kalau sudah juara dalam pilkada, ya harus diserahkan trofinya. Enggak ada alasan menahan-nahan,” ujar Hinca.

Menurut Hinca, proses pelantikan kepala daerah terpilih merupakan rangkaian tahapan paling ujung dari pelaksanaan pilkada. Karena itu kalau sudah ditetapkan pemenangnya dan tidak ada sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi (MK), maka adalah kewajiban pemerintah untuk melakukan pelantikan. Kecuali ada pasal dari undang-undang yang menyatakan tidak boleh dilantik.


“Apalagi ini kan MA juga sebelumnya menyatakan mereka berhak menjadi pasangan calon. Saya rasa keputusan MA tersebut sudah menggambarkan bahwa akibat Amran berstatus sebagai terpidana, tak bisa lantas mengakibatkan hak JR menjadi hilang. Apalagi bukan JR pelaku pidananya.

Karena itu hukum pidana mengalah dulu terhadap tahapan pilkada. Tapi bukan berarti status terpidana Amran menjadi hilang,” ujarnya.

Kalau pemerintah tetap bersikeras tak akan melantik JR-Amran nantinya, maka kata Hinca, dalam hal ini pemerintah telah melakukan kesalahan. Sebab pemenang harus menerima trofi. Bahwa kemudian Amran berstatus terpidana, tetap dapat dieksekusi.

“Memang kalau dipikir-pikir lucu, terpidana kok dilantik. Tapi itulah hukum kita. Nah sekarang harus dipilah mana hukum pemilu dan mana hukum pidana. jadi dia (Amran,red) bisa dipinjam sebentar. Selesai dilantik, bisa dicari penggantinya. Dalam hal ini karena Demokrat yang mengusung, maka Demokrat yang akan mencari penggantinya (Amran,red),” ujar Hinca.

Terpisah, Ketua Tim Pemenangan pasangan JR-Amran Johalim Purba mengatakan, pihaknya berpatokan dengan peraturan yang ada. Sesuai dengan putusan Mahkamah Agung, JR-Amran berhak mengikuti Pilkada Simalungun, kemudian menjadi pemenang berdasarkan hasil penghitungan suara sementara.

“JR-Amran memenuhi syarat sebagai calon, tentunya memenuhi syarat untuk dilantik karena peraih suara terbanyak. Aturannya, itu yang kita pahami. Jika memang tidak memenuhi syarat, maka tidak akan ditetapkan sebagai calon,” kata Johalim Purba.


Menanggapi ini, salah seorang masyarakat mengaku bahwa hal ini justru akan membuat Simalungun tidak kondusif. Seperti pernyataan Edo Panjaitan yang dimintai komentarnya melalui jejaring sosial Facebook. “Ini bikin gaduh lagi. Bisa tambah kacau kalau betul omongan Tjahyo Kumolo itu,” ujarnya.

Pemilik akun lainnya menanggapinya dengan kesan kaget seperti tak percaya. “Ah.. Yang benar,” kata pemilik akun Rudi Sinaga.



17 Februari Pleno Penetapan

KPU Simalungun akan menggelar rapat paripurna dengan agenda penetapan hasil pilkada Kabupaten Simalungun pada Rabu (17/2) nanti.


Ketua KPUD Simalungun Aldebert Damanik bersama Plt Sekertaris Pando Damanik mengatakan, rencananya rapat akan dilaksanakan selama tiga hari, yakni Rabu sampai Jumat. Rapat paripurna itu diagendakan dipimpin Ketua KPU Simalungun Adelbert Damanik didampingi empat komisioner lainnya, yakni Puji Rahmad Harahap, Rahmadhani Sari Isni Damanik, Abdul Razak Siregar dan Dadang Yusprianto. Rapat pleno akan diselenggarakan di Aula KPU Simalungun, Pamatang Raya.

Menurut Adelbert, rapat penetapan dilakukan seiring telah selesainya seluruh PPK melaksanakan rapat pleno dan logistik pilkada susulan dari 31 kecamatan sudah dikembalikan ke kantor KPU Simalungun. (Sumber: Metrosiantar.com) 

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments