GKPS Berduka, Pdt Hamonangan Girsang (Mantan Sekjen GKPS) Tutup Usia

Pdt Hamonangan Girsang. 

Pamatangsiantar, BS-Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Berdukacita atas meninggalnya Pdt Hamonangan Girsang (86 tahun) yang juga mantan Sekjend GKPS, Sabtu 26 Juli 2025 Pukul 15.10 WIB di RS Murni Teguh Medan. Jenazah disemayamkan di Jalan Sei Asahan 69 Medan dan akan dimakamkan di Taman Eden Tanjung Morawa, Deli Serdang.

Pdt Hamonangan Girsang lahir 23 November 1939. Istrinya bernama Regina Br Silalahi (+). Beliau salah sada Pendeta GKPS yang legendaris, tokoh inspirator dan organisator terbaik GKPS. Juga Pendeta Favorit Jemaat GKPS.

Segenap Jemaat GKPS di seluruh Indonesia mengucapkan Dukacita Mendalam untuk keluarga yang ditinggal Pdt Hamonangan Girsang. Semoga keluarga besar Tegar, teguh dan diberikan penghiburan oleh Tuhan Maha Pengasih.

Keluarga yang Berduka:
Anak/Menantu
1.Ermie Junitha Girsang/ Indra Saragih (+)-Jakarta
2.John Haris Pardomuan Girsang/ Susanty Risma Taruly Sianipar-Cibubur
3.Elizabeth Septianur Girsang/ Felixta Syah Kaban-Medan
4.Irene Dermawaty Girsang/ Ingo Wander-Wuppertal.

Cucu(Pahompu):
1.Matthew Christian
2.Hamonangan Saragih-Jakarta
3.Jessenia Marthanisinta Girsang-Perth
4.Johnathan Arilpinenta Girsang-Perth
5.Febelicia Nisura Kaban-Medan.

(AsenkLeeSaragih)


Jejak yang Tak Banyak Diketahui, Warisan yang Harus Dikembangkan Lagi

GKPS sedang berduka. Hari ini, Sabtu, 26 Juli 2025, Pdt. Hamonangan Girsang berpulang ke rumah Bapa Surgawi di RS Murni Teguh, Medan. Beliau menutup usia dalam keadaan “sayur matua” dan “layur martuah”, dua gelar terhormat dalam tradisi Simalungun, yang menandakan usia penuh dan keturunan yang telah mapan. Semoga Tuhan menghiburkan keluarga yang ditinggalkan.

Bagi generasi Z dan Alfa, nama Pdt. HM Girsang mungkin asing di telinga. Namun bagi generasi Baby Boomers dan Generasi Y, nama itu membawa kenangan akan era penting dalam sejarah Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS).

Pada masa kepemimpinan Pdt. Armencius Munthe yang menjabat sebagai Eforus GKPS selama tiga periode berturut-turut (1977–1990) dan Pdt. HM Girsang sebagai Sekretaris Jenderal, keduanya dikenal tangguh dan visioner. Duet mereka dikenal harmonis: satu dikenal karena khotbah-khotbahnya yang kalem tapi menggugah, satu lagi karena kemampuannya membangun sistem dan tata kelola organisasi.

Ada kisah menarik dari Pdt. Munthe: dalam sebuah acara pembangunan gereja, beliau melelang dasi yang baru saja dipakainya berkhotbah dan dasi itu menghasilkan dana pembangunan yang lumayan besar! 

Tapi di balik semua itu, sistem pendukungnya adalah tangan dingin Pdt. HM Girsang yang mengatur keuangan, membangun administrasi, dan merintis jalan menuju gereja yang lebih tertib dan akuntabel.

Dialah fondasi awal penatalayanan keuangan GKPS. Upayanya kemudian diteruskan oleh tokoh-tokoh seperti St. Mansen Purba (alm.) dan Pdt. Liharson Sigiro. Namun, warisan besar itu, sayangnya, kini dirasa perlu dikembangkan lebih pesat lagi.

Sejak berakhirnya era duet itu pada tahun 1990, tak terasa, ternyata sudah 35 tahun berlalu. Namun pertanyaannya menggantung: mengapa hingga kini keuangan GKPS belum sepenuhnya audited (diaudit)?

Masih ada luka-luka yang belum sembuh: penyimpangan dana +/- Rp 980 juta di Juma Bolag (2010), kekisruhan keuangan dalam beberapa kepanitiaan (panitia pembangunan, di antaranya), hingga permasalahan di CUM (Credit Union Modifikasi) akhir-akhir ini, meski CUM bukan bagian dari struktur resmi sinode GKPS.

Padahal inilah yang dirasakan: warga jemaat pastinya akan lebih rela memberikan persembahan dan kewajiban-kewajibannya jika tahu bahwa keuangannya dikelola dengan jujur, transparan, dan akuntabel.

Saat kita mengenang Pdt. HM Girsang, mari kita tidak berhenti pada ucapan duka. Mari kita hidupkan kembali semangat yang ia wariskan.

Di bawah kepemimpinan Pdt. John Christian Saragih dan Pdt. Jan Hotner Saragih sebagai Eforus dan Sekjen periode 2025–2030, inilah saatnya GKPS kembali menata diri secara keuangan dengan serius, modern, dan bertanggung jawab.

Karena warisan terbaik dari seorang pelayan Tuhan bukan sekadar nama di batu nisan, melainkan sistem yang tetap hidup dalam pelayanan kepada Tuhan dan warga jemaat.

Bagaimana menurut Anda?

0 Komentar

 




 


 


https://linktr.ee/asenkleesaragih