BERITASIMALUNGUN.COM-Dipandu oleh Dr. Mangasi Panjaitan, Ketua Dewan Pembina
FBBI. Rame dibicarakan Danau Toba akan dikembangkan menjadi
"monaco" Indonesia. Tentu ada rasa senang karena kawasan samosir dan
sekitar akan berkembang jadi kota modern. Namun di balik itu ada timbul
kekhawatiran. Berapa banyak rakyat yg terlibat dan berapa banyak yg tersingkir.
Menakutkan membayangkan bangso i digusur oleh pemodal.
Rakyat bonapasogit harus terlibat sebanyak mungkin bukan sebagai tenaga kerja,
tapi sebagai pemilik. Kalau tidak saya membayangkan jauh ke depan,
kampung-kampung asal mula marga-marga yang ada disana tinggal nama.
Rakyat
harus menuntut agar terlibat sebagai pemilik, paling tidak sebagai pemilik
lahan... Jangan jual lahan rakyat berapapun harganya, demikian postingan bapak
Dr. Mangasi Panjaitan, di laman FBBI Comunity, laman resmi Forum Bangso Batak
Indonesia dalam membuka dialog mengenenai beberapa hal tentang pembangunan
Bonapasogit.
Ada 18 (delapan belas) orang yang menyukai pernyataan ini,
dan beberapa yang memberikan pendapat nya berikut ini seperti disampaikan
kepada anda.
Ronsen LM Pasaribu, seorang praktisi di Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengatakan “konsep saya setiap
berbicara tentang Pengembangan Kawasan Danau Toba, terlebih dengan adanya
lembaga khusus yang menangani Badan Otorita Kawasan Danau Toba, harus
memposisikan Tanah sebagai modal apabila investor masuk”.
Caranya pemilik tanah
tidak dengan pelepasan hak, seperti apa yang terjadi di Lahan masyarakat Betawi
yang terpinggirkan oleh masyarakat pendatang dan hendaknya meniru Bali. Mangasi
Panjaitan, menambahkan bahwa betul sekali dilaksanakan tanpa pelepasan sebab
kalau dijual maka hilanglah eksistensi Bangsoi. Prinsip ini harus menjadi
syarat pembangunan Danau Toba, kalau tidak maka lebih baik jangan dilanjutkan.
Dr. Jack James Panjaitan, Seorang Dosen senior IPB sebagai
Ketua Dewan Pakar FBBI, selalu menyoroti keterbelakangan Bonapasogit dari sudut
kemiskinan masyarakat yang pernah diberi label peta kemiskinan jaman
Pemerintahan Soeharto, Tahun 1980-an.
“Mari kita lihat kemiskinan masyarakat, sehingga
mereka tiak punya bargaining untuk mempertahankan tanahnya”. Jika sudah digoda
dengan uang sikapnya berubah seratus persen, langsung dijual tanah itu ke
investor.
Begitulah kondisi saat ini. Ditambahkan, jangankan kepada investor
yang akan datang, sekarang saja pun menurut informasi teman-teman, di
Bonapasogit sudah banyak beralih kepemilikannya kepada Organisasi Sektarian dan
Non Sektarian yang datang ekspansi kesana.
Jika Pemerintah belum memahami
penerapan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, maka FBBI harus berdiri di depan
untuk memahamkan kepada masyarakat dan mendorong pemerintah daerah bertanggung
jawab juga jangan sampai masyarakat tergusur dari peradabannya.
RP, menyetujui
pemikiran bapak Jack James Panjaitan itu, supaya dilakukan sosialisasi dimana
pelepasan atau tidak, keputusannya memang ada pada pemilik tanah, namun harus
dijelaskan kepada investor apa untung ruginya.
Pasti lebih banyak untungnya,
sebab dengan membuat perjanjian maka sejatinya sudah terjadi kesetaraan,
kemandirian pemilik tanah sehingga diperjanjikanlah konpensasi pemanfaatan
tanah tersebut dengan imbalan materi dari hasil bangunan hotel misalnya atau
resort, termasuk didalamnya turut serta sebagai pengelolanya. Dan, ini sifatnya
jangka panjang. Dengan demikian terjadi dampak ganda, yang saling
menguntungkan.
