Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Ribuan Ikan Keramba di Haranggaol Mati, Petani Keramba Danau Toba Siap Alih Profesi, Tapi Dengan Syarat Ini

Ikan Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba (Desa Haranggaol) mati mendadak. Foto IST (FB)  Afrijan Haloho.
BERITASIMALUNGUN.COM-Masyarakat di pesisir Danau Toba yang memiliki usaha peternakan ikan (fish farming) dengan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA) siap alih profesi namun dengan syarat dibantu permodalan untuk usaha lain. Masyarakat juga bersedia alih profesi untuk mendukung pelestarian Danau Toba. namun warga meminta bantuan pemerintah mendapatkan modal awal untuk usaha baru, termasuk pendampingan.

Demikian kesimpulan Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), berdasar hasil perbincangan salah satu aktivisnya, Johannes Silalahi, dengan sejumlah warga pemilik KJA, seperti dilansir Metrosiantar.com.

Boy Tonggor Siahaan dari YPDT dalam publikasinya menjelaskan, memang warga pemilik KJA dihadapkan pada pilihan sulit, yakni antara mempertahankan mata pencaharian yang menopang hidup keluarga mereka dan melestarikan lingkungan hidup di Danau Toba.

“Mereka mengakui bahwa KJA mencemari lingkungan perairan Danau Toba, tetapi di sisi lain mereka juga mengakui keramba dapat meningkatkan pendapatan dan menampung tenaga kerja,” terang Boy Tonggor, menjelaskan hasil “investigasi Johannes Silalahi.

Dijelaskan, Johannes pada Selasa (26/4/2016) menemui sejumlah warga, antara lain di salah satu lapo di Silalahi Nabolak.

Dari hasil perbincangan disimpulkan juga, pada awal memulai usaha itu, warga belum menyadari kalau KJA dapat mencemari lingkungan perairan Danau Toba.

“Namun ketika mereka sadar sudah makin jelas melihat bahwa KJA memang mencemari Danau Toba, mereka bingung harus bagaimana. Apakah mereka harus meninggalkan usaha KJA tersebut yang jelas-jelas menopang mata pencarian mereka untuk keluarga atau tetap mempertahankan usaha KJA sementara Danau Toba terus-menerus tercemar karena pelet ikan yang berkontribusi besar merusak kejernihan air Danau Toba (aek natio),” bebernya lagi.

Warga, ternyata, juga tidak tahu bahwa ada UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Begitu pun tentang aturan sejenis, baik berbentuk Perpres, Pergub, dan Perda Kabupaten).

“Bahkan menurut mereka, petugas kabupaten terkait pun belum pernah melarang usaha keramba. Belum ada sosialisasi untung-rugi keramba,” ujar Boy.

Dikatakan Boy, secara umum warga mau keramba dihentikan dengan solusi kompensasi usaha yang dapat mempertahankan pendapatan mereka tanpa merusak lingkungan, dengan modal awal dan pendampingan pemerintah.

“Tuntutan mereka cukup wajar. Peran pemerintah daerah sangat penting membantu mereka dalam mencari solusi tersebut,” pungkas Boy.

Diketahui, YPDT merupakan komunitas warga Batak di Jakarta yang memberikan perhatian serius terhadap upaya kelestarian Danau Toba, termasuk menjadikannya sebagai kawasan wisata yang bisa diandalkan. Tidak hanya diskusi, mereka juga melakukan aksi-aksi nyata di lapangan.

Mereka juga menyoroti keramba jaring apung (KJA) yang semakin banyak jumlahnya di Danau Toba.

Disebutkan, KJA itu  sudah jelas melanggar UU RI No. 23 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah menjadi UU RI No. 32 Tahun 2009  tentang Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup.

“KJA tersebut sangat jelas telah menyebabkan pencemaran Danau Toba sebagaimana dinyatakan dalam UU RI No. 32 Tahun 2009, khususnya Pasal 1 angka 14 sampai dengan 17,” ujar Sandi Ebenezer Situngkir, Ketua Departemen Hukum dan Agraria YPDT, seperti dalam keterangan yang dipublikasikan lewat situs yang mereka kelola.

Tetapkan Zona

Sebelumnya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara siap menata dan menetapkan zona terhadap keramba jaring apung (KJA) di Danau Toba.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut Zonny Waldi mengatakan, jumlah keramba jaring apung di Danau Toba sudah mencapai 12.000 unit.

