Info Terkini

10/recent/ticker-posts

NUKILAN DARI “MEREKA DAN BANG SAHALA"

Kolase FB
Beritasimalungun-“Ajaibnya, tiga tahun terakhir, saya tidak lagi berprofesi sebagai jurnalis namun prinsip dan nilai yang ditanamkan oleh Pak Sahala masih saja relevan dalam keseharian saya bekerja. Kali ini bukanlah detail tentang titik koma namun ketelitian, disiplin dan konsistensi yang dia ajarkan jadi pedoman saya.” - Teguh Wicaksono.

“Beliau juga memberikan teladan yang sangat penting, yaitu tidak pernah terlambat. Bukankah wartawan (dan semua profesi lain pun) mesti menepati tenggat? Untuk bisa masuk kelasnya, toleransi telat maksimal adalah 15 menit. Dan itu membuat saya beberapa kali tidak bisa masuk kelasnya. Tapi tenggat adalah tenggat, yang mau tidak mau mesti ditepati.” - Feby Indirani.

"Membaca koran dan membaca buku, kata Pak Sahala waktu itu, bisa memperkaya kosa kata dan tentu menambah referensi. Menulis butuh ‘bensin’ dan ‘bensin’ itu didapat dari referensi bacaan, tontonan, dan hasil wawancara. Keharusan membaca buku membuat saya sering menyambangi Pasar Palasari. Jangan mengaku pernah kuliah di Bandung kalau tak pernah ke Palasari! Di situlah kami dulu mencari buku-buku untuk referensi kuliah Pak Sahala dan mengerjakan tugas-tugas kuliah." - Yuyuk Andriati.

“Tunggu, jangan émosi dulu. IQ sekolam 200 yang bisanya cuma bang bong bang bong, mana ngerti soal begituan. Mesti keluar kolam butek kalo mau paham. Lagi-lagi ada alasannya kenapa saya ngomong gitu. Entah kapan belajarnya, Pak Sahala tau-tau mahir bahasa Sunda. Disebut mahir karena bahasa Sundanya lengkap dengan undak-usuknya. Dulu saya jipér ketemu Pak Sahala karena takut bahasa Indonésia saya dikoréksi. Saking jipérnya sampé mikir, jangan-jangan koran ”PR” yang tiap pagi dianter ke rumah Pak Sahala juga habis dicorat-corét. Sekarang saya jipér bahasa Sunda saya yang dikoréksi.” - Rahim Asyik. 

Sumber: FB Yus Ariyanto bersama Sahala Tua Saragih.

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments