Oleh: Pdt Defri Judika Purba
Pasca pelaksanaan sidang sinode bolon GKPS ke-46, agaknya minggu-minggu ini menjadi hari yang penuh doa kepada Pimpinan Sinode GKPS. Di awal periode ini, pimpinan akan melakukan kebijakan pertama yaitu memilih team kerja yang solid, kompak dan tangguh.
Pemilihan ini perlu dan wajar untuk mengawal berbagai kebijakan yang sudah diputuskan di Sinode Bolon. Pimpinan juga akan melaksanakan mutasi kepada pegawai yang sudah memenuhi persyaratan.
Menurut dugaan saya, hal pertama yang mungkin akan dilakukan yaitu memilih dan menetapkan Praeses. Ada dua belas orang praeses yang harus perlu dipilih dan ditetapkan. Jumlah ini merujuk pada keberadaan distrik yang ada saat ini di GKPS yaitu dua belas distrik. Untuk memilih dan menetapkan siapakah praeses, pimpinan sudah memiliki nama sebanyak dua puluh empat orang.
Darimana nama dan jumlah dua puluh empat orang ini muncul?
Sekedar informasi, dalam tata gereja dan tata laksana GKPS, praeses ditetapkan oleh pimpinan sinode dari calon-calon yang diusulkan oleh majelis pendeta. Dalam persidangangan bulan Januari yang lewat, majelis pendeta memang sudah memilih dua puluh empat calon praeses dari antara pendeta yang sudah memenuhi persyaratan. Jumlah dua puluh empat ini merujuk pada jumlah distrik dikali dua.
Nah, dari situasi ini, bisa kita bayangkan dari antara dua puluh empat nama tersebut, dua belas orang akan ditetapkan dan dua belas orang tidak. Siapakah yang akan ditetapkan? Adakah kriteria lanjutan?
Tata dasar dan tata laksana memberi sedikit bantuan, yaitu sekurang-kurangnya tiga dari praeses yang ditetapkan itu harus perempuan. Tata dasar dan Tata Laksana memakai diksi “harus”, artinya mau tidak mau, suka atau tidak suka, praeses yang akan ditetapkan oleh pimpinan sinode harus ada unsur perempuan. Tata dasar dan tata laksana tidak memberikan penggarisan lanjutan lagi.
Situasi ini sungguh pelik dan sulit. Ini merupakan titik yang krusial karena bisa memunculkan relasi konflik dari pimpinan sinode dengan mereka yang tidak terpilih. Dalam dokumen sinode bolon GKPS ke-46, hal ini juga menjadi catatan yang dimasukkan dalam matrik masalah kelembagaan di GKPS.
Syukur-syukur mereka yang tidak terpilih bisa menerima dengan legowo. Kalau demikian, tidak ada masalah, jadi barang itu. Masalahnya, ketika ada yang tidak bisa menerima dan mempertanyakan dasar dari penetapan tersebut.
Kalau ini terjadi, secara tidak langsung tata dasar dan tata laksana sudah membuat pimpinan sinode berada dalam situasi yang sulit dan pelik. Pimpinan berada dalam situasi ibarat memakan buah simalakama. Pimpinan pasti tidak mau kondisi tersebut terjadi, tetapi mereka dipaksa untuk melakukan hal tersebut.
Dalam situasi ini, tanggapan yang menyatakan pembaharuan tata dasar dan tata laksana yang dilakukan, apakah membawa lebih maju GKPS atau tidak, menjadi satu tanggapan yang perlu serius untuk digumuli dan dijawab.
Selain menetapkan praeses, pimpinan juga akan memilih rekan kerja di kantor sinode yang bisa membantu mereka mengemban tugas dan amanah sidang sinode Bolon. Pimpinan akan memilih kepala departemen pelayanan, kepala departemen kesaksian, kepala departemen persekutuan, kepala departemen pembinaan dll.
Fungsi kepala departemen ini sangat strategis, karena merekalah yang akan mengeksekusi setiap program yang telah diputuskan dalam sinode bolon. Dalam kehidupan bernegara, kepala departemen ini ibarat menteri yang akan membantu presiden.
Karena itu mereka harus mumpuni, pemikir, mampu menguasai program sekaligus menjadi eksekutor handal. Keberhasilan pimpinan sinode banyak ditentukan oleh kepala-kepala departemen.
Selain itu, pimpinan juga akan melakukan mutasi kepada pegawai yang ada di lapangan (distrik dan resort). Mutasi ini, tentu berkaitan dengan terpenuhinya persyaratan untuk pindah yaitu masa dinas, lamanya disatu tempat dan wilayah (distrik).
Akan ada banyak pergeseran dan situasi ini lagi-lagi akan membuat beban baru juga kepada pimpinan. Kenapa? Karena setiap pegawai yang akan dimutasi, memiliki pertimbangan khusus yang perlu diperhatikan.
Misalnya, pekerjaan pasangan dan anak-anak yang masih sekolah. Kalau ini kasusnya, masih mudah untuk dipahami dan diputuskan. Yang membuat pelik dan sulit itu adalah adanya permintaan-permintaan khusus untuk menempati jabatan dan tempat tertentu.
Dan ini biasanya datang dari orang-orang yang merasa berjasa dalam proses. Mereka ini adalah orang-orang yang tidak tulus sebenarnya dalam proses yang terjadi. Dukungan mereka lebih karena adanya harapan akan balas jasa.
Melihat sedikit gambaran yang saya sampaikan diatas, bisa kita bayangkan betapa beratnya menjadi pimpinan sinode itu. Semua hal harus diperhatikan dengan benar, seksama dan holistic agar tidak menimbulkan konflik yang tidak perlu.
Karena itulah, Pdt A.Munthe (Alm), mantan pimpinan GKPS yang legendaris, ketika ditanya, apakah pekerjaan yang paling susah menjadi pimpinan GKPS, beliau menjawab: melaksanakan mutasi.
Semogalah pimpinan sinode GKPS yang baru mampu melaksanakan tugasnya yang berat ini. Dukungan doa dari seluruh jemaat tentu diharapkan, agar hikmat kebijaksanaan dicurahkan dan kemerduan kidung nyanyian malaikat terdengar.
“Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk.2:14). (Penulis Adalah Pendeta di GKPS-Tinggal di Pontianak)-16 Juli 2025.
0 Komentar