BERITASIMALUNGUN.COM-Sudah lama bahkan sudah
lama sekali pun saya menulis di media yang diterbitkan oleh sebuah
perusahaan penerbitan pers. Nggak usahlah saya sebut satu persatu
disini, karena saya pun sudah banyak yang lupa di media mana saja.
Kesimpulan saya, acap sekali saya tidak puas bahkan kecewa, sebab antara
lain saya tidak bisa dengan bebas menyuarakan idealisme saya. Dalam
sebuah perusahaan penerbitan pers memang, tak laku idealisme sang
penulis. Yang ada cuma idealisme perusahaan itu melulu.
Makanya
saya pikir, sayalah orang yang paling berbahagia ketika belakangan
muncul media baru berupa citizen media atau citizen journalism, media
online, media siber, serta media sosial. Dan sepertinya, perlu juga
saya sampaikan bahwa facebook, twitter, blog, youtube serta milis adalah
tergolong sebagai media baru.
Dalam media baru memang, saya bisa
'menumpahkan' segala macam bahkan semua yang ada di pikiran saya dengan
bebas dan lepas. Maklum sajalah. Terutama di zaman orde baru kebebasan
untuk mengeluarkan pendapat amat terbatas. Dan ketika belakangan muncul
media baru, saya merasa lepas dan bebas untuk mengatakan apa saja.
Dalam media baru, informasi dapat disebarluaskan dengan cepat sekali
dalam hitungan menit bahkan detik. Publik segera mendapatkan apa yang
saya sebarluaskan dan dalam hitungan menit bahkan detik pun bisa terjadi
interaksi antara saya dengan publik.
Sementara , untuk itu saya tidak
membutuhkan syarat-syarat hukum dan etik jurnalistik yang harus saya
penuhi. Termasuk, saya tidak memerlukan kaidah-kaidah jurnalistik ketika
menulis di media baru.
Seperti dikatakan Bagir Manan yang mantan
Ketua Mahkamah Agung dan Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara
Universitas Padjadjaran Bandung, pengguna media sosial berkesempatan
menggunakan media sosial secara bebas dan 'merasa' tidak terikat dengan
azas serta kaidah jurnalistik.
Para pengguna media sosial dapat
memasukkan pendapat atau komentar yang bukan saja melanggar kode etik
tetapi juga melanggar hukum atau norma-norma sosial lain seperti sopan
santun, kesusilaan, bahkan norma agama.
Meski pun, hal semacam
ini dapat menimbulkan persoalan sosial bukan saja dalam arena media,
tetapi di masyarakat (seperti kemarahan sosial) Apalagi, hampir tidak
mungkin ada sistem pelembagaan da mekanisme pengawasan atau
pengendalian.
Menulis di media baru (apalagi media sosial) memiliki
kebebasan hampir tanpa batas yang begitu luas dan sangat rawan terhadap
pelanggaran etik, bahkan dapat digunakan untuk melakukan perbuatan
melanggar hukum (kejahatan yang dapat dipidana).
Menggunakan
sarana jurnalistik (media) tidak selalu berarti perbuatan jurnalistik.
Meski pun, ada resiko yang harus saya tanggung yakni saya tidak berhak
mendapat perlakuan dan perlindungan menurut (berdasarkan) kode etik
jurnalistik dan hukum jurnalistik. Artinya, karena saya adalah pengguna
media sosial yang tidak (perlu) dan tidak wajib taat pada kaidah-kaidah
dan etik jurnalistik, saya tidak (akan) mendapatkan perlindungan
menurut kode etik jurnalistik dan hukum jurnalistik.
Paparan ini
sekarang saya sampaikan, sebenarnya khusus untuk beberapa orang di Grup
MTU1 yang kerap memberi komentar atau tanggapan yang sesungguhnya pun
tidak mereka mengerti.
Dalam kesempatan ini saya lupa nama-nama mereka,
hanya beberapa di antaranya adalah Robesk Stpl, Theo Simanjuntak, Andre
Simamora, Narittik Jtk, Fernando Gazza Simatupang, dan entah siapa-siapa
lagi.
Beberapa waktu belakangan, saya melihat dan merasakan semua
nama-nama yang saya tulis itu ternyata tidak memahami apa media baru
(sosial) dan apa pula media yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan
penerbitan pers. Jangankan itu. Saya pikir nama-nama yang saya sebutkan
tadi tidak memahami pula apa media yang diterbitkan oleh penerbitan pers
dan apa pula media yang diterbitkan oleh perusahaan penerbitan pers.
Saya agaknya harus mengatakan itu sekarang, terutama agar nama-nama
yang saya tuliskan di atas ke depan bisa lebih cerdas. Meski pun, mau
bodoh, goblok, dungu dan bego adalah hak semua orang.
Dan saya pun sadar
dengan sesadar-sadarnya, karena saya adalah pengguna media sosial yang
dapat juga dilakukan oleh siapa saja termasuk orang-orang yang saya
sebutkan di atas. Seperti saya, mereka juga memiliki ruang dan waktu
yang hampir tidak terbatas. Karenanya, kritik dapat datang dari setiap
orang, setiap waktu dan setiap tempat.
Khususnya menyangkut
postingan saya siang tadi soal SMS kepada saya di MTU1, saya pikir
nama-nama yang saya sebut diatas bisa mencermati apa yang ditulis Iwan
Manalu dalam tanggapannya seperti ini :" ....... Barang siapa
sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan
sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum,
diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah"
(KUHP Pasal 310 ayat (1)
Atau, bisa juga dengan menggunakan Undang-undang ITE. Koq sulit ? (Penulis Ramlo R Hutabarat)
0 Comments