Menurutnya, jumlah tersebut terbilang cukup banyak, tidak tertata sehingga menimbulkan kesan kurang baik terhadap industri pariwisata dan mencemarkan air.

“Kapasitasnya harus dikurangi hingga sepertiga dari jumlah,” katanya beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan, KJA Danau Toba akan dipusatkan di Balige, terutama kabupaten yang dialiri Sungai Asahan. Dalam penataan, pembuangan KJA di arahkan ke Sungai Asahan untuk mengurangi tingkat pencemaran air di Danau Toba.

Zonny menilai, keberadaan KJA dinilai sudah melewati ambang batas kewajaran terhadap Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP), sehingga evaluasi untuk KJA milik perusahaan dan masyarakat akan dilaksanakan tahun ini juga.

Dikatakan, kalau izin perusahaan asal Swiss sebagai pemiliki KJA di Danau Toba yakni PT Aquafarm Nusantara, telah diperpanjang oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) hingga 2029. Dilihat dari sisi jumlah KJA, katanya, milik masyarakat lebih banyak dari sisi unit. Akan tetapi dari jumlah ikan, lebih banyak milik perusahaan.

Adapun satu unit keramba milik masyarakat, kata Zonny, hanya berisi sekitar 10.000 ikan, sedangkan KJA perusahaan setiap unit bisa mencapai 100.000 ikan.

Dampak Budidaya Perikanan

Herry Wahyudi, Bagian Humas Aquafarm Nusantara, salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang budidaya ikan di Danau Toba mengatakan, bisnis ekspor dan kegiatan budidaya ikan nila yang sudah berjalan selama ini memiliki berbagai dinamika yang selalu menjadikan Aquafarm Nusantara semakin menjaga hubungan dengan berbagai stakeholders.

Berbagai pemberitaan yang bersifat mendukung maupun menyoroti bisnis perusahaan selalu menjadi motivasi untuk semakin baik ke depan. Terkait komunitas warga Batak di Jakarta yang menyoroti Danau Toba dan fokus terhadap besarnya jumlah keramba jaring apung (KJA), katanya, merupakan sebuah bentuk kepedulian terhadap Danau Toba.

Akan tetapi, lanjutnya, Aquafarm Nusantara sebagai perusahaan yang yang berada di Danau Toba dan memanfaatkan perairannya, berkepentingan terhadap kualitas air Danau Toba yang terpelihara dengan baik. 

Karena keberlanjutan bisnis yang bergerak di bidang budidaya ikan air tawar, sangat ditentukan kualitas air Danau Toba yang baik. 

Dalam operasionalnya, PT Aquafarm Nusantara menjalankan prinsip-prinsip budidaya perikanan yang berkelanjutan dengan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). Bahkan menurutnya, perusahaan ini memeroleh penilaian sangat memuaskan (execellent) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan atas praktek CBIB yang dilaksanakan.

Audit juga dilakukan oleh pembeli (buyer) dari luar negeri  untuk keseluruhan proses operasional dan mutu produk. Fakta terbaru adalah hasil audit lingkungan hidup wajib, sesuai dengan Surat Menteri KLH No. B-11640/MENLH/PDAL/10/2014 per 14 Oktober 2014.

Dijelaskannya, kualitas air Danau Toba masih memenuhi ketentuan Pergub Sumut No.1 Tahun 2009 tentang baku mutu air Danau Toba dan Permen LH No.28 Tahun 2009 tentang daya tampung beban pencemaraan air danau dan atau waduk. 

Kualitas air Danau Toba di beberapa lokasi  tidak memenuhi syarat air minum oleh kadar bakteri coli yang melebihi baku mutu air minum, menurut Pergub Sumut No 1 Tahun 2009 yang bersumber dari limbah domestik.


PT Aquafarm Nusantara telah melakukan penaatan terhadap peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan izin yang terkait dengan kualitas air Danau Toba dan sekitarnya. 

Hasilnya, tidak terbukti terjadi pencemaran H2S berdasarkan Pergub Sumut No.1 Tahun 2009, tidak terbukti terjadinya penurunan tingkat kecerahan berdasarkan peraturan MENLH No. 28 Tahun 2009 dan Parameter Total-Nitrogen dan P-Phospat memenuhi baku mutu. (Lee)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments