Oleh: Defri Judika Purba
BeritaSimalungun.com-Berita tentang kampanye Pilkada DKI secara
khusus pasangan Ahok-Djarot tidak seramai ketika pilkada putaran pertama
digelar. Dulu pada kampanye putaran pertama, beritanya hampir menghiasi surat
kabar dan televisi nasional.
Rumah Lembang hampir ramai setiap hari. Flash mob beberapa
kali digelar di pusat-pusat perbelanjaan. Media sosial ramai sampai larut
malam. Tapi kondisi sekarang sangat jauh berbeda.
Kampanye Ahok-Djarot sepertinya sepi dan tidak ramai. Masyarakat
tidak tahu apa aktivitas kampanye Ahok-Djarot. Kondisi ini tentu membuat
kekawatiran bagi beberapa pihak. Apa Ahok sadar akan kalah?
Apa partai pendukung sudah pesimis? Apa relawan sudah malas
bergerak? Bukankah kampanye putaran ke dua ini, segala daya dan tenaga harus
dikerahkan habis-habisan? Kalau dalam Bahasa Simalungun, kondisi saat ini masuk
dalam kategori: "Anggo lang sonari, atigan pe lang be".
Padahal jika dibandingkan dengan kampanye kubu sebelah yang
jor-joran sungguh kampanye Ahok-Djarot kalah pamor. Kubu sebelah sudah tidak
malu lagi memakai berbagai cara asal ambisi kekuasaan dapat diraih.
Tidak ada lagi cerita tentang tenun kebangsaan. Tidak ada
lagi cerita demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan memilih.
Tidak ada lagi cerita merawat NKRI, Pancasila, UUD, dari fundamentalis yang
dapat merusak cita-cita awal berdirinya republik ini.
Semua itu diabaikan untuk syahwat politik yang hampir
masturbasi. Sekarang adalah cerita tentang pemaksaan kehendak, intimidasi
dengan ayat dan mayat, serta masalah surga dan neraka. Saat ini masuk surga
sangat gampang. Cukup coblos nomor sebelah, dijamin jalan tol ke surga sudah
terbuka lebar. Disana 72 bidadari cantik sudah menanti kita untuk melayani
siang sampai malam.
Sungguh demokrasi saat ini (secara khusus Pilkada DKI),
membuat kita takut. Semua yang terjadi sudah di luar nalar logika. Kebencian
yang sangat kepada seseorang membuat penilaian kafir gampang diucapkan.
Kalau sudah benci, berbuat adil pun menjadi susah. Branding
yang diusung adalah kesantunan, tetapi pembiaran terhadap praktek
kekurangsantunan dibiarkan, bahkan mengambil untung dengan cara mencuci tangan.
Sungguh semua yang terjadi saat ini sudah sangat memuakkan
dan menjijikkan. Agama diturunkan levelnya menjadi urusan syahwat politik
semata, bukan lagi tentang urusan kebajikan hidup antara pencipta dan
ciptaanNya.
Segala tindakan kebaikan ahok dalam segala keputusannya
selalu dipandang negatif. Orang selalu menarik itu dalam identitasnya. Pikiran
negatif, curiga, menutup mata terhadap segala perubahan yang saat ini
berlangsung di JKT.
Ahok yang tiap hari bekerja mengadministrasi keadilan
sosial bagi warganya, tidak dianggap malah difitnah habis-habisan. Sungguh beban
yang dialami Ahok hanya bisa terjadi pada orang yang benar-benar sudah teruji
dalam hidupnya.
Dengan kondisi yang terjadi saat ini, apakah yang bisa
mengalahkan dan memenangkan seorang Ahok? Tidak ada lagi cara yang lain. Cara
berpolitik yang saat ini terjadi sudah sangat suram dan membuat kita kehabisan
akal. Hanya satu cara yang belum dicoba dan ini pun sangat bertentangan dengan
jalur politik yang biasa terjadi. Cara itu adalah: KETULUSAN.
Model kampanye yang seperti inilah yang sedang dipraktekkan
Ahok saat ini. Kalau dulu strategi kampanye Ahok adalah blusukan dengan sorotan
kamera, saat ini blusukan Ahok adalah kepada orang susah dan menderita, minus
sorotan kamera tv.
Ini cara yang tidak lazim untuk berkampanye. Tidak ada
popularitas yang didapat dari model kampanye seperti ini. Tapi apakah
popularitas dan elektebilitas yang diharapkan Ahok saat ini?
Bukan itu yang diharapkan Ahok dengan kondisinya saat ini. Dengan
mengunjungi orang susah dan orang sakit, beliau mengharapkan Doa orang tersebut
agar beliau bisa menang dalam pilkada ini.
Strategi ini adalah nasihat dari bapaknya dahulu kepadanya.
Bapaknya berpesan bahwa Doa orang yang susah dan menderita sangat
didengarkanNya. Mereka adalah orang-orang tulus dalam permintaannya.
Nasihat itulah yang saat ini sedang dipraktekkan Ahok. Dalam
perjuangan ini hanya Doalah yang dia harapkan untuk perjuangannya menjadi Gubernur
DKI. Ahok merasa dia bisa berdiri tegar sampai hari ini berkat tabungan Doa
orang susah yang telah dibantunya.
Ketika sesuatu yang terjadi sudah di luar nalar logika, Ahok
memilih berlutut mendengar pergumulan orang susah di sekelilingnya, dengan
harapan, beliau didoakan dalam perjuangannya.
Ketulusan yang terpancar dari sejarah hidup dan wajah pak Ahok
adalah modal kampanye untuk men-counter berbagai fitnah terhadapnya. Hanya
ketulusan dalam bekerja yang bisa memenangkan itu semua.
Karena itu sobat, jika engkau saat ini merindukan
kemenangan Ahok, kemenangan untuk sebuah ketulusan dalam melayani, mari kita
sama-sama berlutut Berdoa di segala penjuru negeri untuk perjuangan beliau. Doa
orang yang susah, terintimidasi, tertindas, pasti akan didengarkanNya. Pak Ahok,
menetes air mataku menulis tulisan sederhana ini. Semoga Bapak Menang dalam Pilkada
ini. (Bahapal Raya, 21 Maret 2017).
0 Comments