Dahlan Iskan (jaket merah).IST |
Oleh: Denny Siregar
BeritaSimalungun.com-Saya senang dengan Dahlan Iskan..Saya dulu banyak mengikuti
catatan-catayannya di Manufacturing Hope. Dan disana saya banyak
mendapat ide-ide cemerlang seorang Dahlan.
Jujur, saya banyak
terinspirasi oleh ide-idenya. Beliau orang yang cerdas dan positif.
Selalu senyum dan menggerakkan aura optimis.
Ketika pak Dahlan menjadi menteri, harapan saya besar. Beliau saya harap bisa mendobrak banyak hal yang menjadi penghambat kemajuan Indonesia. Idenya yang sampai sekarang saya kagumi adalah tentang mobil listrik.
Saya ingat perkataannya, "Untuk apa sibuk membangun mobil nasional
memakai bbm? Kita sudah ketinggalan ratusan tahun kalau mau berkompetisi
dengan negara maju disana. Sekarang eranya mobil listrik dan kita
berada di start yang sama dengan mereka.."
Sebuah optimisme yang luar biasa dan visi yang sangat kedepan. Dahlan
bukan saja bercita-cita, ia membangun prototipe-nya bersama seorang anak
muda cemerlang yang ditariknya dari Jepang.
Tunggu punya tunggu, saya mulai heran. Bagaimana bisa mobil listrik itu berjalan jika infrastrukturnya tidak disiapkan? Bagaimana kalau misalnya listriknya habis di tengah jalan?
Dan ternyata disini kekurangan seorang Dahlan...Visinya yang besar
dan jauh ke depan, ternyata tidak diimbangi kemampuannya dalam
menetapkan prioritas apa yang harus dibuat terlebih dahulu dan bagaimana
prosedurnya yang benar.
Dahlan khas pengusaha, dia menyambut era yang dia mimpikan dengan
mencegat di ujung jalan. Kalau nanti era mobil listrik sudah sampai
masanya, maka ia sudah siap dengan pabrik dan teknologi untuk membangun
besar2an. Dan sebagai pengusaha pula, Dahlan pasti menghitung keuntungan
besar yang akan ia dapatkan dan besarnya kerajaan bisnisnya yang
sekarang saja sudah lumayan besar.
Tapi pak Dahlan lupa, bahwa pada waktu itu ia seorang birokrat.
Seharusnya ketika ia sedang menjabat, ia fokus pada pembangunan
infrastrukturnya terlebih dahulu.
Berantem dulu ma Presiden yang pada
waktu itu sedang asyik membuat mobil bbm murah bersama para pemegang
merk terkenal Jepang.
Atau berantem lagi ketika Presiden yang dulu
sedang mempersiapkan SPBU asing di seluruh negeri sebagai kebijakan
untuk mengambil pangsa kebutuhan minyak dalam negeri dari Pertamina.
Pak Dahlan lupa bahwa ia seharusnya bermain di prosedur dulu bukan hanya
melihat hasil akhir. Tanpa prosedur yang benar, maka tidak ada hasil
akhir.
Atau kalaupun ada, maka pondasi hasilnya akan sangat lemah dan
mudah runtuh. Dan begitulah nasib pak Dahlan.
Ia runtuh karena tidak mau melihat dulu apa yang harus ia tandatangani yang disodorkan anak buahnya. Ia main tanda-tangan saja dengan kepercayaan yang sama pada jajaran di grup perusahaannya.
Sama seperti ketika ia lupa untuk membebaskan lahan dulu sebelum membeli
mesin untuk pengadaan gardu induk sehingga tidak mangkrak dan merugikan
negara...Pak Dahlan lupa, ia pada waktu itu ada dimana...
Kasus Dahlan Iskan ini seharusnya menjadi pelajaran kita, bahwa
secangkir kopi berawal dari proses dan prosedur yang benar sebelum
membuahkan hasil yang baik dan benar pula..Seruput dulu, ah...
"Kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir" Imam Ali as. (Sumber: http://www.dennysiregar.com)
0 Comments