Foto Kiri Atas Pdt Binsar Jonathan Pahpahan dan Anak-anak Ahok dan Istrinya Veronica Tan. IST |
Surat Kepada Putra Putri Basuki Tjahja Purnama dan Ibu
Veronica
BeritaSimalungun.com-“Ketika Muktar Pakpahan kemudian ditangkap kedua kalinya
setelah dituduh terlibat kudatuli (kerusuhan 27 Juli 1996), kami kemudian
diungsingkan ke Pesantren di Jawabarat. Setelah aman kemudian saya dibawa ke
rumah Bang Muktar Pakpahan. Saya cuma lihat ada anak kecil berbadan gempal..
ya, cuma kuingat namanya Binsar. Sekarang menjadi seorang Pendeta dan
memberikan surat untuk menguatkan anak-anak Ahok. Buah tidak pernah jatuh jauh
dari pohonnya,” demikian postingan Musri Nauli di akun media sosialnya denga
melinkkan berita kisah Pdt Binsar Jonahtan Pakpahan soal suret terbuka untuk
Anak Ahok.
Musri Nauli adalah seorang aktivis kaum tani dan buruh
tinggal di Jambi. Musri Nauli juga berprofesi sebagai Advokad dan Anggota Dewan
Penasehat Peradi di Jambi.
Lewat akun Sosial Musri Nauli, saya menelusuri surat terbuka
Pdt Binsar Jonathan Pakpahan untuk anak-anak Ahok. Tulisan surat terbuka itu
dimuat di http://www.wajahbaru.com.
Setelah menyimak surat terbuka itu, mengisahkan Muktar Pakpahan, ayah dari
Binsar Jonathan Pakpahan saat ditangkap masa Orde Baru dengan tuduhan melawan
pemerintah.
Berikut ini isi surat Pdt Binsar Jonathan Pakpahan untuk Putra
Putri Basuki Tjahja Purnama dan Ibu Veronica:
Dear putra putri pak Basuki Tjahja Purnama dan ibu
Veronica: Nicholas Purnama, Daud Albeenner Purnama, dan Nathania Purnama, Saya
menulis surat terbuka ini untuk kalian, khususnya untuk anak-anak Pak Ahok yang
saya hormati.
Menonton berita mengenai papa kalian, membuat saya
mengingat kembali apa yang terjadi dengan ayah saya kurang lebih 23 tahun yang
lalu, Biarlah saya share sedikit mengenai apa yang terjadi pada Agustus 1994.
Pada waktu itu saya yang kelas 2 SMP dan adik saya yang kelas 1 SMP dijemput
oleh Mas Yono, orang kepercayaan ayah saya, dari sekolah. Dengan wajah serius,
kami diantar oleh Mas Yono ke rumah; dia tidak menjelaskan apa-apa. Wajahnya
sudah membuat saya khawatir.
Ketika tiba di gang menuju rumah, saya melihat banyak polisi
dalam pakaian dinas dan preman. Saya tahu mereka polisi yang berpakaian preman,
karena saya sudah dilatih untuk mengenali mereka, mengingat situasi keluarga
saya waktu itu.
Oh iya, ayah saya adalah Muchtar Pakpahan, pejuang buruh
masa Orde Baru yang mendirikan serikat buruh independen pertama di Indonesia
yang menjadi role model saya. Ketika itu, sebuah demonstrasi buruh pertama baru
terjadi di Medan.
Hal itu mengejutkan Indonesia dan dunia, karena tidak ada
yang berani mengganggu kekuatan Presiden Soeharto, sampai demonstrasi tersebut.
Ayah saya adalah pemimpin dari organisasi tersebut.
Ketika saya masuk ke rumah, saya melihat adik perempuan
saya juga sudah di rumah. Setibanya di sana, mamak dan ayah saya segera menarik
kami ke kamar mereka, di rumah kecil kami yang sudah dikerumuni oleh banyak
orang, ada yang saya kenal, banyak yang tidak pernah saya lihat sebelumnya.
Ketika kami masuk ke kamar, saya mengingat persis ucapan ayah saya yang akan
saya sampaikan kepada kalian, Nicholas, Daud, dan Nathania.
Sambil memegang tangan saya dan adik-adik saya, ayah saya
mengatakan ini, "Ayah mau ditangkap dan ditahan. Ayah kalian bukan penjahat,
bukan koruptor, dan bukan pencuri. Ayah ditangkap karena membela nasib rakyat
kecil. Jangan pernah malu karena ayah."
Kata-kata itu disampaikan ayah kepada kami, dan mamak juga
terlihat kuat dan tegar mendampinginya. Kami sudah sering diberitahu mengenai
kegiatan ayah kami yang berisiko.
Kami sering diajak ke kampung-kampung sejak
kecil ketika ayah kami memberi advokasi (istilah yang saya tahu sesudah saya
dewasa) kepada para petani, buruh, dan rakyat kecil lainnya. Tapi hari itu,
saya menjadi tahu persis apa risiko perjuangan ayah saya.
Ketika ayah dibawa ke Medan untuk ditahan, sambil ditemani
mama, kami tinggal sendiri di rumah. Beruntung ada tante dan oom yang menemani
kami malamnya.
Telepon rumah tidak berhenti berdering, banyak yang menghubungi
dari luar negeri yang menanyakan apakah benar ayah saya ditahan.
Saya kemudian menjadi PR untuk beberapa hari. Ayah kami
ditahan selama 9 bulan di Medan, dan nantinya akan ditahan 2 tahun lagi di LP
Cipinang karena tuduhan subversif (melawan pemerintah) di tahun 1996-1998
(sampai Presiden Soeharto mundur).
Kami juga merasakan ancaman yang datang
melalui telepon, lemparan batu, dan orang-orang misterius yang sering mengikuti
kami ke sekolah dan pulang sekolah.
Perasaan saya hancur sekali waktu itu. Pada satu hari, saya
harus menjadi jurubicara keluarga karena ayah dan mamak pergi meninggalkan
kami. Sebagai anak pertama, saya segera merasakan tanggung jawab untuk menjaga
adik-adik saya.
Satu hal yang membuat saya mantap adalah ucapan ayah saya
dan derasnya dukungan yang mengalir ke keluarga kami. Teman-teman saya di SMP
mungkin belum memahami apa yang terjadi, namun para guru mendukung kami.
Beberapa hari kemudian mamak pulang dari Medan dan saya
juga melihatnya menangis di rumah. Saat saya melihat bunda kalian ibu Veronica
menangis, saya mengingat tangisan mamak saya yang awalnya terlihat tegar, namun
akhirnya mengeluarkan emosinya. Karena itu, saya memutuskan untuk menulis
catatan ini.
Perjuangan papa kalian adalah mulia. Keputusannya untuk
tidak melanjutkan proses hukum juga adalah tanda kecintaannya akan bangsa ini, yang
mungkin berisi orang-orang yang terlalu mudah dihasut demi kepentingan politis
sesaat.
Tetapi, saya mau mengatakan ini kepada kalian. Tetaplah
berdoa, tetaplah kuat, dan jangan pernah menundukkan kepala. This too shall
pass seperti kutipan Mazmur yang diambil oleh papa kalian "Berharaplah
kepada Tuhan..." karena "Tuhan akan menyelesaikannya bagi papa
kalian!"
Kami semua anak-anak ayah menjadi orang-orang kuat dan
sangat mencintai Indonesia, persis karena ayah kami telah mencontohkannya. Saya
menjadi pendeta dan dosen, adik laki-laki saya menjadi pengacara dan pejuang
buruh, dan adik perempuan saya menjadi jurnalis dengan idealisme tinggi.
Kalian juga akan menjadi orang yang kuat dalam lindungan Tuhan. Temani ibu Veronica, karena dia akan menangis. Namun seperti mamak saya, mama kalian juga adalah perempuan kuat yang menjadi tulang punggung keluarga.
Kalian juga akan menjadi orang yang kuat dalam lindungan Tuhan. Temani ibu Veronica, karena dia akan menangis. Namun seperti mamak saya, mama kalian juga adalah perempuan kuat yang menjadi tulang punggung keluarga.
Untuk mengakhiri catatan ini, saya mau meneruskan ucapan
ayah saya waktu itu. "Ayah mau ditangkap dan ditahan. Ayah kalian bukan
penjahat, bukan koruptor, dan bukan pencuri. Ayah ditangkap karena membela
nasib rakyat kecil. Jangan pernah malu karena ayah”.
We stand by you and pray for you. Jangan pernah malu karena
kami sangat bangga akan perjuangan ayah kalian. Pada akhirnya waktu akan
membuktikan penyertaan Tuhan.
Surat terbuka Pdt Binsar Jonathan Pakpahan ini, semoga
dapat menguatkan Putra Putri Basuki Tjahja Purnama dan Ibu Veronica agar tetap
mencintai Indonesia ini dalam Suka dan Duka. Semoga. (BS)
Sumber: https://seword.com)
0 Comments