Beritasimalungun-Menyimak diskusi di Group WA Forum Diskusi Simalungun (FDS) semakin menarik dengan tema Anggota Dewan Peduli Kabupaten Simalungun. Postingan Caleg Pemilu April 2019 dan kiprah Anggota Dewan membangun Kabupaten Simalungun menjadi salah satu topic yang hangat dibahas dua hari terakhir.
Seperti pendapat Dr Sarmedi Purba. Dia mengatakan, sampai sekarang belum jelas apa yang mereka perjuangkan di tingkat pusat oleh Junimart Girsang (Anggota DPR RI Dapil Sumut III) di Simalungun.
“Di DPRD Sumut saya pernah dengar Jantoguh memperjuangkan jalan di Rayakahean. Tingkat Siantar nihil. Tingkat Simalungun yang mencolok wakil kita dari Haranggaol dan Sibuntuon jalan rusak. Lantas caleg yang baru ini mau bikin apa? Masih belum jelas bagi saya kecuali politik martir yang tidak jelas. Yang utama adalah politik anggaran, supaya infrastruktur Simalungun itu bagus supaya ekonomi tidak mandek,” tulis Dr Sarmeda Purba.
Kemudian Caleg DPRD Kabupaten Simalungun NasDem Jaya Damanik juga memberikan pendapat. “ Setuju Tulang!, yang utama penganggaran dan pengawasan infrastruktur, dan yang tidak kalah penting perjuangan Perda. Permudahan investasi, SIPID, Pungli honorer dan kenaikan jabatan PNS, kerjasama pengawasan APBD dengan KPK. Saya kira ini sangat penting di Simalungun, di samping reformasi tata kelola keuangan dan pemerintahan, pengawasan efisiensi dan tepat sasaran dalam penganggaran,” kata Jaya Damanik.
Jaya Damanik juga mempertayakan peran martir (Slogan Caleg DPRD Sumut PDIP Janri Parkinson Damanik S Sos) apa gerangan, sebagai Caleg DPRD Provinsi Sumut. “Apa kira-kira program atau target yang bisa dilakukan untuk Siantar Simalungun? Program konkrit supaya kita pahami dan dukung,” ujar Jaya Damanik.
Sementara Kurpan Sinaga juga menerangkan secara gamblang soal “Caleg Janri Parkinson Damanik S Sos Komitmen Jadi “Martir” Perubahan Siantar-Simalungun”.
“Saya kira pernyataan "siap menjadi martir perjuangan" ini harus diperjelas. Apa rupanya masalah saat ini yang sedang dimasuki atau akan dimasuki Lawei Janri Damanik dimana masalah tersebut berbahaya. Setidaknya ada ancaman jiwa bagi siapapun yang mencoba memasukinya, namun masalah tersebut mengkooptasi kepentingan orang banyak,” ujarnya.
Menurut Kurpan Sinaga, kesiapan seseorang memasuki keadaan bahaya demi kepentingan masyarakat banyak, menurutnya inilah kesiapan sebaga martir.
“Hal ini membuat saya teringat saat saya masih kader PDI Pro Mega Tahun 90an. Situasi politik dimana penguasa orde baru yang super kuat dalam kekuasaan mutlak terkonsentrasi pada Soeharto telah menyumbat demokrasi. Korupsi merajalela. Partai politik semuanya dipegang. Demikian juga angkatan bersenjata yang dilegalkan berpolitik,” tambah Kurpan Sinaga.
“Tangan besi yang main libas ala Soeharto telah menjadi kenyataan yang menimpa kelompok mana saja yang tidak tunduk dalam kontrolnya. Itulah yang dialami pro Mega saat itu yang terbentuk sebagai sempalan di PDI yang terbelah dua antara pro pemerintah orang atau mandiri dalam demokrasi yang belakangan terkristalisasi dalam kelompok yang dinamakan PDI Pro Mega,” sebutnya.
Lebih jauh Kurpan Sinaga menjelaskan, dirinya waktu itu, selain perang didalam partai berhadapan dengan yang pro pemerintah juga menghadapi tentara dan polisi yang menjadi alat pemerintah.
“Dalam motivasi perubahan kami bergerak berdasarkan nurani. Mempertahankan eksistensi diri sebagai kelompok yang sah kami harus membubarkan setiap pertemuan PDI kelompok Soerjadi. Untuk itu kami harus berhadapan dengan polisi dan tentara yang mengawal mereka. Kami begitu mudahnya untuk ditempat, ditendang, disita KTP atau apa saja,” ujarnya.
“Kameraku pernah dirampas Danramil Kebayoran Baru. Kita diintimidasi terus menerus. Rumahku dipantau Babinsa 24 jam. Kalau kami berkumpul dimana saja selalu dibubarkan dengan alasan tidak legal, tidak sah. Kenderaan kami selalu dicatat oleh Polisi, Kodam, BAIS, BIN, dst. Kami diserbu, kami ditangkapi. Banyak yang menjadi korban jiwa atau hilang. Di masyarakat juga kami terkucil. Kami disebut sok jago, selalu disisihkan bahkan disebut PKI,” terang Kurpan Sinaga.
Disebutkan, nah, dalam pertentangan diametral seperti ini dengan resiko kehilangan nyawa patutlah menyebut siap jadi martir. “Jadi supaya tidak jadi cetusan bombastis saja ucapan Lawei Janri ini saya kira perlu diperjelas. Sehingga kita paham apa yang akan diperankannya, kita juga bisa membantu atau menyesuaikan diri dengan arahnya itu,” kata Kurpan Sinaga.
Soal Junimart Girsang
Kurpan Sinaga juga memberikan tanggapan soal kiprah Anggota dewan kepada Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar.
“Ya, saya kira untuk yang sudah duduk menjabat selama ini bolehlah menjelaskan apa yang telah dilakukannya. Supaya kita tahu permasalahan ril. Apa yang diperankannya dan kita bisa melihat betapa yang bersangkutan perlu didukung untuk periode berikut. Pak Junimart Girsang umpamanya, tolong dipaparkan kinerja aparat penegak hukum di Siantar-Simalungun,” katanya.
Menurut Kurpan Sinaga, penegakan hukum mundur. Banyak kasus yang mangkrak, baik di kepolisian maupun Kejaksaan.
“Saya yang sering berinteraksi dengan polisi dan jaksa melihat bhw SDM mereka rendah, baik kuantitas maupun kualitas. Apalagi integritas tidak dapat diharapkan. Di Simalungun lah baru pernah saya lihat polisi tidak mampu melakukan tugasnya. Gagal memasang garis polisi di TKP, diejek pulak. Katanya garis polisi akan dipasang dengan terlebih dulu mengerahkan pasukan yang lebih banyak. Negara tidak boleh kalah, katanya. Nyatanya polisi pulang untuk selamanya,” jelas Kurpan Sinaga.
Disebutkan, jelas ini bersinggungan dengan kuantitas, kualitas dan integritas. Anehnya yang mengejek itu membawa-bawa nama Anggota DPR Komisi III pulak.
“Pak Junimart juga mengatakan narkoba dan judi musuh kita. Apa yang sudah dilakukan soal ini? Perlulah diutarakan dipublik supaya ucapan monimental di baliho sepanjang tahun itu tidak retorika kosong,” sebutnya.
“Nyatanya saat ini narkoba sudah rahasia umum marak sampai kekampung-kampung. Apakah Lawei Janri Damanik mau kerja sama dengan Pak Junimart, siap jadi martir pemberantasan narkoba? Pak Jantoguh Damanik katanya memperjuangkan jalan ke Raya Kahean? Kalau begitu prestasinya nol,” ujar Kurpan Sinaga.
Menurut Kurpan Sinaga, karena tidak ada pembangunan jalan ke Raya Kahean kecuali yang sudah berjalan bertahap bahkan sejak 5 tahun lalu.
“Sebelum Lawei Jantoguh Damanik duduk jalan itu sudah dibangun bertahap tiap tahun sekian kilo meter per tahun dari Tebing hingga ke Sondi lewat Sipispis, Sindar Raya. Namun, walau pun ini merupakan program yang sudah berjalan bertahap bisa saja ada peran Pak Jantoguh. Barangkali tahun lalu sudah mau dihentikan tapi tidak jadi karena diperjuangkan seseorang, siapa tahu? Makanya dijelaskanlah. Jangan asal klaim. Kita persilahkan dipaparkan disini,” tutup Kurpan Sinaga.(Asenk Lee)
0 Comments