PRB UNTUK SIAPA ?
RONDANG BITTANG JADI PESTA PEJABAT
"Salipotpot roh udan, sahali taridah sahali lang. Artinya bagai kunang
kunang, bila datang hujan, berkedip di kegelapan terkadang terlihat
terkadang tidak atau samar samar.
Demikianlah Pesta Rondang
Bittang yang dilaksanakan baru baru ini di pantai bebas Parapat," kata
Sultan Saragih Kamis (29/9) jam 11.30.
Sultan
mengatakan, Pesta Rondang Bittang digelar dakdakan dan serba tidak
menentu. Hampir tidak ada pemberitahuan atau publikasi jauh jauh hari
dengan jadwal yang diketahui masyarakat, misalnya pemasangan Baliho,
spanduk, informasi radio, media cetak, facebook dll.
"Tampaknya,
lanjut dia, Pemkab Simalungun enggan bersinergi dan koordinasi dengan
stakeholder pelaku budaya dan parawisata untuk menjadikan PRB sebagai
event bersama dengan gaung yang lebih besar.
Seharusnya, event budaya
tersebut melibatkan pengusaha travel, pihak hotel, organisasi pemuda dan
masyarakat, komunitas seni, pegiat budaya, pelajar dan elemen lainnya.
"Nilai nilai edukasi budaya yang disampaikan tidak sampai kepada
masyarakat luas. Essensi tradisi Rondang Bittang yang dahulu
dilaksanakan masyarakat tradisi itu sendiri hilang, diganti event
pemerintah dengan aneka lomba bersifat musiman" tukasnya.
Dahulu,
sambungnya lagi, Pesta Rondang Bittang dimulai dengan menghitung proses
mulai dengan martidah, awal menanam padi, mangotam atau memotong dan
menuai padi.
Petani tradisi dan anak boru garama bersama sama
melaksanakan panen padi, berkumpul mardogei (menginjak padi), mamurpur
(menampi) hingga menyimpan ke lumbung padi, baru malam hari ditentukan
kapan diadakan acara Rondang Bittang sebagai ucapan syukur, pesta budaya
dan muda mudi.
Semua dilakukan dengan maniti ari, sedangkan
falsafah yang dijalankan bernama Haroan Bolon (gotong royong), saling
membantu menuai padi dari sawah satu ke sawah lain berikutnya.
Setelah menentukan hari, digelar Rondang Bittang tepat saat bulan
purnama,anak boru garama dapat saling bertemu bersenda gurau
memperlihatkan ketangkasan sambil mencari jodoh didampingi kaum orang
tua.
Gual Gonrang (musik tradisional) memulai acara, semua diisi
dengan tari dan permainan lainnya oleh muda mudi bersama orang tua,
parhuta atau penduduk dari wilayah lain juga diundang. "Saya berharap
Pemkab Simalungun memperhatikant tahapan ritual yag menjadi tradisi
Pesta Rondang Bittang.
Semua kegiatan ini bersentuhan dengan tanah, air
dan padi. Kalau tidak bisa mengemas esensi budaya yang diwariskan
leluhur, sebaiknya nama kegiatan diubah menjadi festival lomba atau
Pekan Raya Pemkab Simalungun" pungkasnya.
Hal senada disampaikan Tokoh Masuarakat Simalungun, Sarmedi Purba. Tokoh yang berprofesi sebagai dokter
ini mengatakan, asalnya PRB itu adalah pesta rakyat, dibuat seadanya
untuk syukuran tahunan, pesta muda mudi, pesta pergaulan, yang
diekspresikan dengan seni tor tor, lagu, serta dihiasi dengan pakaian
khas daerah. pemerintah kemudian diminta mendukung dengan dana bukan
mengambil alih kegiatan.
"Yang kita baca di media, masyarakat
seni dan budaya kurang berperan, semua diatur oleh PNS, dinas terkait
dan anggaran 100 persen ditanggung Pemda. Seharusnya PRB diselenggarakan
rakyat, non governament, di dukung dan diawasi oleh pemda" kata Sarmedi
Purba.
Menurut dia, tradisi itu harus dipertahankan. sehingga
tetap merakyat, milik rakyat, didukung dan dikunjungi masyarakat, serta
tidak punah ditelah kebijakan pemda.
Diberitakan sebelumnya,
Pesta Rondang Bittang (PRB) ke-31 di Pantai Bebas Parapat, kecamatan
Girsang Sipangan Bolon dibuka langsung oleh Bupati Simalungun JR
Saragih, Jumat (28/9) jam 11.00. Kegiatan ini dipersiapkan berlangsung
hingga besok sabtu (1/10).
Dikreasikan oleh Dinas Parawisata
Pemkab Simalungun dari tahun ke tahun menyelenggarakan PRB dengan tujuan
memperkenalkan tradisi khas simalungun, sekaligus mendulang wisatawan.
Namun pemantauan disekitar arena PRB kali ini nyaris tak
terlihat adanya wisatawan, anak anak muda setempat juga tak meminati.
Mereka tetap sibuk dengan aktivitas sehari hari, tanpa mau berkumpul di
lokasi untuk memeriahkan suasana.
Pengunjung pada acara pembukaan
yang dipusatkan di Open Stage Parapat didominasi pejabat Pemkab
Simalungun, anggota DPRD Simalungun beserta keluarga masing masing.
Mereka memang tampak mengkhususkan diri datang dengan mengenakan Gotong,
pakaian adat simalungun.
"Kita jadi heran mengapa rakyat tidak
diikutsertakan ? Jangan jangan ini supaya PNS bisa menguasai anggaran
untuk disunat. Bukan pesta rakyat nya itu, tapi pesta pejabat" kaa
Sianga, salah seorang warga Parapat. (Sumber: Harian Siantar 24 Jam (Jumat, 30/9/Tig)
0 Comments