Haranggaol, BS-Ketua DPP Partuha Maujana Simalungun (PMS) St Marsiaman Saragih SH mendukung upaya yang dilakukan petani Keramba Jaring Apung (KJA) dalam pengembangan ikan “Jurung” “Ihan Batak” (Neolissochilus Sumatranus) di Danau Toba KJA Haranggaol, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
Salah satu petani KJA Haranggaol yang telah melakukan budidaya terbatas adalah Janson Haloho. Pelestarian ikan endemik yang nyaris punah di Danau Toba ini dilakukan secara budidaya penangkaran oleh Janson Haloho.
Hal itu diakui Darma Purba, Ketua BPH Asosiasi Dearma Haranggaol. Menurutnya, petani KJA Haranggaol layak didukung sebagai upaya pelestarian ikan endemik yang nyaris punah. Budidaya ikan “Jurung” hasil tangkaran ini sudah berhasil oleh Janson Haloho.
Menurut Darma Purba, “Ihan Batak” ikan “Jurung” (Neolissochilus Thienemanni) salah satu jenis Jurung endemik Danau Toba dan sungai di sekitar Danau Toba. Ikan Jurung masuk dalam apendix, nyaris punah namun saat ini sudah dapat ditangkar oleh Janson Haloho di kolam alam Haranggaol meski pelepasan telur masih harus dilakukan di Medan akibat faktor kelengkapan peralatan, tetapi pembesaran tetap kembali ke Haranggaol.
Kata Darma Purba, Marsiaman Saragih yang juga Anggota DPR RI Dapil Riau mendukung pengembangan budidaya Ikan Jurung di KJA Danau Toba Haranggaol, Simalungun. Bahkan Marsiaman Saragih sudah terjun langsung ke Haranggaol guna melihat lokasi budidaya.
Sementara Polmas Sihombing, salah satu aktivis lingkungan di Sumatera Utara mengatakan, “IHAN BATAK” ikan khas dalam kehidupan dan Budaya Batak diambang kepunahan dan jangan dibiarkan punah.
“Ihan Batak (Ikan Jurung dalam sebutan Simalungun) merupakan ikan khas kawasan Danau Toba dan sungai di sekitarnya. Ihan ini sudah sangat langka dan masuk dalam kategori hampir punah,” ujar Polmas Sihombing.
“Mungkin akan dibiarkan, apabila generasi 60 an tidak berbuat. Karena generasi 80-an sudah tidak pernah tahu tentang ihan ini. Ihan Batak merupakan ikan yang "sakral" bagi orang Batak dan khusus dikonsumsi saat peristiwa khusus dan umumnya oleh para raja dan lingkarannya,” ujar Polmas Sihombing.
Disebutkan, spesialnya ikan Batak ini untuk orang Batak dan Danau Toba, sehingga kapal Ferry yang melayani route di sekitar Danau Toba dinamai Ihan Batak.
“Bagi kalangan orang Batak generasi 60-an ayo bergandengan tangan untuk menghindarkannya dari kepunahan dan jika punah, kita malu sama anak cucu kita saat mereka memelajari budaya dan kehidupan orang Batak jaman dahulu kala,” tambahnya.
“Ayo kita lakukan action mulai sekarang. Kita sangat menghargai usaha yang sudah dilakukan peneliti, perguruan tinggi, dan masyarakat untuk melestarikan dan membudidayakan ikan jurung (Neolissochilus sumatranus; sejenis ihak Batak),” katanya.
Polmas Sihombing juga mengajak para penggiat “Ihan Batak” bergandengan tangan untuk melestarikan Ihan Batak (Neolissochilus Thienemanni).
“Aku "menantang" sobatku Prof. Dr. Hasan Sitorus dan Dr Pohan Panjaitan dari UH Nommensen Medan, Tim USU, dan Dr. Fredinan Yulianda (Dekan FPIK IPB), Prof. Sulistiono (FPIK IPB Bogor), Ir. Andi Rusandi dan Ir Muddatstsir Kamil (KKP) dan Ir. Asmadi (Propinsi Jambi yang diat mendorong budidaya ikan semah; sejenis ihan Batak) untuk ambil bagian dari program ini,” katanya.
“Aku bersama kawan yang lain akan berusaha untuk menggolkan proposal ekobiologi dan konservasi, serta budidaya ihan Batak agar dapat dana penelitian dari KKP atau swasta. Lae Jen Maro dengan segala upaya berusaha untuk mendorong berfungsinya Balai Benih Ikan yang di Tambunan Toba dan masyarakat di sekitar aliran sungai habitat ihan Batak mulai peduli. Lae Hinca IP Pandjaitan dukung dari Parlemen dan Lae Togap Simangunsong dukung dari Yayasan Sada Toba (dan Birokrasi), dan orang Batak se Dunia. Ihan Batak hasil konservasi dan budidaya akan menjadi menu spesial bagi tamu spesial saat berkunjung ke kawasan Danau Toba dan menjadi bagian utama dalam pelestarian budaya orang Batak,” kata Polmas Sihombing. (Asenk Lee Saragih)
0 Comments