Mangasi mengamini, dengan menambahkan jika tidak maka
mereka atau kampung kita tinggal nama saja. Penyesalanlah yang kita peroleh.
Lintong Napitupulu, seorang member FBBI di Jawa Barat,
lulusan IPB berpendapat berbeda. “Saya berpandangan berbeda. Hukum Liberal
berlaku mutlak di mana pun di muka bumi ini.
Siapa yg memiliki talenta, baik
dlm bentuk lahan, kepintaran, dan sebagainya harus dimnafaatkan utk
sebesar-besarnya kemakmuran ummat manusia. Kalau tidak, harus diberikan kpd
orang lain. Walaupun itu Tanah Batak, kalau orang Batak tak mampu mengelolanya
sehingga dirinya dan lingkungannya makmur, dia harus pergi dari situ”.
Supaya
tak terjadi apa yg ditakutkan itu, maka orang Batak yang kaya berinvestasilah
di sana sejak sekarang. Beli tanah2 di sana dgn harga yg cukup baik shg pemilik
awalnya bisa memulai hidup baru yang layak di tempat lain.
Bila pemiliknya
sudah orang-orang Batak yang kaya, maka tanah-tanah 2itu akan tetap milik kita
krn mrk tak ada tekanan utk menjual. Mangasi Panjaitan Kita Negara Pancasila
lae Lintong Napitupulu...bukan liberal...paham liberal dari awal ditentang oleh
pendiri negara ini (Bung Karno, bung hatta)...itulah maka diatur peran negara
seperti pasal 33 UUD 45....biar tidak ada yg tersinggkir, seperti yg banyak
terjadi kini....sbg info: 70% lahan di Indonesia skrg ini dikuasai oleh 1%
penduduk....itulah liberal, mengerikkan. Jack James P. Panjaitan .
Betul kedan
Mangasi Panjaitan itulah kadang2 yang tidak dimengerti netizen FBBI ini untuk
apa sebenarnya dibentuk FBBI ini.
Jelas salah satunya untuk memberikan advokasi
kepadamasyarakat bonapasogit asa unang marrara simalolong na molo disabur
investor hepeng na laho manuhor tano ni oppung nai (jangan merah matanya
melihat uang tunai itu)..
FBBI memberikan pemahaman kepada rakyat bonapasogit
bhw tanah-tanah itu adalah milik pusaka dari si Raja Batak yang diberikan kpd
pomparannya untuk kemakmuran disana bukan untuk dialihkan kepemilikannya kepada
asing tetapi untuk dikelola bagin kemakmuran bonapasogit.
Apa yg hrs kita katakan kpd nenek moyang kalo
huta/kampung batak hilang dan digantikan dgn resort berlabel barat atau
indonesia...gak tenang kita meninggal .
Lintong Napitupulu, Kami kebetulan baru
saja menjalankan permudaan kepemilikan tanah2 Oppung kami di Parsambilan. Semua
persil tanah sdh disertifikatkan dan kami akan mempertahankan semua tanah2 itu
sebisa kami.
Tetapi utk dikerjasamakan jelas kami siap. Entah beruntung entah
tidak, (waktu yg akan menjawab) Parsambilan di Kec. Silaen cukup jauh dr lokasi
pengembangan Danau Toba.
Hisar Nababan Bangso Batak ikkon jadi oner ma di
pikkirima perda tusi bos manat unang tartutuk jamot unang tarrobung Horas ma
(bangso batak harus menjadi pemilik dan perlu Peraturan Daerah agar hati-hati
jangan terjerumus.
Ronsen Mangaratua Pasaribu Lintong Napitupulu, saya
memandang berbeda, bagaimana caranya supaya tidak dialihkan tanahnya, tetapi
masyarakat disana harus menjadi bagian dari pembangunan. Jika dijual kepada
orang batak, sama saja esensinya, pemilik harus rela pindah.
Inilah yang
menjadi penyimpangan, visi memajukan Danau Toba. Mangasi Panjaitan Solusinya
harus komprehensive lae Lintong Napitupulu....kalo dulu masipature hutana
be....sonari ganti jadi masi selamathon huta na be....level marga tu marga nama
lae...maila do molo tergade huta na...tarusir sian hutana.
Ronsen Mangaratua Pasaribu Jack James P. Panjaitan, antara
kebutuhan dan adat itu bisa kita padukan lae. Kuncinya menurut saya, adalah
sosialisasi oleh pemerhati atau kelompok masyarakat yang tidak terkait langsung
tetapi punya pandangan yang berpihak kepada pemilik tanah.
Kita harus
menempatkan pemilik itu menjadi bagian pembangunan hotel misalnya. Kedua,
sejatinya, di tapanuli, secara adat istiadat tidak mengenal jual beli tanah.
yang dikenal adalah memakai dengan pago-pago, jika selesai tanahnya harus
kembali. Kecuali dia mengikuti hukum nasional, jual bneli jual lepas.
Ronsen Mangaratua Pasaribu Mangasi Panjaitan, untuk konsep
ini mari kita studi banding kepada hukum adat yang mengkombinasikan dengan
hukum nasional di BPN.
Bali, adalah suku yang mengatur pembangunan secara hukum
adat, dimana jual tanah dihindarkan dan tinggi bangunanpun tak boleh lebih
tinggi dari kelapa. paling tingkat 6 tak ada sampai puluhan.
Sedangkan di BPN
mengakomodasi hal demikian, ikatan kotraktuilnya dengan akte perjanjian 50 tahu
pemakaian untuk hotel, dimana kepada pembeli bisa diberikan HGB 30 tahun diatas
Hak Milik.
Tidak hanya itu, bisa pemilik sebagai karyawan dihotel itu. jadi,
ada solusi sebenarnya saya lihat. Mangasi Panjaitan Betul lae Ronsen Mangaratua
Pasaribu....siap...itu contoh kongkrit yg bagus sekali untuk dicontoh.
Osna Sinaga Mari berpikir positif demi perkembangan dan
kemajuan, berikan masukan berharga pada pihak pemilik lahan supaya ikut ambil
andil/ bagian pengolahannya jangan langsung diberi begitu saja dengan alat tukar uang
nona pasogit Batak dalam tatanan marga jangan sampai hilang dalam ranah pengolahan.
Bapak2/ ibu 2 semua supaya monaco Batak itu ttetap terlihat. Mari kita ikut
bekerja memberi masukan & berdoalah kitanya Yesus memberi mujijat untuk
perkembangan yang memajukan Danau Toba kedepan.
Ronsen Mangaratua Pasaribu
Mangasi Panjaitan, solusi kekeluargaan itu pilihan atau strategi mempertahankan
tanah di bonapasogit, khusus Danau Toba.
Kebetulan, kepemilikan tanah disana
tidak individual, cenderung komunal satu ompu, tak terbagi. Jadi, regulasi ini
mesti dipikirkan oleh pemerintah yang harus dituangkan dalam perpres.
Nah,
wacana akan meniru Batam (maaf yang gagal), dengan memberikan HPL dengan
membebaskan lahan masyarakat. Jangan terjadi diatas kepemilikan warga.
Tetapi
jika diatas tanah negara boleh lah diberikan HPL kepada Badan Otorita itu,
termasuk didalamnya fasum jalan dan infrastruktur lainnya boleh dibebaskan
dengan ganti rugi berdasarkan UU no 2 Tahun 2014, yaitu memakai nilai apraisal.
Halani agar tidak terjadi hal demikian ito ada beberapa
lahan yang mau di jual semoga sauadara Bangso Batak mau membeli agar tidak ke
tangan orang lain.
Lintong Napitupulu Pancasila dan pasal 33 UUD itu tak
berdaya menghadapi peraturan tentang TALENTA yg mendasari liberalisme. Ronsen
Mangaratua Pasaribu Siapa yang memberi sosialisasi, tugas kita bersama.
Ronsen
Mangaratua Pasaribu Lintong Napitupulu, kekhawatiran lae Mangasi Panjaitan,
saya kira kekhawatiran kita semua. Adalah betul apa yang laeLintong Napitupulu,
kutip bagus di teks tapi kenyataan berbeda, cenderung liberalisme.
Saya melihat
itu problema yang besar nantinya. Sebab, orang batak ini belum teruji, dalam
soal pertanahan. Berfikirnya amat praktis, banyak penyimpangan atas hukum
adatnya sendiri.
Ditinggalkan hukum adatnya hanya untuk mendapatkan uang atau
fresh money, dan dia merantau entgah kemana. Supaya dibantu oleh ketentuan,
perpres agar ada lexs spesialis.
Mangasi Panjaitan Lae Lintong Napitupulu secara konstitusional
kita pemilik pasal 33 UUD 45, tapi praktikalnya oleh China. Mereka tumbuh rata
9% sejak tahun 1970-an (terpanjang yg pernah dicapai suatu negara).
Pemerintah
dan BUMN mereka lah yang bekerja untuk rakyatnya. Demikian pula India. Mereka yang
menerapkannya, kita masih sebatas wacana.
Jadi sebenarnya tidak perlu ragu akan
keampuhan Pasal 33 UUD 45 itu. Ronsen Mangaratua Pasaribu usul saya, perlu
dilakukan penelitian awal tentang kecenderungan melepas tanahnya disekitar Danau Toba.
Misalnya hotel2 yang sekarang ini apakah pemilik asli atau bukan.
Dari informasi itu, akan bisa kita memprediksi kearah mana nantinya sikap dari
orang Batak disana.
Saya melihat ada sifat ego yang tinggi, artinya jika
kepentingan pribadi dipertentangkan dengan kepentingan umum atau adat, makia
pribadinya yang diambil.
Contoh, Simalem Resort, yang sya tahu, dilakukan
dengan akuisisi atau pelapsan hak. Habislah kita kalau begini kecenderungannya.
Mangasi Panjaitan Habislah kita.
Itu dia yang saya takutkan lae Ronsen
Mangaratua Pasaribu....sudah ada contoh buruk di depan mata...penelitian memang
penting dan harus.
Ronsen Mangaratua Pasaribu Saya kira diskusi ini efektif,
bernas dan fokus. konstribusi FBBI buat persiapan Danau Toba menjadi Monaco
Indonesia.
Koq Monaco ya, saya terganggu dengan visi itu, sebab Monaco itu
Liberal..alamak disana liberal, ekonomi, sosial dan budaya asli akan
tergerus.
Kenapa tidak disebut Danau Toba yang indah. atau nama yang dari Indonesia. Misalnya Balinya Sumatra...hahaha.
Mangasi Panjaitan Betul lae Ronsen Mangaratua
Pasaribu...diskusi yang fokus dan bernas. Alangkah bagusnya kalo ditularkan
kepada teman2 di Forum Pencinta Danau Toba.
Ronsen Mangaratua Pasaribu Pemda
yang beli, bisa saja tapi itu harus BUMD nya Pemda, atau jika itu soal
infrastruktur lae Mangasi Panjaitan.
Pemda harus duduk bersama dengan
masyarakat adat untuk mempertahakan konsep ini tanpa harus memboikot artinya
jangan menolak adanya investasi. Jika menolak investasi, maka tak jadi juga
"barang itu". Jadi, paradigma yang harus kita bangun, sebab ini tidak
mudah. Soal sikap.
Mangasi Panjaitan Pemda via BUMD lae Ronsen Mangaratua
Pasaribu...Kita dorong agar BUMD menjadi pelaksana pasal 33 UUD 45 di
daerah...itulah salah satu tujuan otonomi.
Lintong Napitupulu Ini buah simalakama juga. Dgn
mensertifikatkan tanah2 marga, maka kepemilikan menjadi jelas dan kuat.
Tapi
juga, dgn demikian ada pengakuan hak pribadi di dlm sertifikat itu. Kalau sdh
menjadi hak pribadi, tak ada penghalang lagi utk dipindahtangankan kpd siapa
saja, krn adat sdh tak bisa lagi menjangkaunya.
Mangasi Panjaitan Investasi
silahkan masuk lae Ronsen Mangaratua Pasaribu...tetapi BUMDlah yg jadi
bosnya...pengambil keputusan ada di Pemda dan BUMDlah...Mangasi Panjaitan
Pendekatannya keluarga lae Lintong Napitupulu...tentangan pastilah ada.
Tapi
kita berjuang, untuk bonapasogit . Ronsen Mangaratua Pasaribu Saya kira, harus
semua stake holder harus diberikan ruang yang memungkinkan masuk secara optimal
dan efektif efisien, artinya efektif dalam soal mekanisme, prosedur, administrasi
dan kelembagaan hukum lainnya. Efisien, harus memberikan sumbangan yang
profiteble bagi usahawan.
Seperti Tanah Negara yang bersumber dari pelepasan
kawasan hutan non tanah marga, harus kita berikan HPL kepada BODT, dengan
maksud diberikan kewenangan negara untuk merencanakan, mengatur, melaksanakan
dan mengawasi pemanfaatan dan penggunaan lahan atau bagian-bagian lahan di
Wilayah Danau Toba.
Tapi yang lain, bisa diberikan Hak Guna Bangunan diatas Hak
Milik atau di atas hak komunal Mangasi Panjaitan Soal pertanahan lae Ronsen
Mangaratua Pasaribu dan lae Lintong Napitupulu (alumni ilmu tanah IPB) bisa
memberikan pencerahan kpd kita semua.
Ronsen Mangaratua Pasaribu Lintong Napitupulu, antara
sertipikat dan belum bersertipikat jika dikaitkan dengan niat membeli, hanya
beda-beda tipis. Bukan terletak pada status tanahnya ada sertipikat atau bukan.
Justru, Sertipikat memberikan kemudahan untuk menerbitkan hak atas tanah
diatasnya, sebab konstruksi hukumnya jelas.
Batasnya jelas, luasnya jelas,
patoknya jelas, pemiliknya jelas. Ini diperlukan ekonomi modern, seperti hak
tanggungan, dan perjanjian keperdataan lainnya.
Namun, ada jalan keluar juga apabila tanahnya komunal.
Tanah Komunal misalnya tanah dua hektar, dimiliki oleh "satu ompu Marga
Panjaitan, dimana pemiliknya sudah ratusan berkedudukan dimana-mana", lalu
subjeknya siapa?.
Nanti mereka akan kita cukup petakan, dan dibuatkan
lembaganya yaitu Hak Komunal atas nama perkumpulan turunannya, sebaiknya tetap
memakai marga. Nah, ini tidak sampai disertipikatkan cukup dipetakan. Peralihan
semacam ini akan terhalang, tapi sudah bisa menerbitkan hak guna bangunan
kepada investor.
Mangasi Panjaitan Yang seperti tanah komunal ini lae Ronsen
Mangaratua Pasaribu....kita arahkan agar seluruh marga ikut menempuh cara itu...sangat
efektif untuk menjaga kelestarian tanah/huta marga2...mantap ternyata ada cara
yg efektif....
Mangasi Panjaitan Kawan-kawan semua, ternyata solusinya sdh
ada sbgmn diuraikan lae Ronsen Mangaratua Pasaribu ,Ketua Umum kita, sekarang
tugas kita adalah mensosialisasikannya kpd masyarakat di bonapasogit. Terimakasih atas diskusi yang menarik ini. (Dituliskan kembali oleh RLP, tanggal 12 Juni 2016)
0 Comments