Info Terkini

10/recent/ticker-posts

PISOU SIMALUNGUN, MAKNA DAN FILOSOFI

PISOU SIMALUNGUN, MAKNA DAN FILOSOFI 

PISOU SIMALUNGUN, MAKNA DAN FILOSOFI 

PISOU SIMALUNGUN, MAKNA DAN FILOSOFI 

PISOU SIMALUNGUN, MAKNA DAN FILOSOFI 



“Simbol kendali”


Narasumber :

1. GJM Tuah Purba Pakpak (pelaku tradisi)
2. Sully Sinaga (perajin pisou simalungun)


Moderator : Sultan Saragih

Notulen : Mery Garingging

Sully Sinaga memiliki bakat otodidak dalam memahat berbagai jenis kayu, melukis ornamen dan membuat pisou simalungun. Tidak ada guru yang memberi pelajaran atau mewariskan pengetahuan membuat pisou secara langsung, semua berasal dari apa yang ia lihat, coba dan kerjakan. Ia masih memiliki kekerabatan dengan Tuan Siloting seorang penempa besi tradisional yang terkenal di Raya.

Ada banyak jenis pisou simalungun yang sudah ia kerjakan, antara lain Pisou Suhul Gading, Tumbuk Lada, Sanalenggam, Gupak, Torjang, Parang Raya, Puei dll. 

Pemesan sebagian berasal dari kaum rural (pedesaan) yang dipakai untuk maragat mengambil tuak dari enau, parhobas untuk pesta adat, juga pisou khusus dari ingatan leluhur. Mereka datang langsung ke bengkel kerja “Sarang Ular” di jalan Makasar P. Siantar. 

Sully Sinaga menyebut pekerjaannya bagian dari karya seni, sebab proses pembuatan lebih bersifat pribadi , memberi sentuhan keindahan dan menyesuaikan kebutuhan pemesan. Hal ini berbeda dengan banyak pisou di pasar dimana produksi nya bersifat masal atau kodian.

Ia lebih memilih kayu hatarum sebagai pasangan sarung dari pisou yang dikerjakan, alasannya hatarum memiliki serat yang bagus dan halus , kuat mencengkeram besi pisou, harum hingga warna coklat mengkilap tampak lebih ber wibawa. Rajutan rotan pengikat sarung pisou memiliki jumlah ikatan bisa sitolu tolu, si lima lima atau pun sipitu pitu tergantung arti yang dipahami pemesan.

Dari sisi ekonomi, perajin pisou tidak mendapatkan keuntungan yang bisa dijadikan sebagai pegangan sehari hari. Kolektor, peminat atau orang yang memahami pisou simalungun masih sedikit hanya pada kalangan tertentu saja. 

Permintaan pasar untuk pisou simalungun masih terbatas, ini lah yang menjadi brainstroming diskusi pembuka, bagaimana menciptakan nilai tambah hingga pisou simalungun bisa layak jual, digemari banyak orang setidaknya menjadi trend bagi kalangan kaum muda simalungun.

Pembicara kedua, GJM Tuah Purba Pakpak seorang pelaku tradisi yang sebelumnya tinggal di Siborong Borong, memilih pulang, menetap dan tinggal dekat dengan tanoh hasusuran, locus sejarah leluhur nya sendiri Opung Parultop Ultop tepatnya di kaki bukit Buttu Parilahan Kec. Pamatang Purba.

Ia menjelaskan, torjang lebih banyak dipakai untuk keseharian dan kerja adat di wilayah Pamatang Purba. Biasanya torjang dipakai untuk memotong hewan seperti membuat dayok na binatur atau digunakan memotong / membagi panjambaran dalam pesta adat. Selain itu, ia memiliki beberapa senjata tradisional warisan orang tua yang dipakai khusus sebagai penghayat spiritual dalam Kerajaan Purba. 

Salah satunya adalah pisou panglima yang memiliki suhul tanduk rusa. Berdasarkan catatannya, tanduk rusa tidak hanya sekedar pangkal pisau yang memperindah bentuk saja,tapi memiliki fungsi penangkal gaib , menjauhkan unsur negatip yang berasal dari pihak musuh, juga penawar racun. Bila keadaan terdesak, tanduk rusa menjadi ramuan obat sehingga badan selamat.

Jadi, Umpama atau kiasan “Hita do si jolom suhul ni pisou” (kita yang memegang pangkal pisou) memiliki makna lebih dalam, bahwa siapa saja yang menggenggam pisou, seturut juga ia memiliki kemampuan mengendalikan musuh atau siapa saja sehingga hormat dan tunduk kepada perkataan. 

Walaupun demikian, bukan berarti pemilik pisou boleh bersikap dan bertindak semena mena, aras nya kepada kedaulatan, martabat dan wibawa. Hal ini ia utarakan, setelah memperlihatkan salah satu keris simalungun bahan kuningan warisan dari orang tua nya yang memiliki corak suhul raja menunduk “toruh maruhur” dan manuk manuk.

Dua jenis keris simalungun yang ia miliki, pertama keris bersanding dengan ultop dan kedua keris dengan suhul raja menunduk dan manuk manuk, menegaskan simalungun pada masa lampau memiliki benang merah serta ikatan emosional yang sangat dekat dengan kerajaan di Pulau Jawa. 

Keris simalungun terdapat juga pada pusaka Kerajaan Sidamanik klan Damanik dan Kerajaaan Tanah Jawa klan Sinaga. Pisou Simalungun sebagai bukti hubungan sejarah dan kebudayaan dengan kerajaan jawa sampai saat kini belum banyak diungkap, digali dan dipelajari.

Sebagai perajin pisou, Sully Sinaga membuat dan memilih pisou sesuai dengan kebutuhan dan manfaat bagi pemesan. Dari sisi spiritual, pelaku tradisi GJM Tuah Purba Pak Pak memberikan makna pisou simalungun sebagai sebuah kebanggaan, penjaga martabat dan petuah yang diwariskan . Suhul dengan jenis corak tertentu memiliki makna dan filosofi dapat menjadi semangat pemiliknya.


Pertanyaan dan diskusi beruntun dan terus berlanjut, antara lain :

1. Bagaimana kearifan local “Pisou Simalungun” bisa mendatangkan kesejahteraan bagi pelaku dan masyarakat pendukungnya ? 

2. Bagaimana menjadi trend dan popular bagi kaum muda ?
3. Bagaimana agar orang tertarik membeli pisou simalungun ?.
4. Apakah ada mantra atau tabas tabas yang ditinggalkan orang tua terhadap pisou yang diwariskan , bisa sebaga salah sumber penelitian karya sastra budaya lokal.

5. Apakah mengasapi dengan kemenyan untuk membuat besi pisou lebih kuat atau ada pemahaman lain ?


Ada tabas, berbeda tabas raja, tabas pandihar, tabas pangulu balang, agar tunduk kepada tuannya. Seorang paragat memiliki podah dan tabas agar mendapatkan hasil yang baik, juga ritual doa seorang penebang kayu.

Akhir kata, Pisou bisa memiliki fungsi sebatas mengiris sayur, bumbu dapur atau memotong hewan, tapi bisa ditempatkan sebagai warisan nilai budaya dengan banyaknya jenis suhul pisou, corak ornamen,kayu penghias sebagai sarung pisou juga mantra atau tabas tabas.

Alangkah baiknya juga bisa menjadi trend hiasan dinding ruangan rumah untuk menciptakan marwah. Alam pemikiran nenek moyang / leluhur telah banyak memberi pengetahuan dan nilai dari pisou.
Petuah dari pisou “Hita Do Si Jolom Suhul Ni Pisou”
Salam Tradisi !

*Ringkasan hasil diskusi “Ragam Pisou Simalungun” yang diselenggarakan Sanggar Budaya Rayantara, Kamis 18 September 2016 di Gedung Kesenian Museum Simalungun. (SBR)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments