Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Menuju Nagori Tinggi Saribu, Ibarat Terjun Ke Jurang 1000 Meter

Keluarga Pdt Defri Judika Purba STh Inang Br Sinaga dan Anak Mereka Remiel Menuju Nagori Tinggi Saribu berjalan kaki. Perjalanan ke Desa Tinggi Saribu Ibarat Terjun Ke Jurang 1000 Meter dan mendaki ke Puncak Gunung 1000 Meter. Foto Defri Judika Purba.

Keluarga Pdt Defri Judika Purba STh Inang Br Sinaga dan Anak Mereka Remiel Menuju Nagori Tinggi Saribu berjalan kaki. Perjalanan ke Desa Tinggi Saribu Ibarat Terjun Ke Jurang 1000 Meter dan mendaki ke Puncak Gunung 1000 Meter. Foto Defri Judika Purba.
Cerita Pelayanan di Nagori Tinggi Saribu Simalungun

BeritaSimalungun.com-Ada enam jemaat yang saya layani di GKPS Resort Bahapal Raya. Salah satunya adalah GKPS Tinggi Saribu. Untuk mencapai desa ini aksesnya harus berjalan kaki dari Desa Talun Kahombu.

Memang sudah ada jalan yang bisa dilalui dengan menaiki kereta (sepeda motor-red), tapi jaraknya semakin jauh, ditambah orang yang melaluinya harus orang profesional dalam mengendarai motor karena jalannya sempit. 

Dengan jurang di kanan-kiri, salah sedikit nyawa taruhannya. Karena saya termasuk orang yang kurang profesional, kami mengambil jalan aman saja, yaitu berjalan kaki.

Berjalan kaki menuju Desa Tinggi Saribu ini harus melewati jurang dengan kedalaman seribu meter. Setelah sampai di dasar jurang naik kembali seribu meter. itulah sebabnya, desa ini disebut desa tinggi seribu.

Bersama dengan keluarga penginjil dan vikar, kami pun memulai perjalanan. Tantangan pertama adalan jalan menurun dengan kemiringan enam puluh derajat. Di sisi lain kemiringan bisa mencapai tujuh puluh derajat.

Tantangan jalan menurun adalah kaki harus menahan kuat-kuat, agar tidak jatuh atau terpeleset. Dalam proses menahan inilah, untuk orang yang belum biasa, proses dan akibatnya menjadi sesuatu yang menyakitkan.
Menuju Nagori Tinggi Saribu, Ibarat Terjun Ke Jurang 1000 Meter dan mendaki ke Puncak 1000 Meter. Foto Defri Judika Purba.
Otot-otot terasa kuat, sendi terasa pegal. Seluruh badan pun bereaksi sama. Walau demikian, perjalanan terasa menyenangkan, selain karena ramai-damri, banyak hal menarik yang bisa kita jumpai di sepanjang perjalanan.

Selain udara segar, mata kita pun akan disegarkan dengan bukit yang dipenuhi pepohonan hijau, tebing batu, suara siamang di kejauhan dll. Butuh setengah jam untuk sampai di dasar jurang. Setelah sampai kami pun beristirahat sejenak melepas lelah.

Ada jembatan kecil di atas sungai yang mengalir deras. Itulah Sungai Bahapal. Airnya jernih dengan bebatuan besar di tengah- tengahnya. Sungai itu adalah bonus bagi orang yang telah lelah menuruni dan mendaki jurang tersebut.

Di sungai itu kita bisa berendam dan berenang. Karena masih dalam perjalanan menuju Desa Tinggi Saribu, niat untuk berendam pun diurungkan. Dalam perjalanan pulanglah, kami nanti akan berendam.

Setelah tenaga sedikit pulih, kami pun melanjutkan perjalanan. Sepuluh menit berjalan, keringat pun sudah membanjiri sekujur tubuh kami. Kami berjalan siput menaiki jurang dengan kemiringan rata-rata enam puluh derajat.
Menuju Nagori Tinggi Saribu, Ibarat Terjun Ke Jurang 1000 Meter dan mendaki ke Puncak 1000 Meter. Foto Defri Judika Purba.
Perjalanan tambah berat, karena anak kami Remiel pun sudah minta digendong. Semakin mendaki, kaki semakin berat melangkah. Si Borsin sudah ngos-ngosan. Tekad dan semangat tinggi dari rumah semakin kendor.

Kembali kami beristirahat di atas batu di pinggir jalan. Ada mata air kecil dengan pancur bambu di pinggir jalan. Air kecil itu pun kami tampung untuk membasahi tubuh kami yang mulai panas.

Setelah beristirahat sebentar, perjalanan pun kembali dilanjutkan. Puncak dari perjalanan ini sebelum sampai adalah tangga batu yang terbuat dari batu cadas. Kemiringan lebih tujuh puluh derajat.
Pdt Defri Judika Purba STh saat tiba di rumah Jemaat Desa Tinggi Saribu.
Kami pun harus ekstra hati-hati. Dengan bergandeng tangan kami pun berhasil menaiki bukit tangga tersebut. Pelajaran moral yang kami ambil dari perjalanan itu adalah: kesulitan itu dapat menambah kemesraan dalam keluarga.

Butuh waktu setengah jam mendaki jurang tersebut. Jadi total perjalanan kami menuruni dan mendaki jurang tersebut adalah satu jam. Kalau kami bandingkan dengan cerita penduduk setempat, waktu tempuh kami telah jauh ketinggalan rekor. Mereka menempuhnya hanya dua puluh menit dengan atau tanpa beban. Sungguh luar biasa.
Desa Tinggi Saribu Ada 23 Kepala Keluarga (KK) yang menghuni desa ini, dengan perincian: 16 KK Jemaat GKPS, 3 KK Islam, sisanya anggota kharismatik. Foto Defri Judika Purba.
Sampai di Desa Tinggi Saribu tersebut, yang pertama menyapa kita adalah tanah pekuburan, gereja, kemudian rumah penduduk. Ada 23 Kepala Keluarga (KK) yang menghuni desa ini, dengan perincian: 16 KK Jemaat GKPS, 3 KK Islam, sisanya anggota kharismatik.

Rumah penduduknya seragam dalam bentuk dan warna. Rumah mereka dibangun oleh Kementerian Sosial tahun 2014 yang lampau. Tidak ada listrik di desa ini. Hanya dua rumah tangga yang memiliki genset. Sumber utama pencaharian mereka adalah bertani, ada padi, tembakau, durian, coklat dll.
Pdt Defri Judika Purba STH bersama Inang Br Sinaga saat menikmati Buah Durian di Desa Tinggi Saribu, Kabupaten Simalungun.
Kami tidak lama di desa tersebut. Hanya sekitar tiga jam. Selain karena awan hitam yang mulai menggantung, ada lagi pelayanan yang menunggu kami di Bahapal. Setelah puas makan durian di rumah jemaat dan bercerita kami pun melanjutkan perjalanan pulang.

Perjalanan pulang ini tetap dengan tantangan seperti perjalanan awal kami. Bedanya dalam perjalanan pulang ini, kami mengambil bonus yang sudah disediakan, yaitu berendam dan berenang di Sungai Bahapal.

Pori-pori kulit yang telah terbuka karena keringat, langsung terasa dingin bersentuhan dengan air sungai. Airnya sangat segar dan jernih. Efek air yang menyentuh bebatuan membentuk pola air yang sedikit berombak.

Itulah terapi alam yang dapat memijat badan yang terasa pegal. Setelah puas bermandi ria, kami pun melanjutkan perjalan kembali. Tidak banyak yang bisa diceritakan, selain baju basah kami telah kering kembali setelah sampai di tempat tujuan, yaitu Desa Talun Kahombu.


Cukup sekian cerita perjalanan kami. Dilain waktu cerita akan beralih pada perjuangan hidup dan pengorbanan penduduk Desa Tinggi Saribu dalam kehidupan Gereja dan kehidupan keluarga. (Pdt Defri Judika Purba STh)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments