Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Analisa Politik Pilkada DKI

 
Pesona Danau Toba di Parapat, Kabupaten Simalungun.

Oleh: Defri Judika Purba

BeritaSimalungun.com-1. Si “bapak Prihatin” semakin galau dan gelisah. Umpan yang dia lemparkan ternyata tidak dimakan oleh Jokowi. Umpannya hanya dimakan oleh orang-orang pencari Fulus berbungkus jubah ke-agamaan. Itulah yang diusung dalam tema GNPF (Gerakan Nasional Pencari Fulus).

Coba perhatikan, betapa apik dan cantik permainan politik Jokowi. Dia mengundang semua ketua umum pendukung pemerintah dan oposisi. Hanya dua yang tidak di undang. Siapa itu? Partai Demokrat dan PKS.

Tentu Jokowi yang makan siang dan minum kopi di beranda istana menjadi tontonan yang menyiksa baginya. Apa sebab? karena tentu dia juga ingin diundang dalam acara tersebut, tapi ternyata tidak diundang. Apa pesan dari kejadian tersebut?

Pesannya adalah rasa penasaran yang tidak terjawab akan menyiksa setiap orang. Dan rasa penasaran itulah pesan politik Jokowi kepada semua orang yang memberi umpan kepadanya. Masih akan banyak kejadian yang tidak terduga. Pertempuran masih panjang. Dan selama rasa penasaran itu belum terjawab, selama itulah permainan cantik akan terus dimainkan.

2. Umpan dari lembaga survei telah dirilis. Hasil terakhir dari semua lembaga survei, baik yang abal-abal dan tidak, menempatkan pasangan nomor satu sebagai pemenang andai pilkada DKI dilaksanakan hari ini.

Ahok-Darot menempati urutan kedua, dan Anies-Sandi urutan ketiga. Semua lembaga survei memiliki hasil yang berbeda. Sebagai contoh. Lembaga Survei LSI Pimpinan Denny JA menempatkan Ahok diposisi ketiga, dengan elektabilitas hanya 10 %.

Semantara Charta Politika pimpinan Yunarto Wijaya menempatkan Ahok diposisi kedua dengan persentase hampir 30 % tidak beda jauh dengan hasil Poltracking pimpinan Hanta Yuda. Dari kejadian ini, kelihatan benar lembaga survei pun sudah berperang.

Ada yang benar-benar murni akademik dan pencerahan tetapi ada juga ingin memberi umpan ingin menjadi konsultan politik. Apa motivasi? Apalagi kalau tidak fulus. Dimana lagi kesempatan mencari uang kalau tidak dalam musim pilkada?

Majalah sekaliber Tempo saja sekarang memilih sikap berseberangan dengan Ahok, menurunkan berita tendensius, karena gagal mempengaruhi Ahok walau sebelumnya sudah menurunkan berita yang menyanjung-nyanjungnya.

Majalah tersebut gagal masuk dalam deretan team sukses bagian dana khususnya iklan. Andai masuk, gampang benar mengatasnakaman team sukses untuk bergerilya kepada pengusaha dan pengembang mencari uang.

3. Terkait dengan hasil survei yang menyebut tingkat elektabilitas Ahok semakin menurun, benarkah demikian? Ada benarnya juga. Kalau dulu tingkat elektabilitas Ahok tidak tertandingi, itu karena belum ada muncul calon yang lain.

Saat ini calon sudah ada tiga. Yang pasti setiap calon memiliki magnet tersendiri. Dan yang menarik adalah ketika dikatakan dukungan kepada Ahok menurun, situasi ini tidak diimbangi dengan kenaikan dukungan kepada pasangan yang lain.

Jadi kemana dukungan beralih? Ada teori yang menyatakan, pemilih tersebut (swings voter) memilih wait and see. Mereka memilih menunggu dan melihat perkembangan kasus hukum Ahok. Jadi kalau saat ini ada lembaga survei yang memenangkan pasangan nomor satu, akankah Ahok tergusur?

Melihat hasil survei tersebut, Ahok akan tergusur. Tapi tunggu dulu. Mari kita lihat hasil survei di med-sos yang memiliki jumlah suara yang lebih banyak dari populasi sampel dari lembaga survei. Ketika hasil survei menempatkan pasangan nomor satu sebagai pemenang, para pendukung sudah senang.

Mereka ramai-ramai membuat twiitpol. Hasilnya sungguh membuat mereka shock dan kecele. Semua menempatkan Ahok sebagai pemenang, bahkan di atas angka 70 %. Bahkan ada hasil poling yang buru-buru dihapus karena menempatkan Ahok hampir seratus persen.

Hasil poling yang dihapus adalah Twittpol dari PBHMI. Dari enambelas ribu suara yang masuk, yang memilih Ahok lebih lima belas ribu, beda jauh dengan Agus-Silvi di bawah lima ratus. Padahal PB HMI adalah pendukung paslon nomor urut satu yang setia turun ke jalan berdemo, termasuk hari ini.

Untuk Pilkada DKI, Politica Wave yang memantau percakapan di medsos, memiliki teori yang hampir selalu benar. Teorinya adalah, siapa yang paling sering dibicarakan di med-sos dalam citra positif, selalu akan menang. Dan saat ini, Ahok lah yang paling banyak dibicarakan orang di med-sos dalam citra positif.

4. Masyarakat Jakarta sudah sangat cerdas. Merekalah yang paling tahu siapa yang benar-benar bekerja untuk mereka dan siapa yang tidak. Walau saat ini, ada sebagian yang terpana kepada pasangan yang baru muncul, itu hanya sebentar saja.

Sudah jamak terjadi dimana-mana, sesuatu yang baru itu selalu menarik untuk dilihat, dibicarakan dan dibahas. Pada faktanya, semua akan tiba pada kesimpulan, kebaikan itu bukan sesuatu yang dibuat-buat, tidak instan, dan retorika.

Lihat saja contoh yang terakhir, ketika pasangan nomor satu menyusuri kali Ciliwung. Aksi mereka menjadi blunder. Masyarakat tidak terpesona pada aksi agus yang berani turun ke Sungai Ciliwung. Bukan Agus yang dilihat orang, tetapi hasil pekerjaan Ahok di kali Ciliwung, yang telah berhasil membersihkan sampah. Kalau agus berani berenang di ciliwung, seperti aksinya di Pulau Seribu mungkin menjadi beda.

5. Pertarungan yang sebenarnya dalam setiap Pilkada adalah dalam debat. Disitulah setiap calon akan benar-benar diuji ke-orisinalitas berpikirnya. Bagaimana dia memiliki jurus taktis menghadapi pertanyaan dan solusi dalam permasalahan. Apakah hanya omdo atau tidak.

Setelah debat dukungan akan naik dan turun kepada setiap paslon. Dan dari beberapa kejadian, kelihatan benar pasangan nomor satu tidak siap untuk hal ini. Mereka tidak siap dialog dimana ada ruang untuk bertanya.

Mereka lebih suka monolog, dimana pertanyaan tidak akan muncul. Indikasi kesana kelihatan benar ketika salah satu stasiun televisi swasta dengan program yang mendidik “mata Najwa” tayang. Sudah dua kali team sukses atau paslon nomor satu tidak bersedia hadir di acara tersebut.

Padahal acara tersebut sangat mendidik secara politik, karena pertanyaan yang disampaikan benar-benar real dan ada di benak setiap orang. Tapi hal ini dapat dimaklumi, mengingat ketika pertama sekali pas-lon nomor satu bersedia hadir, Agus benar-benar gugup dan tidak siap menjawab pertanyaan.

Bahkan terpancing emosi. Sejak itu, banyak meme muncul yang menyatakan Agus belum layak tampil dalam acara “Mata Najwa” tapi di “Hidung Najwa” bolehlah. Untuk menutupi itu, saban pekan team paslon nomor urut satu membuat acara di Balai Sarbini, pidato politik yang monolog.

6. Masing-masing team sukses dan calon gubernur akan makin intens menyapa dan menawarkan program kepada masyarakat. Ada beberapa yang hal menarik atau ganjil dari proses kampanye tersebut.

Pasangan nomor urut satu, tanpa sadar menawarkan program yang sudah di-cover dan dikerjakan gubernur sebelumnya (Ahok). Dari sepuluh program unggulan, hanya dua yang orisinil milik mereka.

Dan yang dua ini pun ternyata hasil copy paste program SBY. Apa itu? Program BLS (bantuan langsung sementara) dan BLT (bantuan langsung tunai). Dalam kampanye, mereka menjanjikan, kalau mereka menang, maka setiap RT/RW akan mendapat bantuan 1 M/tahun, 500/ bulan untuk orang miskin dll.

Pasangan nomor tiga, mengelabui masyarakat dengan indahnya kata-kata. Informasi dan program mereka selalu salah data. Sementara Ahok? Setiap hari rumah lembang dipadati, dan Ahok memaparkan program dengan lugas, tegas dan benar-benar sudah dikerjakan. Dalam kesempatan lain Ahok berani berkata: yang lain masih akan, saya sudah mengerjakannya.

7. Terkait demo hari ini (Jumat 2/12/2016), sudahlah...saya sudah malas membahasnya. Hanya sedikit analisa saya terkait itu. Karena logistik sudah diterima, maka proyek harus dikerjakan. Apa proyeknya? Menggerus suara Ahok. Selain itu tidak ada. Siapa yang diuntungkan?

Tentu, lagi-lagi pas-lon nomor urut satu. Sudah banyak beredar gambar, begitu banyak pertemuan di Cikeas yang orangnya adalah sebagian yang demo hari ini. Kalau dikatakan aksi hari ini adalah doa bersama, kenapa umbul-umbul ada tulisan: “Penjarakan Ahok? Apa tujannya. Hanya satu; supaya Ahok tidak ikut pilkada.

8. Apa yang saya lakukan ini, lebih pada sikap harus berani berbicara. Ada buku yang menyatakan Taliban berkuasa karena kaum terpelajar lebih banyak memilih diam dan tidak bersuara akan kondisi yang terjadi.

Setelah Taliban berkuasa, maka tindakan mereka pertama adalah menghabisi para kaum terpelajar, karena berpotensi menjadi musuh. Karena itu, bersuaralah. Tentang apa saja. Jangan diam tetapi di dalam hati mengharapkan sesuatu terjadi. Dia saja berkata: “Mintalah..”. artinya kita diharapkan berbicara dalam kata-kata. Jangan simpan di dalam hati, beranilah mengutarakan sesuatu sesuai hati nurani masing-masing. Sekian dan Terimakasih. (Tambun Raya, 02 Desember 2016-Penulis Adalah Rohaniawan).


Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments