Perwakilan etnis Simalungun sedang melakukan dengar pendapat dengan Panitia Hak Angket DPRD Siantar, Senin (2/7/2018). |
BeritaSimalungun, Siantar-Penugasan yang diberikan oleh DPRD Kota Pematangsiantar melalui sidang paripurna tertanggal 25 Mei 2018 lalu, terhadap sembilan orang panitia hak angket untuk melakukan penyelidikan pada Hefriansyah SE MM sebagai Walikota Pematangsiantar karna telah ditemukan bukti awal terjadinya penistaan terhadap Etnis Simalungun.
Kuasa hukum Presidium Gerakan Sapangambei Manoktok Hitei (GSMH) Sepriandison Saragih SH mengatakan, hak angket DPRD Kota Pematangsiantar diatur dengan tegas dalam Pasal 159 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, hak angket DPRD kota juga ditegaskan dalam Pasal 371 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Oleh sebab itu, dasar hukumnya sangatlah kuat.
Pada tahap penyelidikan, Panitia Hak Angket melakukan melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) terhadap pelapor dan terlapor, demikian upaya masukan-masukan lain untuk mengambil keputusan sesuai dengan batasan waktu yang diberikan pada Panitia Hak Angket sesuai dengan undang-undang yaitu berakhir tanggal 25 Juli 2018.
Panitia angket telah menyerahkan hasilnya pada tanggal 25 Juli 2018 yang langsung diserahkan Oberlin Malau, sebagai Ketua Panitia Hak Angket.
“Jika penistaan Etnis Simalungun dapat dibuktikan melalui proses penyelidikan, serta cukup alasan dan bukti DPRD atas keputusannya, maka selanjutnya akan diuji di Mahkamah Agung,” kata Sepriandi.
Dijelaskan Sepriandi, setelah melakukan penyelidikan, DPRD menemukan dan menyimpulkan adanya kebijakan atas jabatan sebagai Walikota Pematangsiantar Hefriansyah, yang telah bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan peraturan perundang-undang yang berlaku, dimana tindakan tersebut telah berdampak pada kehidupan masyarakat luas, maka hal ini akan berujung pada pemakzulan Walikota Pematangsiantar.
Selanjutnya apabila berlanjut ke Mahkamah Agung (MA), maka masa kerja MA untuk memeriksa, mengadili dan memutus pendapat DPRD dimaksud dibatasi paling lambat 30 hari. Kemudian, jika putusannya sama dengan pendapat DPRD, misalnya mengusulkan pemberhentian Walikota, maka Mendagri melalui kewenangannya wajib memberhentikannya paling lama 30 hari sejak menerima usulan DPRD.
Proses terbentuknya Hak Angket ini, harus dipahami sebagai bentuk edukasi hukum sehingga tingkat pemahaman masyarakat mengenai hukum dan politik semakin lebih baik. Ini merupakan sesuatu yang sangat positif dalam membangun tatanan bernegara.
“Tanggung jawab selanjutnya yang harus dilakukan oleh Ketua DPRD Kota Pematangsiantar sesuai perturan dan perundang-undangan atas hasil keputusan Panitia Hak Angket yang telah diserahkan pada Ketua DPRD harus diberitahukan di sidang paripurna karna secara filosofinya keputusan pembentukan dan penghunjukan panitia Hak Angket melalui mekanisme sidang Paripurna, dengan demikian sahnya temuan penyelidikan dan keputusannya panitia Hak Angket harus disampaikan pada sidang paripurna DPRD,”katanya.
Dengan demikian, lanjut Sepriandison, sebagai pelapor yaitu dari lembaga Partuha Maujana Simalungun (PMS), Presidium Gerakan Sapangambei Manoktok Hitei (GSMH), Insititusi, dan Elemen-elemen Simalungun serta Etnis lainya yang mendukung gerakan ini mengharapkan agar ketua DPRD Kota Pemetangsiantar segera melakukan sidang Paripurna sesuai dengan surat permintaan yang telah disampaikan, 3 x 24 jam masa kerja dihitung dari tanggal surat diberikan.
“Jikalau permintaan sidang paripurna tidak dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang kami minta, GSMH akan kembali melakukan aksi dengan peserta yang lebih banyak lagi. Untuk seluruh masyarakat kami harapkan senantiasa menjaga kenyamanan dan kekondusifan kota Pematangsiantar,” pungkasnya.(BS)
Sumber: MetroSiantar.com
0 Comments