ILUSTRASI |
BeritaSimalungun-Sudah setahun lebih, hampir tak pernah lagi menonton tv. Bukan berarti agak punya tv atau tv lagi rusak. Memang lagi malas aja. Tapi karena maraknya berita pasal bom yang meledak di beberapa gereja di Surabaya. Pagi ini aku cari remote tv, dan sudah berdebu.
Menonton tv, Semua channel beritanya hampir sama:
- ajakan melawan Teroris(me)
- mempercepat rencana UU 15 , tentang penanggulangan terorisne.
- membahas korban dan keluarganya
- mebahas pelaku bom bundir dan keluarganya.
- pendapat para petinggi baik dari legislatif maupun eksekutif.
- pendapat Kapolri sampai pendapat pak satpam.
- pendapat ulama dan tokoh dan penokoh agama.
- pendapat sianu
- pendapat sekutunya si anu
- pendapat lawannya si anu
- ...
- dll
Sudah lewat 2 jam aku menonton, dan selalu berganti channel setiap kali ada iklan. Masih sama saja ceritanya. Berputar-putar disitu situ saja. Kalaupun kuteruskan menonton sampai seharian ini. Pasti itu itu juga ceritanya. Aku biarkan saja mereka bercakap-cakap disitu.
Trus..? Apa bagaimana aku sebagai warga, sebagai umat beragama, sebagai ibu. Beberapa undangan ajakan teman untuk membuat aksi. Memproklamirkan kita mengutuk keras teoris dan kita tidak takut. Ajakan ikut berdoa bersama dengan jutaan orang. Trus selain itu apa lagi yang bisa aku buat?
Aku tersentak, terhenyak. Bagaimana mungkin. Ulama-ulama busuk yang memanipulatif ajaran ajarannya , di dalam dakwahnya, bisa "membangkitkan" semangat membunuh sesamanya manusia.
Bahwa halal darahnya kafir. Bahwa surga untuk teroris. Dan anehnya banyak orang yang percaya. Sulit diterima akal sehatku. Aku mencoba menempatkan diriku sebagai "jemaat"nya. Aku tentu tidak akan menerima begitu saja apa yang aku "dengar". Apalagi kalau sudah menyinggung soal anakku.
Simple saja. Kalau memang yang dikatakan ulama busuk itu "benar". Kenapa tidak dia praktekkan sendiri? Apa dia tidak butuh surga?? Kenapa bukan dia, istrinya - anaknya yang meledakkan diri lalu duluan ke surga? Kenapa harus mengorbankan orang lain? Anak-anaknya sendiri dia sekolahkan tinggi-tinggi bahkan sampai keluar negeri.
Sedangkan anak orang, dia semangati untuk mati. Istrinya sendiri dia jaga baik-baik, bahkan dia tambah lagi dengan beberapa istri siri. Istrinya orang ,dia semangati untuk mati.
Trus.. Orang kok mau maunya percaya gitu loo.. Kemana kaum laki-laki yang lain? Sehingga harus perempuan dan anak anak yang maju?
Anak anak itu semestinya saat ini lagi asik bermain main dan belajar. Sama dengan anak anak manapun di dunia ini. Bermain dan belajar (jangan di balik).
Trus..Apa yang kamu lakukan pada anak-anakmu?. Apakah "membungkus"nya supaya aman?. Setiap hal yg terjadi disekitar kita bagaimanapun buruknya. Artinya bagaimanapun upaya kita untuk "mengamankan". Kalau sudah tiba saatnya na'as badan, kita tak bisa apa-apa. Ironis memang.
Trus? Apakah dengan meneriakkan. KAMI TIDAK TAKUT. Maka kamu dan anak-anakmu otomatis jadi berani? Ayolah mari berubah, mari berbuat. Peka dan care pada lingkungan. Ramahlah pada sesama, perkecil rasa curigationmu. Dengan demikian kita jadi terlatih peka pada hal hal yang tidak wajar dilingkungan kita.
Di gerejaku saja terus terang, sulit orang untuk memulai menyapa orang "asing" dengan ramah. Mereka lebih mau bertanya pada sebelahnya.
"Eh... Itu yang baju ijo siapa? "Lalu sebelahnya melirik ke baju ijo , lalu mengangkat bahu "Nggak tau". Untung aja si baju ijo tidak bawa bom. Ngak mungkinlah ya.., beliau ternyata istri pendeta.
Mendampingi suaminya yg bertugas melayani di Gereja kami.
Untuk menjadi berani (bukan untuk berantam yaa 😜). Kamu harus berani terlebih dahulu. Terbukti untuk say hallo saja pun butuh keberanian. Supaya anakmu pun jadi anak yang berani. Melatih anak untuk berfikir rasional. Kalau anakmu suka "melawan" jangan kamu langsung tersulut emosi dan marah.
Menganggap anakmu itu durhaka. Semestinya kamu "meladeni" anakmu. Mendebat dan beradu argument. Terlepas nanti siapa yang "menang" Kenapa malu kalau anakmu ternyata benar?
Kamu seharusnya bangga. Artinya anakmu jadi anak yang kritis. Kamu saja sebagai orang tuanya dia berani "lawan" kalau tidak benar.
Kamu seharusnya bangga. Artinya anakmu jadi anak yang kritis. Kamu saja sebagai orang tuanya dia berani "lawan" kalau tidak benar.
Tentu anak kita diluar sana pun begitu. Jadi kamu tidak khawatir kalau anakmu akan di goda temannya untuk mencicipi narkoba. Karena dia tau itu salah. Kamu tidak perlu khawatir kalau anakmu menjadi sesat karena provokasi.
Jangan bangga dan senang kalau anakmu adalah anak yang penurut patuh dan manut manut saja. Bayangkan juga kalau dia nurut, patuh dan manut-manut saja pada ajaran sesat dari tokoh agama bangke diluar sana.
Trus? Apa lagi ? Ntahlah..Pagi ini terasa hambar. (Anita Martha Hutagalung/14 Mei 2018)
0 Comments