Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Ephorus HKBP ke Depan Harus Jadi Bapak Suci, Pemutasian Pendeta Jadi Masalah

Advokat/Ketua Alumni NHKBP Sidorame Medan Dr Djonggi M Simorangkir SH MH
* Memilih Ephorus Harus Berlandaskan Ketuhanan, Bukan Berorientasi Marga

BeritaSimalungun.com, Medan-Jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP),  menginginkan pucuk pimpinan (Ephorus) sebagai "Bapak Suci" yang  mampu mengembalikan wibawa para pendeta HKBP di seluruh Indonesia dan dunia.

"Orang melihat pendeta itu harus benar-benar sakral," harap Dr Djonggi M Simorangkir SH MH selaku Anggota Panitia Nasional Jubileum 150 tahun, Rabu (31/8) di Medan, tentang harapan jemaat menjelang Sinode Godang HKBP yang akan digelar mulai 12 September ini.

Menurut Jonggi - yang Ketua Alumni Naposo (Pemuda) HKBP Sidorame Medan itu - jika Ephorus sudah berperan sebagai Bapak Suci, tidak ada lagi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Ephorus ke depan jangan lagi berbicara (berorientasi) marga, jangan berpikir kampungan tapi harus modern dan berpikir ketuhanan. Siapapun Calon Ephorus jangan dilihat marganya, tapi pilih orang yang sudah teruji, ujarnya.

Disebutkannya, jika Ephorus  berperan sebagai seorang Bapak Suci, maka secara otomatis semua jemaat tidak akan sungkan menyebutnya sebagai "Ompui".

Selain itu pimpinan HKBP harus mampu bekerja, tanpa meninggalkan kantor pusat Pearaja Tarutung dengan alasan-alasan tidak jelas terkecuali untuk hal-hal  sangat urgen.

Mutasi Pendeta Jadi Masalah

Yang menjadi masalah sekarang ini, terlalu gampang mengeluarkan Surat Keputusan (mutasi pendeta). Apalagi cara penempatan pendeta selama ini, harus diubah total. 

Pendeta-pendeta yang baru tamat wajib ditempatkan dulu di wilayah  kelas 2B. Jika sudah meningkat baru naik ditempatkan di wilayah kelas 2A, setelah meningkat lagi baru di wilayah kelas 1B, kemudian ke wilayah 1A setelah mapan dan telah senior. Penempatan  pendeta juga harus berdasarkan wilayah pemetaan yang ditetapkan oleh HKBP. Penempatan pendeta harus meniru pola penempatan hakim, katanya.

Menurutnya, pendeta yang ditempatkan di kota-kota besar haruslah pendeta-pendeta senior. Seperti contoh di Gereja HKBP Menteng Jalan Jambu Jakarta Pusat. Minimal pendetanya harus bergelar doktor, karena di gereja tersebut  jemaatnya banyak orang-orang penting, yang telah berpendidikan tinggi seperti doktor, profesor dan jenderal.

"Kan banyak jemaat HKBP bergelar Doktor, Profesor dan Jenderal, yang cara berpikirnya sudah sangat maju," ucap advokat itu.

Djonggi mengusulkan agar aturan dan peraturan mengenai sistem pemilihan Ephorus di Sinode Godang harus diubah. "Ngapain utusan yang memilih, sehingga timbul arogansi-arogansi di tangan para utusan, karena merasa merekalah yang memilih Ephorus. Apalagi jika Ephorus (yang dipilihnya) tersebut  menang," katanya. 

Jadi sebaiknya aturan dan peraturan dalam pemilihan Ephorus, sudah harus diubah, misalnya kandidat Ephorus ada 10 orang, 7 dipilih gereja, 3 lagi independen dengan syarat harus ditandatangani sejumlah tokoh besar yang berpengaruh. Dan sistem pemilihannya secara langsung dengan menentukan hari, bulan dan tahun.

"Misalnya pemilihan Ephorus ditentukan hari, bulan dan tahunnya. Dari 10 kandidat itu, terserah jemaat siapa yang dipilih, jadi sistem pemilihan secara langsung oleh seluruh jemaat HKBP sedunia dilaksanakan di tiap gereja setelah usai kebaktian. Suara terbanyak itulah yang menjadi Ephorus, nomor dua terbanyak menjadi Sekjen dan nomor tiga terbanyak sebagai Kadep dan seterusnya. 

Sehingga Ephorus yang terpilih tidak akan terutang budi kepada tim sukses. Kita harus belajar jujur dengan menampilkan orang-orang kredibel. Sekarang, gereja-gereja tetangga saja dipimpin orang-orang pintar dan agama-agama lain juga," kata Djonggi.(SIB) 

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments