Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Debora Damanik, Seri Remaja Simalungun Berbakat

"Panortor (Penari) dan Aktor Teater Masa Depan Simalungun"
Debora Damanik, Seri Remaja Simalungun Berbakat
Beritasimalungun-Dunia teater dan film memang masih awam belum banyak hadir dan diminati dan dipelajari generasi muda Simalungun. Padahal bila tekun walau dengan menggunakan teknologi terbatas sekalipun, menggunakan Hp Android saja kini setiap orang sudah bisa mengambil berbagai sudut gambar, edit sederhana kemudian jadilah sebuah film. Hal terpenting adalah jam terbang.

Kini, Rumah Produksi Sanggar Budaya Rayantara merintis jalur generasi cinta budaya melalui ekspresi multimedia / film agar dapat merangkul banyak potensi kaum muda. Juga menambahkan khazanah bahwa belajar seni peran / akting banyak memiliki manfaat selain memperkaya pengetahuan.

Ekspresi jiwa juga kegiatan yang menyenangkan bisa terhibur, selama proses latihan mendapatkan pertemuan serba lucu maupun serius namun tetap pada jalur bermuara kepada adu cerdas adu kreatif untuk menghasilkan karya terbaik.

Debora Damanik, bergabung dengan Sanggar Budaya Rayantara sejak 2018, tekun melewati latihan demi latihan selama satu tahun hingga kini sudah menguasai dasar 6 tor tor Simalungun. Setelah melalui tahap casting ia mendapat kesempatan mengambil peran utama sebagai panakboru Anggarainim Damanik , kisah putri kerajaan Siantar yang berubah menjadi putri ular yang kemudian oleh masyarakat mendapat gelar Puang Sorma.

Panggil saja Deb, remaja yang tak banyak bicara diantara teman lainnya, sekarang duduk Kelas 1 SMK GKPS 3 Pematangsiantar, anak ke-2 dari 6 bersaudara berasal dari kampung Negeri Dolog, Kabupaten Simalungun.

Memang ini pengalaman pertama bertemu seni akting, tapi ia cepat bisa menghayati dan merasakan kesedihan peran yang diembannya sebagai panakboru. Juga cukup berani mendalami walaupun tahu bahwa mitos "putri ular" kerajaan Siantar sangat dikenal warga Pamatang yang dahulu menjadi pusat kerajaan, lokasi mata air berada di belakang kolam renang Detis.

“Aku mempelajari kebiasaan panakboru melalui kejadian di mata air, ia suka kejernihan. Mandi bersenda gurau bercermin di mata air. Tapi akhirnya tidak bisa lagi mempertahankan kecantikan rupa nya yang dahulu disanjung banyak orang. Kemudian menjadi cacat setelah kejatuhan ranting dari atas pohon mata air. Panakboru mengambil keputusan tidak ingin lagi tinggal di Rumah Bolon, memilih hidup bersama kerajaan air,” cerita Debora.

Dibalik kesedihan mengalir juga tekanan sebab pinangan demi pinangan dari kerajaan luar, pada masa itu kerajaan memang tidak memposisikan perempuan dalam kondisi bebas memilih.

Debora kemudian mengingatkan tonah atau pesan dalam dialognya: "Bila rindu, berilah sirih di atas mata air ini. Aku akan datang kembali untuk melihat semua saudara dan keluarga berkumpul tidak lagi dalam keadaan sedih tapi sudah melepas bahagia. Jagalah mata air ini turun temurun selalu bersih dan jernih, karena hanya dengan itu jiwa ku suka dan tinggal".

Semenjak itu, raja memberi nama lokasi tersebut mata air Panakboru Anggarainim Damanik, memberi titah meminta semua penduduk bersama sama menjaga kebersihan dan kejernihan mata air di seluruh Kerajaan Siantar.

Nilai moral yang hendak dibawakan, bagaimana tradisi Simalungun sejak dahulu sudah memiliki visi lingkungan, memberi ajaran moral dan panutan untuk bersama sama menjaga ekosistim n keseimbangan alam, menghargai mata air seperti bagian dari diri sendiri.

Saksikan pementasannya, dalam Festival Rondang Bittang 27-28 Juli 2019 di Kampung Budaya "Op. Tuan Djorhatim Damanik" , Sarimatondang , Sidamanik. Etaaah....Generasi Simalungun cerdas n bisa !! #Pra pembuatan film pendek "Puang Sorma". (BS- Sanggar Budaya Rayantara)
Panggil saja Deb, remaja yang tak banyak bicara diantara teman lainnya, sekarang duduk Kelas 1 SMK GKPS 3 Pematangsiantar, anak ke-2 dari 6 bersaudara berasal dari kampung Negeri Dolog, Kabupaten Simalungun.

“Aku mempelajari kebiasaan panakboru melalui kejadian di mata air, ia suka kejernihan. Mandi bersenda gurau bercermin di mata air. Tapi akhirnya tidak bisa lagi mempertahankan kecantikan rupa nya yang dahulu disanjung banyak orang. Kemudian menjadi cacat setelah kejatuhan ranting dari atas pohon mata air. Panakboru mengambil keputusan tidak ingin lagi tinggal di Rumah Bolon, memilih hidup bersama kerajaan air,” cerita Debora.

Debora Damanik (kiri) dalam satu sesi latihan Teater "panakboru". 

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments