Raminah Pelestari Budaya Simalungun Penerima AKI 2023, Sebut dr Susanti Sebagai Bunda Toleransi Siantar. |
Pematangsiantar, BS-Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) merupakan bentuk sebuah apresiasi tertinggi pemerintah kepada para individu, komunitas, dan lembaga yang berprestasi atau berkontribusi luar biasa untuk pelestarian kebudayaan. Malam puncak AKI Tahun 2023 yang digelar pada Jumat 27 Oktober 2023 lalu oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan mengusung tema “Para Perawat Harmoni”.
Tema AKI tahun 2023 ini diusung untuk memperkuat ekosistem kebudayaan dan meneguhkan komitmen bersama seluruh pihak untuk merawat harmoni manusia dan alam melalui kerja-kerja budaya.
Malam puncak Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) sudah sukses digelar pada Sabtu (28/10/2023) lalu. Salah satu penerima AKI kategori Maestro Seni Tradisi adalah Ramingah Garingging atau sapaan akrab Oppung Garingging sebagai pelestari Tor-tor Simalungun berumur 88 tahun.
Raminah Garingging lahir di Sorbadolog, pada 10 Oktober 1934, dan kini beralamat di Jl. Bulang, Pamatang Simalungun, Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun, sempat mengenyam pendidikan sekolah rakyat.
Raminah Garingging. |
Riwayat Raminah Garingging, Maestro Seni Tradisi Tor-Tor Simalungun
Raminah Saragih Garingging (88) lahir di sorbadolog, 10 Oktober 1934. Sorbadolog sebuah kampung yang dibatasi oleh dinding tebing bukit dan dikelilingi banyak aliran air, masih wilayah kec. Silou Kahean Kab. Simalungun.
Sejak bayi, kedua orang tua nya, Tuan Ikan Sorbadolog dan Panakboru Panis Purba Tambak selalu memberi makan serba sayur sayuran dan tidak pernah memberi ikan atau daging. Kebiasaan ini terbawa hingga besar bahkan sampai hari tua walaupun ia tidak pernah mengenal ajaran dan sikap hidup vegetarian.
Masa kanak kanak hingga remaja, Tutua (nenek) membawa Raminah ke Sorbananti untuk dibimbing sekolah oleh Tengku Utih (orang tua dari Tengku Tokoh), Kerajaan Padang Tebing Tinggi. Pada masa itu hubungan antara klan Saragih Garingging dari Kerajaan Raya dengan klan Saragih Dasalak dari Kerajaan.
Padang Tebing Tinggi sangat erat hubungan sesama saudara. Di sana ia diajari menganyam, membuat tikar, menjahit kebaya dan lain lain agar dewasa penuh dengan ketrampilan. Sesudah sekolah, ia belajar menari tari payung, tari piring, lancang kuning dari guru tari Bu Bakul, juga tari simalungun Bagot I Huta Nami dengan pelatih Datuk Bustami.
Pada tahun 1956, ia kembali ke Sorbadolog. Tetapi tidak lama harus mengikuti latihan sukarelawan militer selama 3 bulan, keterlibatan indonesia dalam penyelesaian konflik perang Israel dengan Mesir.
Keberangkatan dibatalkan sebab sudah dapat diatasi dengan diplomasi perdamaian. Lalu ia mengikuti casting dalam pembuatan film dengan sutradara besar P. Ramlee di Medan dan Singapura dengan judul “Turun Hujan di Tengah Hari”.
Raminah berperan sebagai isteri tidak tahu diuntung, mengikuti pembuatan film berikutnya hingga selama 1 tahun. Tak lama kemudian, Pada tahun 1957 ia menikah dengan Saudin Sinaga dari kampung Bah Tonang, hingga kini memiliki dua putera dan dua puteri. (BS-Red)
0 Comments