Demi Sebuah Pelestarian Kuliner “Dayok Binatur”. |
Jambi, BS-Pagi itu di ujung telepon terdengar suara seorang perempuan berbahasa “Simalungun” masuk ke telepon genggam saya. “Maaf botou saya dapat nomor telepon Botou dari internet. Saya mau minta dibuatkan Panggang Dayok Binatur” buatan Botou”.
Begitulah percakapan diujung telepon dan bagaimana caranya agar bisa sampai Panggang Dayok Binatur kepadanya yang mengaku tinggal di PT BBS Bayung Lencir, Kabupaten Musi Bayuasin, Sumsel.
Seorang Parbulang Simalungun yang mengaku sudah menikah dengan Marga Simarmata ini bernama Kartika Br Sipayung. Dirinya sudah hampir 9 tahun di PT BBS Bayung Lencir, Kabupaten Musi Bayuasin, Sumsel, perbatasan Jambi-Sumsel.
Awalnya saya bertanya kenapa jauh sekali memesan “Panggang Dayok Binatur” ke Jambi. Di Bayung lencir kan ada juga orang Simalungun,” tanyaku. Lalu Kartika Sipayung menjawab “Botou sering kulihat memposting Dayok Binatur” di Facebook dan YouTube. Jadi saya ingin Dayok Binatur buatan Botou dan kakak,” ujarnya.
Berbekal ilmu cara buat “Dayok Binatur” dari Inang Matua Ronta Porman Br Haloho (Ibunda Ayah Saya) dan Ayahanda St Berlin Manihuruk sejak SMP, Saya memberanikan diri terima orderan Botou Kartika Sipayung, meski kami belum profesional dalam hal membuat “Dayok Binatur”.
Untung istri tercinta Lisbet Br Sinaga kini sudah mulai bisa membuat racikan bumbu Panggang “Dayok Binatur” ala Silimakuta Simalungun, meski belum seenak buatan Ibunda Anta Br Damanik di Hutaimbaru. Tapi sudah bisa mengimbanginya.
Terus saya berpikir bagaimana pesanan Panggang Dayok Binatur bisa sampai ke tangan Kartika Br Sipayung yang begitu jauh antara batas Jambi-Sumsel. Ternyata Botou Kartika Br Sipayung punya langganan tukang sayur “Pasar Kalangan” dari Kota Jambi ke daerahnya tiga kali dalam seminggu.
Kemudian Botou Sartika Sipayung mengirimkan nomor pedagang “Pasar Kalangan” itu dan identitasnya. Pesanan Panggang Dayok Binatur untuk Sabtu 27 November 2021.
Kartika Sipayung-pun memberikan petunjuk kalau Panggang Dayok Binatur dikirimkan lewat Lis Akung, pedagang “Pasar Kalangan” yang rumahnya di depan Langgar Mesjid Attaufiq Murni Telanaipura, Kota Jambi.
Jumat pagi (26/11/20210 Saya dan istri membeli Ayam Jantan ukuran 1, 5 Kg. Ukuran standar buat Panggang Dayok Binatur yang kerap Saya buat bersama istri tercinta Lisbet Sinaga. Jumat malam, tepat pukul 23.00 WIB, Jumat kami memasak Panggang Dayok Binatur, kuliner khas adat Simalungun ini.
Prosesnya tak perlu saya tuliskan ya, nanti kepanjangan bacanya. Kalau tutorianlya saya rasa banyak di Google dan YouTube. Tepat pukul 01.00 proses pembuatan satu porsi Panggang Dayok Binatur selesai.
Bayangkan buat Panggang Dayok Binatur pada malam hari, disaat orang-orang sudah tidur nyenyak. Itu Saya lakukan dengan istri karena sebuah loyalitas kepada kuliner “Dayok Binatur” dan mengobati kerinduan Kartika Br Sipayung yang ingin mencicipi “Panggang Dayok Binatur” buatan kami.
Kamipun mencari alamat Lis Akung lewat sebuah kiriman bagikan lokasi “GoogelMap” yang siang harinya kami hubungi Lis Akung dan memberitahukan rencana penitipan Dayok Binatur tersebut.
Dalam keadaan sunyi, malam hari, kami tiba di depan langgar Langgar Mesjid Attaufiq Murni Telanaipura, Kota Jambi. Saya hubungi lewat telepon WA Ibu Lis Akung tak berbalas dan tidak menandakan nada dering. Hampir 15 menit kami dilokasi.
Tiba-tiba saya terpikir menghubungi lewat telepon gengam, bukan lewat telepon WA. Ternyata menyambung dan diangkat. Sayapun menyampaikan niat untuk menitipkan pesanan Kartika Br Sipayung padanya. Usai diterimanya kami pulang dan kemudian memberitahukan lewat pesan WA kepada Kartika Br Sipayung bahwa pesanan sudah kami titipkan.
Semoga panggang “Dayok Binatur” itu sampai kepada Botou Kartika Br Sipayung (belum pernah jumpa) dengan rasa yang memuaskan. Begituah sekilas cerita disaat membuat panggang “Dayok Binatur” tengah malam. Ini kami lakukan demi sebuah pelestarian warisan Adat Budaya Simalungun di Tanah Melayu Jambi. (Asenk Lee Saragih)
0 Comments