Cerita Pelayanan di Nagori Tinggi Saribu Simalungun
BeritaSimalungun.com-Ada enam jemaat yang saya layani di GKPS
Resort Bahapal Raya. Salah satunya adalah GKPS Tinggi Saribu. Untuk mencapai
desa ini aksesnya harus berjalan kaki dari Desa Talun Kahombu.
Memang sudah ada jalan yang bisa dilalui dengan menaiki
kereta (sepeda motor-red), tapi jaraknya semakin jauh, ditambah orang yang
melaluinya harus orang profesional dalam mengendarai motor karena jalannya
sempit.
Dengan jurang di kanan-kiri, salah sedikit nyawa taruhannya. Karena
saya termasuk orang yang kurang profesional, kami mengambil jalan aman saja,
yaitu berjalan kaki.
Berjalan kaki menuju Desa Tinggi Saribu ini harus melewati
jurang dengan kedalaman seribu meter. Setelah sampai di dasar jurang naik
kembali seribu meter. itulah sebabnya, desa ini disebut desa tinggi seribu.
Bersama dengan keluarga penginjil dan vikar, kami pun
memulai perjalanan. Tantangan pertama adalan jalan menurun dengan kemiringan
enam puluh derajat. Di sisi lain kemiringan bisa mencapai tujuh puluh derajat.
Tantangan jalan menurun adalah kaki harus menahan
kuat-kuat, agar tidak jatuh atau terpeleset. Dalam proses menahan inilah, untuk
orang yang belum biasa, proses dan akibatnya menjadi sesuatu yang menyakitkan.
![]() |
Menuju Nagori Tinggi Saribu, Ibarat Terjun Ke Jurang 1000
Meter dan mendaki ke Puncak 1000 Meter. Foto Defri Judika Purba.
|
Otot-otot terasa kuat, sendi terasa pegal. Seluruh badan
pun bereaksi sama. Walau demikian, perjalanan terasa menyenangkan, selain
karena ramai-damri, banyak hal menarik yang bisa kita jumpai di sepanjang
perjalanan.
Selain udara segar, mata kita pun akan disegarkan dengan
bukit yang dipenuhi pepohonan hijau, tebing batu, suara siamang di kejauhan
dll. Butuh setengah jam untuk sampai di dasar jurang. Setelah sampai kami pun
beristirahat sejenak melepas lelah.
Ada jembatan kecil di atas sungai yang mengalir deras. Itulah
Sungai Bahapal. Airnya jernih dengan bebatuan besar di tengah- tengahnya. Sungai
itu adalah bonus bagi orang yang telah lelah menuruni dan mendaki jurang
tersebut.
Di sungai itu kita bisa berendam dan berenang. Karena masih
dalam perjalanan menuju Desa Tinggi Saribu, niat untuk berendam pun diurungkan.
Dalam perjalanan pulanglah, kami nanti akan berendam.
Setelah tenaga sedikit pulih, kami pun melanjutkan
perjalanan. Sepuluh menit berjalan, keringat pun sudah membanjiri sekujur tubuh
kami. Kami berjalan siput menaiki jurang dengan kemiringan rata-rata enam puluh
derajat.
![]() |
Menuju Nagori Tinggi Saribu, Ibarat Terjun Ke Jurang 1000
Meter dan mendaki ke Puncak 1000 Meter. Foto Defri Judika Purba.
|
Perjalanan tambah berat, karena anak kami Remiel pun sudah
minta digendong. Semakin mendaki, kaki semakin berat melangkah. Si Borsin sudah
ngos-ngosan. Tekad dan semangat tinggi dari rumah semakin kendor.
Kembali kami beristirahat di atas batu di pinggir jalan. Ada
mata air kecil dengan pancur bambu di pinggir jalan. Air kecil itu pun kami
tampung untuk membasahi tubuh kami yang mulai panas.
Setelah beristirahat sebentar, perjalanan pun kembali
dilanjutkan. Puncak dari perjalanan ini sebelum sampai adalah tangga batu yang
terbuat dari batu cadas. Kemiringan lebih tujuh puluh derajat.
Kami pun harus ekstra hati-hati. Dengan bergandeng tangan
kami pun berhasil menaiki bukit tangga tersebut. Pelajaran moral yang kami
ambil dari perjalanan itu adalah: kesulitan itu dapat menambah kemesraan dalam
keluarga.
Butuh waktu setengah jam mendaki jurang tersebut. Jadi
total perjalanan kami menuruni dan mendaki jurang tersebut adalah satu jam. Kalau
kami bandingkan dengan cerita penduduk setempat, waktu tempuh kami telah jauh
ketinggalan rekor. Mereka menempuhnya hanya dua puluh menit dengan atau tanpa
beban. Sungguh luar biasa.
![]() |
Desa Tinggi Saribu Ada 23 Kepala Keluarga (KK) yang menghuni desa ini, dengan perincian: 16 KK Jemaat GKPS, 3 KK Islam, sisanya anggota kharismatik. Foto Defri Judika Purba. |
Sampai di Desa Tinggi Saribu tersebut, yang pertama menyapa
kita adalah tanah pekuburan, gereja, kemudian rumah penduduk. Ada 23 Kepala
Keluarga (KK) yang menghuni desa ini, dengan perincian: 16 KK Jemaat GKPS, 3 KK
Islam, sisanya anggota kharismatik.
Rumah penduduknya seragam dalam bentuk dan warna. Rumah
mereka dibangun oleh Kementerian Sosial tahun 2014 yang lampau. Tidak ada
listrik di desa ini. Hanya dua rumah tangga yang memiliki genset. Sumber utama
pencaharian mereka adalah bertani, ada padi, tembakau, durian, coklat dll.
![]() |
Pdt Defri Judika Purba STH bersama Inang Br Sinaga saat menikmati Buah Durian di Desa Tinggi Saribu, Kabupaten Simalungun. |
Kami tidak lama di desa tersebut. Hanya sekitar tiga jam. Selain
karena awan hitam yang mulai menggantung, ada lagi pelayanan yang menunggu kami
di Bahapal. Setelah puas makan durian di rumah jemaat dan bercerita kami pun
melanjutkan perjalanan pulang.
Perjalanan pulang ini tetap dengan tantangan seperti
perjalanan awal kami. Bedanya dalam perjalanan pulang ini, kami mengambil bonus
yang sudah disediakan, yaitu berendam dan berenang di Sungai Bahapal.
Pori-pori kulit yang telah terbuka karena keringat,
langsung terasa dingin bersentuhan dengan air sungai. Airnya sangat segar dan
jernih. Efek air yang menyentuh bebatuan membentuk pola air yang sedikit
berombak.
Itulah terapi alam yang dapat memijat badan yang terasa
pegal. Setelah puas bermandi ria, kami pun melanjutkan perjalan kembali. Tidak
banyak yang bisa diceritakan, selain baju basah kami telah kering kembali
setelah sampai di tempat tujuan, yaitu Desa Talun Kahombu.
Cukup sekian cerita perjalanan kami. Dilain waktu cerita
akan beralih pada perjuangan hidup dan pengorbanan penduduk Desa Tinggi Saribu
dalam kehidupan Gereja dan kehidupan keluarga. (Pdt Defri Judika Purba STh)
Post a Comment