Jhon Eliaman Saragih-Nofika Frisliani Sinaga, Dody Purba Saxophone dan Defri Judika Purba.IST |
BeritaSimalungun.com, Tigaras-Tadi pagi Sabtu (22/10/2016) sarapan ke Tiga Ras, Kabupaten Simalungun. Mau pulang jumpa dengan artis senior Simalungun, Jhon Eliaman Saragih dan pemain saxsopone handal Dodi Purba di pelabuhan. Pertemuan yang tidak disangka-sangka.
Sambil
menikmati kopi dan panorama Danau Toba kami berbincang banyak, terutama
tentang seni simalungun. ada beberapa hal yang menarik.
1. Jati diri
lagu Simalungun yang sudah menemukan bentuknya (pop), akhir-akhir ini
semakin tidak jelas lagi. Sudah banyak sekarang yang disebut "makaro-karo" dan "ma-india-india". mengikuti selera pasar dengan mengorbankan mutu.
2. Masih kurangnya perlindungan pemerintah kepada pelaku seni. Tantangan saat ini bagi pelaku seni adalah maraknya pembajakan. Hal ini
tentu mengurangi daya saing dan daya cipta pencipta lagu begitu juga
artis yang membawakan. Teknologi mp3 turut menyumbang di dalam persoalan
ini.
3.Untuk menjadi terkenal harus melewati banyak tantangan. Tidak ada jalan instan untuk meraihnya. Saat ini banyak muncul
artis-artis yang kurang memperhatikan mutu.
Cukup mengetahui lima lagu
yang sering dinyanyikan di pesta, sudah merasa artis. Saya pribadi
melihat perjalanan karir artis Jhon Eliaman Saragih sudah teruji waktu.
Mulai saya duduk di bangku SMP, disitulah saya mengingat albumnya yang
pertama keluar. Hits saat itu lagu dengan penggalan kalimat "sattabi
hata nenek pe lang au ilobeimu". Sampai saat ini masih eksis, kalau
hitung-hitungan tahun hampir dua puluh tahun sudah karirnya.
4. Masih kurangnya daya saing artis daerah Simalungun dengan artis daerah
lain. Hal ini malah diperparah dengan masyarakat Simalungun sendiri,
yang kurang menghargai lagu daerahnya.
Masih suka lagu daerah lain. Nah,
kalau seperti itu, siapa lagi yang melestarikan lagu daerah kita? acara Simalungun yang berskala besar pun kadang artis luar yang dipanggil.
Saya melihat ini masalah yang serius, dalam budaya kita. Kita sudah
"ditindas" dengan budaya daerah lain atau kita sendiri yang mau memberi
diri untuk "ditindas". (Defri Judika Purba)
0 Comments