Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Catatan Ketiga Pdt Defri Judika Purba Soal Perjuangan Melawan Covid-19

Pdt Defri Judika Purba.

Pematangraya, BS-
Pdt Defri Judika Purba dan Inang Nofika Frisliani Sinaga dan dua anak mereka akhirnya bisa berkumpul kembali dalamsukacita. Karena terpapar Covid-19 (OTG), terpaksa Pdt Defri Judika Purba mengisolasi diri dari keluarga. Namun dengan perjuangan dan Doa, akhirnya Pdt Defri Judika Purba dinyatakan sembuh dan negative Covid-19.

Pdt Defri Judika Purba menuliskan catatan dalam empat tulisan selama berjuang menghadapi Covid-19. Tulisan itu dibagikan Pdt Defri Judika Purba di laman sosial medianya. Dibawah ini empat tulisan itu Redaksi kutip untuk pembaca BeritaSimalungun yang setia.

Perjuangan Melawan Covid: Dampaknya 
(Bagian Ketiga)

Satu hal yang merisaukan hati saya setelah menerima hasil swab antigen dengan hasil positif covid adalah bagaimana memberitahukan informasi ini kepada pihak yang berwenang. Apakah harus diberitahukan atau di diamkan saja?  Kalau diberitahukan maka situasi bisa tidak kondusif. 

Masyarakat akan heboh dan keluarga saya akan menerima dampak sosial yang tidak perlu. Kalau tidak diberitahukan maka saya tidak turut mendukung memutus mata rantai  penularan virus corona. Situasinya benar-benar dilematis dan membingungkan.

Setelah berpikir jernih dan berdiskusi dengan istri saya, maka kami pun memutuskan memberitahukan saja hasil swab kepada pihak berwenang. Tidak baik menurut kami menyembunyikan sesuatu hal yang bisa merugikan orang lain. Hasil laboratorium kami photo dan kirimkan esok harinya (Senin, 18 Januari).

Kami berpikir situasi akan baik-baik saja. Saya sudah isolasi mandiri dan berharap informasi yang kami sampaikan bisa berguna bagi pihak yang berwenang.  Saya berharap ada tindakan pencegahan ( preventif).

Beban pikiran saya saat itu adalah istri saya belum diperiksa. Saya belum tahu apakah istri saya begitu juga anak-anak  tertular atau tidak karena kami kontak erat selama ini. Saya sebenarnya berharap ada tindakan dari pihak yang berwenang untuk segera memeriksa istri saya. Ini sangat perlu karena disinilah titik pencegahan pemutusan mata rantai penyebaran virus itu. 

Tetapi sungguh sayang harapan saya tidak terwujud. Hari pertama isoman (Senin, 18 Januari) mereka memang datang untuk wawancara  kepada istri saya. Itu saja. Tidak ada tindakan apa pun. Saya berpikir dan bertanya di dalam hati, apakah seperti itu SOP penanganan covid di tengah-tengah masyarakat? Apa gunanya saya melapor tetapi tindakan tidak ada? 

Karena tidak ada tindakan apa pun kepada keluarga , saya terpaksa menghubungi sahabat saya untuk mau membantu memeriksa kondisi istri saya secepatnya. Ini sangat perlu karena kami memiliki anak-anak, bahkan bayi.  

Sahabat saya pun segera membantu secepatnya. Mereka datang ke rumah kami membawa peralatan swab antigen pada hari selasa, 19 Januari.  Istri saya pun diperiksa dan puji Tuhan hasilnya negatif. Pikiran saya pun sudah plong. Lepas satu beban yang menghimpit pikiran.

Itulah sebabnya ketika di hari kelima (Jumat, 22 Januari) pihak berwenang menghubungi istri  saya (via wa)  untuk wawancara menanyakan kabar situasi kami, saya katakan tidak usah ditanggapi, toch juga pertanyaan kami bagaimana SOP penanganan covid tidak juga mereka tanggapi.  Mereka meminta hasil swab terbaru dan saya katakan tidak usah diberikan, karena hasil swab saya yang pertama kami berikan pun, tidak tahu ceritanya tiba-tiba beredar di tengah-tengah masyarakat. Sungguh tidak menghargai privasi pasien.

Selain kondisi di atas, informasi yang beredar di tengah-tengah masyarakat pun beragam. Ada yang menyatakan saya sudah diisolasi di batu dua puluh bahkan di kantor pusat GKPS. Saya merasa aneh darimana semua informasi itu beredar. Kenapa bisa ada informasi seperti itu. 

Berarti ada orang-orang yang kurang bertanggungjawab yang menyebar informasi yang tidak benar. Memang  saya  tidak terlalu ambil pusing dengan semua informasi itu, fokus saya adalah saya bisa pulih, sehat dan berkumpul kembali dengan keluarga saya. Tetapi mengetahui masifnya kabar yang tidak benar, kadang membuat hati ini terganggu juga.

Apalagi saya juga menerima kabar, aparat nagori mengeluarkan semacam pengumuman di tengah-tengah masyarakat. Memang isinya bersifat himbauan agar masyarakat semakin mematuhi protokol kesehatan. Tetapi pada bagian yang lain surat itu meminta agar masyarakat menunda/ menghentikan segala kegiatan dalam bentuk apapun yang dapat memicu keramaian, seperti: kegiatan ibadah, kegiatan pesta, pertemuan dll. Di akhir surat, memang  disampaikan kalau seandainya tidak dapat dilaksanakan karena sesuatu hal, maka mereka menganjurkan penerapan jaga jarak (1,5 M).

Begini ya, saya sebenarnya orang yang selalu  melatih diri untuk berpikiran  positif. Di satu sisi saya sebenarnya bisa maklum akan isi pengumuman tersebut. Tetapi toch juga harus saya sampaikan sedikit kekecewaan saya melalui tulisan ini. Karena surat yang dikeluarkan sudah bersifat ke publik mau tidak mau tanggapan saya juga bersifat ke publik.  

Pertama, mereka tidak pernah sekali pun konfirmasi langsung kepada saya tentang apa yang terjadi. Dasar  membuat surat pun hanya berdasar berita di tengah-tengah masyarakat. Mereka memakai kalimat  “maraknya pemberitaan mengenai covid-19 yang beredar di tengah-tengah masyarakat....”.  Apa salahnya kalau konfirmasi langsung? 

Kenapa merujuk berita yang belum tentu benar di tengah-tengah masyarakat? Kedua, himbauannya  sedikit kebablasan karena  meminta untuk menunda/ menghentikan segala bentuk kegiatan yang memicu keramaian, seperti: kegiatan ibadah.  Menurut saya ini sudah tidak tepat lagi. Bagus untuk saling menjaga tetapi harus tahu dimana batas wewenang yang dimiliki. 

Menanggapi surat yang beredar itulah saya meminta kepada pimpinan  gereja yang saya layani untuk tetap membuka gereja dengan dua pertimbangan. Pertama,  saya sudah isoman; kedua; saya tidak ada kontak erat dengan siapa pun selain keluarga. 

Menutup gereja menurut saya bukanlah tindakan bijaksana. Kalau seandainya ada jemaat  yang takut datang ke gereja karena takut tertular virus, biarlah itu menjadi pilihannya sendiri. Toch setiap orang sudah dewasa untuk memutuskan  apa yang terbaik bagi dirinya sendiri. Sepanjang kegiatan dilaksanakan dengan prokes yang ketat, saya pikir tidak ada masalah. Jangan sempat terjadi, TAKUT DATANG KE GEREJA TETAPI KE PESTA ADAT, WARUNG DAN KERAMAIAN LAINNYA malah tidak takut. Tuhanlah yang tahu pikiran dan hati kita masing-masing. Dan saya bersyukur, ibadah minggu pada tanggal 24 Januari di resort Bahapal Raya, tidak ada gereja  yang tutup. Jemaat yang datang berkurang, itu tidak apa-apa. Setiap pribadi  memiliki cara pandang dan penilaian untuk segala sesuatu, asal jangan dibuat menjadi satu pendapat umum.

Panjang lebar saya menyampaikan  dampak yang kami alami sesungguhnya tidak ada niat saya yang lain selain harapan kita harus sama-sama saling mendukung dalam situasi pandemi ini. Bagaimana bentuk dukungannya?

1. Jangan menyebar berita yang belum tentu tahu kebenarannya. Konfirmasi langsung kepada yang bersangkutan bila perlu. Apa untungnya menyebar berita hoax !  Mau dianggap sumber berita? Mau mengasah kemampuan bergosip?  Mari, edukasi masyarakat akan informasi yang benar, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. 

2. Kita harus saling membantu dalam kondisi pandemi ini. Setiap orang yang diberi wewenang haruslah bekerja dengan profesional, sungguh-sungguh dan mengutamakan orang yang menjadi korban. Bekerjalah dengan hati nurani yang sungguh-sungguh.

 3. Dukunglah setiap orang yang  terpapar covid seperti saya ini dengan cara tidak menjauhi korban atau keluarganya. Tekanan yang paling berat dalam situasi ini adalah perasaan dikucilkan/ dijauhi.  Orang-orang yang kita anggap teman memilih untuk tidak peduli. Dan itulah sesungguhnya yang menjadi alasan bagi kami untuk tidak menyekolahan anak kami remiel. Saya kwatir anak saya dijauhi teman-temannya, padahal sampai saat ini anak kami sehat-sehat saja. 

 Saya harus mengakui ada sedikit perasaan emosional yang muncul dalam tulisan ini. Tetapi itu harus saya lakukan demi kesehatan jiwa dan pikiran saya. Menulis bagiku adalah semacam therapi untuk bisa sehat. Melalui tulisanlah saya akan memperoleh kesembuhan.

Akhir kata, kalau ada orang yang tidak nyaman dengan tulisan saya ini, saya toch mau merendahkan hati untuk meminta maaf. Saya memohon maaf. Bahapal Raya,  26 Januari 2021.(***)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments