Info Terkini

10/recent/ticker-posts

DARI DISKUSI FBBI TENTANG MODERNISASI PEMBANGUNAN DANAU TOBA

BERITASIMALUNGUN.COM-Dipandu oleh Dr. Mangasi Panjaitan, Ketua Dewan Pembina FBBI. Rame dibicarakan Danau Toba akan dikembangkan menjadi "monaco" Indonesia. Tentu ada rasa senang karena kawasan samosir dan sekitar akan berkembang jadi kota modern. Namun di balik itu ada timbul kekhawatiran. Berapa banyak rakyat yg terlibat dan berapa banyak yg tersingkir.

Menakutkan membayangkan bangso i digusur oleh pemodal. Rakyat bonapasogit harus terlibat sebanyak mungkin bukan sebagai tenaga kerja, tapi sebagai pemilik. Kalau tidak saya membayangkan jauh ke depan, kampung-kampung asal mula marga-marga yang ada disana tinggal nama. 

Rakyat harus menuntut agar terlibat sebagai pemilik, paling tidak sebagai pemilik lahan... Jangan jual lahan rakyat berapapun harganya, demikian postingan bapak Dr. Mangasi Panjaitan, di laman FBBI Comunity, laman resmi Forum Bangso Batak Indonesia dalam membuka dialog mengenenai beberapa hal tentang pembangunan Bonapasogit.

Ada 18 (delapan belas) orang yang menyukai pernyataan ini, dan beberapa yang memberikan pendapat nya berikut ini seperti disampaikan kepada anda.

Ronsen LM Pasaribu, seorang praktisi di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengatakan “konsep saya setiap berbicara tentang Pengembangan Kawasan Danau Toba, terlebih dengan adanya lembaga khusus yang menangani Badan Otorita Kawasan Danau Toba, harus memposisikan Tanah sebagai modal apabila investor masuk”. 

Caranya pemilik tanah tidak dengan pelepasan hak, seperti apa yang terjadi di Lahan masyarakat Betawi yang terpinggirkan oleh masyarakat pendatang dan hendaknya meniru Bali. Mangasi Panjaitan, menambahkan bahwa betul sekali dilaksanakan tanpa pelepasan sebab kalau dijual maka hilanglah eksistensi Bangsoi. Prinsip ini harus menjadi syarat pembangunan Danau Toba, kalau tidak maka lebih baik jangan dilanjutkan.

Dr. Jack James Panjaitan, Seorang Dosen senior IPB sebagai Ketua Dewan Pakar FBBI, selalu menyoroti keterbelakangan Bonapasogit dari sudut kemiskinan masyarakat yang pernah diberi label peta kemiskinan jaman Pemerintahan Soeharto, Tahun 1980-an. 

“Mari kita lihat kemiskinan masyarakat, sehingga mereka tiak punya bargaining untuk mempertahankan tanahnya”. Jika sudah digoda dengan uang sikapnya berubah seratus persen, langsung dijual tanah itu ke investor. 

Begitulah kondisi saat ini. Ditambahkan, jangankan kepada investor yang akan datang, sekarang saja pun menurut informasi teman-teman, di Bonapasogit sudah banyak beralih kepemilikannya kepada Organisasi Sektarian dan Non Sektarian yang datang ekspansi kesana. 

Jika Pemerintah belum memahami penerapan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, maka FBBI harus berdiri di depan untuk memahamkan kepada masyarakat dan mendorong pemerintah daerah bertanggung jawab juga jangan sampai masyarakat tergusur dari peradabannya. 

RP, menyetujui pemikiran bapak Jack James Panjaitan itu, supaya dilakukan sosialisasi dimana pelepasan atau tidak, keputusannya memang ada pada pemilik tanah, namun harus dijelaskan kepada investor apa untung ruginya. 

Pasti lebih banyak untungnya, sebab dengan membuat perjanjian maka sejatinya sudah terjadi kesetaraan, kemandirian pemilik tanah sehingga diperjanjikanlah konpensasi pemanfaatan tanah tersebut dengan imbalan materi dari hasil bangunan hotel misalnya atau resort, termasuk didalamnya turut serta sebagai pengelolanya. Dan, ini sifatnya jangka panjang. Dengan demikian terjadi dampak ganda, yang saling menguntungkan.

Mangasi mengamini, dengan menambahkan jika tidak maka mereka atau kampung kita tinggal nama saja. Penyesalanlah yang kita peroleh.

Lintong Napitupulu, seorang member FBBI di Jawa Barat, lulusan IPB berpendapat berbeda. “Saya berpandangan berbeda. Hukum Liberal berlaku mutlak di mana pun di muka bumi ini. 

Siapa yg memiliki talenta, baik dlm bentuk lahan, kepintaran, dan sebagainya harus dimnafaatkan utk sebesar-besarnya kemakmuran ummat manusia. Kalau tidak, harus diberikan kpd orang lain. Walaupun itu Tanah Batak, kalau orang Batak tak mampu mengelolanya sehingga dirinya dan lingkungannya makmur, dia harus pergi dari situ”. 

Supaya tak terjadi apa yg ditakutkan itu, maka orang Batak yang kaya berinvestasilah di sana sejak sekarang. Beli tanah2 di sana dgn harga yg cukup baik shg pemilik awalnya bisa memulai hidup baru yang layak di tempat lain. 

Bila pemiliknya sudah orang-orang Batak yang kaya, maka tanah-tanah 2itu akan tetap milik kita krn mrk tak ada tekanan utk menjual. Mangasi Panjaitan Kita Negara Pancasila lae Lintong Napitupulu...bukan liberal...paham liberal dari awal ditentang oleh pendiri negara ini (Bung Karno, bung hatta)...itulah maka diatur peran negara seperti pasal 33 UUD 45....biar tidak ada yg tersinggkir, seperti yg banyak terjadi kini....sbg info: 70% lahan di Indonesia skrg ini dikuasai oleh 1% penduduk....itulah liberal, mengerikkan. Jack James P. Panjaitan . 

Betul kedan Mangasi Panjaitan itulah kadang2 yang tidak dimengerti netizen FBBI ini untuk apa sebenarnya dibentuk FBBI ini. 

Jelas salah satunya untuk memberikan advokasi kepadamasyarakat bonapasogit asa unang marrara simalolong na molo disabur investor hepeng na laho manuhor tano ni oppung nai (jangan merah matanya melihat uang tunai itu).. 

FBBI memberikan pemahaman kepada rakyat bonapasogit bhw tanah-tanah itu adalah milik pusaka dari si Raja Batak yang diberikan kpd pomparannya untuk kemakmuran disana bukan untuk dialihkan kepemilikannya kepada asing tetapi untuk dikelola bagin kemakmuran bonapasogit.

Apa yg hrs kita katakan kpd nenek moyang kalo huta/kampung batak hilang dan digantikan dgn resort berlabel barat atau indonesia...gak tenang kita meninggal . 

Lintong Napitupulu, Kami kebetulan baru saja menjalankan permudaan kepemilikan tanah2 Oppung kami di Parsambilan. Semua persil tanah sdh disertifikatkan dan kami akan mempertahankan semua tanah2 itu sebisa kami. 

Tetapi utk dikerjasamakan jelas kami siap. Entah beruntung entah tidak, (waktu yg akan menjawab) Parsambilan di Kec. Silaen cukup jauh dr lokasi pengembangan Danau Toba. 

Hisar Nababan Bangso Batak ikkon jadi oner ma di pikkirima perda tusi bos manat unang tartutuk jamot unang tarrobung Horas ma (bangso batak harus menjadi pemilik dan perlu Peraturan Daerah agar hati-hati jangan terjerumus.

Ronsen Mangaratua Pasaribu Lintong Napitupulu, saya memandang berbeda, bagaimana caranya supaya tidak dialihkan tanahnya, tetapi masyarakat disana harus menjadi bagian dari pembangunan. Jika dijual kepada orang batak, sama saja esensinya, pemilik harus rela pindah. 

Inilah yang menjadi penyimpangan, visi memajukan Danau Toba. Mangasi Panjaitan Solusinya harus komprehensive lae Lintong Napitupulu....kalo dulu masipature hutana be....sonari ganti jadi masi selamathon huta na be....level marga tu marga nama lae...maila do molo tergade huta na...tarusir sian hutana.

Ronsen Mangaratua Pasaribu Jack James P. Panjaitan, antara kebutuhan dan adat itu bisa kita padukan lae. Kuncinya menurut saya, adalah sosialisasi oleh pemerhati atau kelompok masyarakat yang tidak terkait langsung tetapi punya pandangan yang berpihak kepada pemilik tanah. 

Kita harus menempatkan pemilik itu menjadi bagian pembangunan hotel misalnya. Kedua, sejatinya, di tapanuli, secara adat istiadat tidak mengenal jual beli tanah. yang dikenal adalah memakai dengan pago-pago, jika selesai tanahnya harus kembali. Kecuali dia mengikuti hukum nasional, jual bneli jual lepas.

Ronsen Mangaratua Pasaribu Mangasi Panjaitan, untuk konsep ini mari kita studi banding kepada hukum adat yang mengkombinasikan dengan hukum nasional di BPN. 

Bali, adalah suku yang mengatur pembangunan secara hukum adat, dimana jual tanah dihindarkan dan tinggi bangunanpun tak boleh lebih tinggi dari kelapa. paling tingkat 6 tak ada sampai puluhan. 

Sedangkan di BPN mengakomodasi hal demikian, ikatan kotraktuilnya dengan akte perjanjian 50 tahu pemakaian untuk hotel, dimana kepada pembeli bisa diberikan HGB 30 tahun diatas Hak Milik. 

Tidak hanya itu, bisa pemilik sebagai karyawan dihotel itu. jadi, ada solusi sebenarnya saya lihat. Mangasi Panjaitan Betul lae Ronsen Mangaratua Pasaribu....siap...itu contoh kongkrit yg bagus sekali untuk dicontoh.

Osna Sinaga Mari berpikir positif demi perkembangan dan kemajuan, berikan masukan berharga pada pihak pemilik lahan supaya ikut ambil andil/ bagian pengolahannya jangan langsung diberi begitu saja dengan alat tukar uang nona pasogit Batak dalam tatanan marga jangan sampai hilang dalam ranah pengolahan.

Bapak2/ ibu 2 semua supaya monaco Batak itu ttetap terlihat. Mari kita ikut bekerja memberi masukan & berdoalah kitanya Yesus memberi mujijat untuk perkembangan yang memajukan Danau Toba kedepan. 

Ronsen Mangaratua Pasaribu Mangasi Panjaitan, solusi kekeluargaan itu pilihan atau strategi mempertahankan tanah di bonapasogit, khusus Danau Toba. 

Kebetulan, kepemilikan tanah disana tidak individual, cenderung komunal satu ompu, tak terbagi. Jadi, regulasi ini mesti dipikirkan oleh pemerintah yang harus dituangkan dalam perpres. 

Nah, wacana akan meniru Batam (maaf yang gagal), dengan memberikan HPL dengan membebaskan lahan masyarakat. Jangan terjadi diatas kepemilikan warga. 

Tetapi jika diatas tanah negara boleh lah diberikan HPL kepada Badan Otorita itu, termasuk didalamnya fasum jalan dan infrastruktur lainnya boleh dibebaskan dengan ganti rugi berdasarkan UU no 2 Tahun 2014, yaitu memakai nilai apraisal.

Halani agar tidak terjadi hal demikian ito ada beberapa lahan yang mau di jual semoga sauadara Bangso Batak mau membeli agar tidak ke tangan orang lain.

Lintong Napitupulu Pancasila dan pasal 33 UUD itu tak berdaya menghadapi peraturan tentang TALENTA yg mendasari liberalisme. Ronsen Mangaratua Pasaribu Siapa yang memberi sosialisasi, tugas kita bersama.

Ronsen Mangaratua Pasaribu Lintong Napitupulu, kekhawatiran lae Mangasi Panjaitan, saya kira kekhawatiran kita semua. Adalah betul apa yang laeLintong Napitupulu, kutip bagus di teks tapi kenyataan berbeda, cenderung liberalisme. 

Saya melihat itu problema yang besar nantinya. Sebab, orang batak ini belum teruji, dalam soal pertanahan. Berfikirnya amat praktis, banyak penyimpangan atas hukum adatnya sendiri. 

Ditinggalkan hukum adatnya hanya untuk mendapatkan uang atau fresh money, dan dia merantau entgah kemana. Supaya dibantu oleh ketentuan, perpres agar ada lexs spesialis.

Mangasi Panjaitan Lae Lintong Napitupulu secara konstitusional kita pemilik pasal 33 UUD 45, tapi praktikalnya oleh China. Mereka tumbuh rata 9% sejak tahun 1970-an (terpanjang yg pernah dicapai suatu negara). 

Pemerintah dan BUMN mereka lah yang bekerja untuk rakyatnya. Demikian pula India. Mereka yang menerapkannya, kita masih sebatas wacana.

Jadi sebenarnya tidak perlu ragu akan keampuhan Pasal 33 UUD 45 itu. Ronsen Mangaratua Pasaribu usul saya, perlu dilakukan penelitian awal tentang kecenderungan melepas tanahnya disekitar Danau Toba. 

Misalnya hotel2 yang sekarang ini apakah pemilik asli atau bukan. Dari informasi itu, akan bisa kita memprediksi kearah mana nantinya sikap dari orang Batak disana. 

Saya melihat ada sifat ego yang tinggi, artinya jika kepentingan pribadi dipertentangkan dengan kepentingan umum atau adat, makia pribadinya yang diambil. 

Contoh, Simalem Resort, yang sya tahu, dilakukan dengan akuisisi atau pelapsan hak. Habislah kita kalau begini kecenderungannya. Mangasi Panjaitan Habislah kita.

Itu dia yang saya takutkan lae Ronsen Mangaratua Pasaribu....sudah ada contoh buruk di depan mata...penelitian memang penting dan harus.

Ronsen Mangaratua Pasaribu Saya kira diskusi ini efektif, bernas dan fokus. konstribusi FBBI buat persiapan Danau Toba menjadi Monaco Indonesia. 

Koq Monaco ya, saya terganggu dengan visi itu, sebab Monaco itu Liberal..alamak disana liberal, ekonomi, sosial dan budaya asli akan tergerus.

Kenapa tidak disebut Danau Toba yang indah. atau nama yang dari Indonesia. Misalnya Balinya Sumatra...hahaha.

Mangasi Panjaitan Betul lae Ronsen Mangaratua Pasaribu...diskusi yang fokus dan bernas. Alangkah bagusnya kalo ditularkan kepada teman2 di Forum Pencinta Danau Toba.

Ronsen Mangaratua Pasaribu Pemda yang beli, bisa saja tapi itu harus BUMD nya Pemda, atau jika itu soal infrastruktur lae Mangasi Panjaitan. 

Pemda harus duduk bersama dengan masyarakat adat untuk mempertahakan konsep ini tanpa harus memboikot artinya jangan menolak adanya investasi. Jika menolak investasi, maka tak jadi juga "barang itu". Jadi, paradigma yang harus kita bangun, sebab ini tidak mudah. Soal sikap.

Mangasi Panjaitan Pemda via BUMD lae Ronsen Mangaratua Pasaribu...Kita dorong agar BUMD menjadi pelaksana pasal 33 UUD 45 di daerah...itulah salah satu tujuan otonomi.

Lintong Napitupulu Ini buah simalakama juga. Dgn mensertifikatkan tanah2 marga, maka kepemilikan menjadi jelas dan kuat. 

Tapi juga, dgn demikian ada pengakuan hak pribadi di dlm sertifikat itu. Kalau sdh menjadi hak pribadi, tak ada penghalang lagi utk dipindahtangankan kpd siapa saja, krn adat sdh tak bisa lagi menjangkaunya. 

Mangasi Panjaitan Investasi silahkan masuk lae Ronsen Mangaratua Pasaribu...tetapi BUMDlah yg jadi bosnya...pengambil keputusan ada di Pemda dan BUMDlah...Mangasi Panjaitan Pendekatannya keluarga lae Lintong Napitupulu...tentangan pastilah ada. 

Tapi kita berjuang, untuk bonapasogit . Ronsen Mangaratua Pasaribu Saya kira, harus semua stake holder harus diberikan ruang yang memungkinkan masuk secara optimal dan efektif efisien, artinya efektif dalam soal mekanisme, prosedur, administrasi dan kelembagaan hukum lainnya. Efisien, harus memberikan sumbangan yang profiteble bagi usahawan. 

Seperti Tanah Negara yang bersumber dari pelepasan kawasan hutan non tanah marga, harus kita berikan HPL kepada BODT, dengan maksud diberikan kewenangan negara untuk merencanakan, mengatur, melaksanakan dan mengawasi pemanfaatan dan penggunaan lahan atau bagian-bagian lahan di Wilayah Danau Toba.

Tapi yang lain, bisa diberikan Hak Guna Bangunan diatas Hak Milik atau di atas hak komunal Mangasi Panjaitan Soal pertanahan lae Ronsen Mangaratua Pasaribu dan lae Lintong Napitupulu (alumni ilmu tanah IPB) bisa memberikan pencerahan kpd kita semua.

Ronsen Mangaratua Pasaribu Lintong Napitupulu, antara sertipikat dan belum bersertipikat jika dikaitkan dengan niat membeli, hanya beda-beda tipis. Bukan terletak pada status tanahnya ada sertipikat atau bukan. Justru, Sertipikat memberikan kemudahan untuk menerbitkan hak atas tanah diatasnya, sebab konstruksi hukumnya jelas. 

Batasnya jelas, luasnya jelas, patoknya jelas, pemiliknya jelas. Ini diperlukan ekonomi modern, seperti hak tanggungan, dan perjanjian keperdataan lainnya.

Namun, ada jalan keluar juga apabila tanahnya komunal. Tanah Komunal misalnya tanah dua hektar, dimiliki oleh "satu ompu Marga Panjaitan, dimana pemiliknya sudah ratusan berkedudukan dimana-mana", lalu subjeknya siapa?. 

Nanti mereka akan kita cukup petakan, dan dibuatkan lembaganya yaitu Hak Komunal atas nama perkumpulan turunannya, sebaiknya tetap memakai marga. Nah, ini tidak sampai disertipikatkan cukup dipetakan. Peralihan semacam ini akan terhalang, tapi sudah bisa menerbitkan hak guna bangunan kepada investor.

Mangasi Panjaitan Yang seperti tanah komunal ini lae Ronsen Mangaratua Pasaribu....kita arahkan agar seluruh marga ikut menempuh cara itu...sangat efektif untuk menjaga kelestarian tanah/huta marga2...mantap ternyata ada cara yg efektif....

Mangasi Panjaitan Kawan-kawan semua, ternyata solusinya sdh ada sbgmn diuraikan lae Ronsen Mangaratua Pasaribu ,Ketua Umum kita, sekarang tugas kita adalah mensosialisasikannya kpd masyarakat di bonapasogit. Terimakasih atas diskusi yang menarik ini. (Dituliskan kembali oleh RLP, tanggal 12 Juni 2016)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments